Disrupsi pengembangan karyawan ala startup

10:36:45 | 21 Feb 2018
Disrupsi pengembangan karyawan ala startup
Peserta Digital Amoeba tengah mengikuti Bootcamp.(DigitalAmoeba.id)

JAKARTA (IndoTelko) - Disrupsi, kata ini menjadi magis di era digital. Bagi sebagian perusahaan besar, disrupsi bisa dipandang positif atau negatif.

Biasanya ada tiga cara untuk melalui sebuah disrupsi, dilawan, beradaptasi, atau dibatasi. Perusahaan yang memiliki sustainibility biasanya akan memilih strategi beradaptasi dengan melakukan transformasi digital.

Salah satu perusahaan yang tengah melakukan perubahan itu adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yang tengah bertransformasi dari Telecommunication Company (Telco) menjadi Digital Company (Dico).

"Kami berubah dan dalam perubahan itu tidak tabu belajar banyak dari digital startup untuk menjadi King of Digital," ungkap Chief Human Capital Officer/CHCO Telkom Herdy Harman, belum lama ini.

Dikatakannya, salah satu pelajaran yang bisa diambil dari pemain startup adalah merangsang lahirnya inovasi, organisasi yang agile, dan kecepatan pengambilan keputusan. "Kami punya ribuan karyawan, pola pikirnya ya karyawan. Kita mau shifting itu menjadi "Pegawai-Pengusaha" (intrapreneurship) agar sesuai dengan DiCo. Soalnya era digital itu kan Teknologi dan nilai ekonomi," katanya.

Dijelaskannya, sejak tahun lalu telah berjalan program Digital Amoeba yaitu program yang memungkinkan karyawan TelkomGrup mendirikan digital startup.

Saat ini Telkom telah memiliki 60 binaan internal digital startup. Ide terbaik akan diberikan injeksi modal, proses inkubasi, bahkan tak menutup kemungkinan menjadi anak perusahaan tersendiri. (Baca: Belajar dari startup)

Disrupsi
CEO Amoeba Fauzan Feisal mengungkapkan, Digital Amoeba mendisrupsi pola pengembangan karyawan yang ada selama ini.

"Di Digital Amoeba tak melihat Anda Band (level) berapa. Ada satu tim dari program isinya anak muda, dan yang mau pensiun. Jadi ini mendobrak silo-silo dan batas usia demi mendapatkan inovasi," katanya.

Layaknya program akselerasi bagi startup, Telkom pun meyiapkan exit strategy bagi peserta program Amoeba yakni menjadi entitas tersendiri (PT) atau menjadi Probis dari inovasi yang dimilikinya. "Kita sangat jaga sustainibility dari inovasi yang mereka buat. Saat ini sudah ada inovasi dari program digital Amoeba ditawarkan ke pelanggan walau skala masih kecil," katanya.

Menurutnya, salah satu manfaat dari adanya Digital Amoeba adalah karyawan TelkomGrup menjadi terbiasa melihat masalah secara "Helicopter View". "Karena didorong untuk berinovasi, tentu seseorang tak hanya memikirkan unitnya. Dia kan harus melihat dulu masalah di sekitarnya, mana yang potensi menjadi bisnis, cipatakan inovasi, baru buat model bisnis. Proses ini menjadikan komunikasi lintas sektor dan membuat karyawan kreatif," katanya.

Sedangkan tantangan dalam pengembangan program Amoeba adalah menjaga motivasi dan semangat dari peserta. "Ini kan yang dihadapi tetap saja karyawan. Motivasinya harus dijaga, misal dengan kepastian karir dan lainnya. Beda kalau startup, mereka gagal, biasanya langsung bangkit lagi, bikin baru lagi," pungkasnya.(ad)

Baca Juga:
Quote Of The Day
Herdy Harman
Rubrik ini diasuh oleh Ketua Umum Forum Human Capital Indonesia (FHCI) Herdy Rosadi Harman.

Herdy Rosadi Harman adalah Chief Human Capital Officer (CHCO) Telkom dari 2014 hingga sekarang.

Sebelumnya, Direktur Human Capital Management PT Telkomsel 2012-2014. Merupakan peraih dua magister, MBA dari Telkom University (1993) dan Master of Law American University, Washington, AS (1998).

Salah satu bukunya yang terkenal adalah Strongest by Best People: The Telkomsel Way & Transformasi Human Capital.

Pembaca bisa bertanya seputar pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di era transformasi digital melalui email ke alamat Redaksi@IndoTelko.com.

Pengasuh akan menjawab setiap email yang masuk melalui microsite ini

Jangan lupa cantumkan alamat sesuai KTP dan nomor telepon yang bisa dihubungi

More Stories