telkomsel halo

Dikabarkan Tersangka, Saham Indosat Mulai Meriang?

14:46:02 | 08 Jan 2013
Dikabarkan Tersangka, Saham Indosat Mulai Meriang?
Ilustrasi (Dok)
JAKARTA (indotelko) – Kabar PT Indosat Tbk (Indosat) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran penggunaan frekuensi 2.1 GHz oleh anak usahanya, IM2, sepertinya mulai berimbas pada pergerakan saham dari anak usaha Qatar Telecom (Qtel) itu.

Pada Senin (7/1), saham dengan kode ISAT ini dibuka di kisaran Rp 6.950, posisi ini bertahan hingga jelang siang. Namun jelang sore, saham Indosat turun menjadi Rp 6.850. Penurunan berlanjut hingga penutupan perdagangan di posisi Rp 6.650.
 
Dimintai tanggapannya, Kepala Riset  Trust Securities Reza Priyambada mengatakan, isu eksternal yang menimpa satu perseroan tentu memberikan dampak bagi pergerakan sahamnya.

Namun, hal ini bisa diminimalisir jika perseroan bisa menyakinkan pasar melalui aksi yang sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG).

“Itu yang dilakukan Telkom kala Telkomsel diterpa isu pailit. Manajemen Telkom mengirimkan sinyal ke pasar semua bisa diatasi,” katanya di Jakarta, Senin (7/1) sore.

Masih Normal
Menurut Reza, hal yang terjadi dengan saham Indosat pada Senin (7/1) masih normal dan tidak menunjukkan kepanikan pasar. “Saya lihat masih normal. Pasar itu lebih melihat kinerja fundamental dari perseroan setelah ada pernyataan resmi dari Indosat,” katanya.

Diprediksinya dalam beberapa waktu ke depan saham Indosat terus akan mengalami tekanan karena sahamnya dalam kondisi Overbought.

“Biasanya akan terjadi profit taking karena dari beberapa waktu lalu saham Indosat sudah menguat. Ini masih normal,” katanya.

Berbeda dengan Reza,  Analis dari Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Ahmad Sudjatmiko memprediksi saham Indosat akan menguat beberapa waktu mendatang karena  belum Overbought. “Saya justru melihat belum Overbought. Seharusnya bisa lebih menguat,” katanya.

Belum Hengkang
Miko menyakini investor strategis Indosat (Qtel) tidak akan hengkang walau anak usahanya terbelit masalah hukum.

“Ini berbeda dengan peristiwa beberapa tahun lalu kala Singapore Technologies Telemedia Pte (STT) sebagai pemegang saham strategis Indosat  diperiksa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena kepemilikan silang,” katanya.

Menurutnya, dalam kasus yang membelit IM2, posisi Indosat secara model bisnis dan hukum lebih kuat karena sudah sesuai dengan Undang-undang Telkomunikasi.

Berdasarkan catatan, pada 2007 lalu pemilik Indosat yang juga investor asing, Singapore Technologies Telemedia Pte (STT), juga tersandung kasus kepemilikan silang yang ditudingkan KPPU.

STT kala itu bereaksi dengan melepas 40% sahamnya ke Qtel pada medio Juni 2008. Qtel melakukan perjanjian pembelian tertanggal 6 Juni 2008 dengan STT untuk membayar tunai sebanyak  US$ 1,8 miliar atau Rp 16,740 triliun   dengan kurs Rp 9.300 per satu dollar AS.  

Sementara Reza mengatakan, masalah adanya investor yang ingin masuk ke Indosat tak tertutup peluangnya. “Investor itu kan sifatnya mencari celah peluang. Tak menutup kemungkinan jika peluang itu dimanfaatkan seandainya memungkinkan,” katanya.

Sebelumnya, tim penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Agung pada awal tahun  ini menetapkan  Indosat dan IM2 ikut bertanggung jawab secara korporasi dalam kasus dugaan penyalahgunaan jaringan 3G PT IM2.

Namun, President Director and CEO Indosat Alexander Rusli  mengaku belum  menerima informasi resmi terkait penetapan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran penggunaan frekuensi 2.1 GHz.

Kasus ini bermula dari laporan Lembaga swadaya masyarakat Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) yang mengadukan Indosat dan Indosat Mega Media (IM2) ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Perkara ini kemudian diambil alih oleh Kejaksaan Agung dengan pertimbangan dugaan lokasi terjadinya tindak pidana tidak hanya di Jawa Barat.

Hasil penyelidikan menyebutkan IM2 diduga tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan seluler bergerak pada frekuensi 2,1 GHz atau yang dikenal dengan 3G, sehingga IM2 tidak punya hak memanfaatkan jaringan 3G itu. Perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menyebut kerugian negara perkara ini mencapai Rp 1,3 triliun.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year