telkomsel halo

Menanti revolusi di burung biru

06:26:31 | 01 May 2022
Menanti revolusi di burung biru
Langkah mengejutkan dilakukan miliarder Elon Musk jelang tutup April 2021.

Pemilik Tesla ini berhasil membuat Dewan Direksi Twitter menyetujui tawarannya untuk menguasai platform yang memiliki logo burung biru itu senilai US$44 miliar (sekitar Rp633 triliun)  
Musk.

Pengalihan kepemilikan dianggap adalah jalan terbaik bagi pemegang saham Twitter di masa depan.

Perusahaan yang didirikan pada 2004 itu mengakhiri 2021 dengan pendapatan US$5 miliar (sekitar Rp71,9 triliun) dan 217 juta pengguna harian secara global. Twitter jarang menghasilkan keuntungan. Pertumbuhan penggunanya, khususnya di AS, juga melambat.

Pada kuartal I/2022, jumlah pengguna aktif harian (DAU) Twitter mencapai 229 juta, naik dari 199 juta pada periode yang sama setahun lalu. Tahun lalu, Twitter menargetkan pendapatan dobel dan pertumbuhan pengguna menjadi 315 juta pada 2023.

Pendapatan Twitter pada awal 2022 mencapai US$1,2 miliar, dibandingkan dengan rata-rata perkiraan analis di US$1,23 miliar.

Cepat
Rencana Musk membeli Twitter bergulir sangat cepat. Awal April lalu terungkap bahwa dia telah menjadi pemegang saham terbesar di Twitter dengan mengantongi 9,2% saham.

Musk kemudian diundang untuk bergabung ke Dewan Direksi Twitter, tapi dia menolak dan kemudian mengajukan tawaran kejutan pada 14 April lalu. Ketika itu dia berkata ingin membuka potensi Twitter sebagai benteng kebebasan berbicara.

Twitter mencoba menolak tawaran Musk. Mereka sempat mengancam akan mencairkan kepemilikan saham siapa pun yang membeli lebih dari 15% saham di perusahaan tersebut. Namun, sikap Twitter berubah setelah Musk mengungkapkan lebih banyak detail keuangan tentang tawaran yang diajukannya. Dewan Direksi Twitter dengan suara bulat menyetujui tawaran tersebut dan mengajukannya kepada pemegang saham yang kemudian akan melakukan pemungutan suara.

Musk dalam penawarannya ke Twitter disebut-sebut akan membuka "potensi luar biasa" dari platform media sosial itu. Revolusi yang ditawarkan diantaranya melonggarkan pembatasan konten memberantas akun palsu.

Isu akun palsu ini salah satu yang banyak disorot di Twitter. Salah satunya muncul salah perhitungan pelanggan aktif karena kesalahan teknis terkait dengan fitur koneksi antar-akun yang mereka rilis pada 2019. Fitur ini memberikan pengguna Twitter kemampuan untuk menghubungkan beberapa kaun milik mereka dalam satu antarmuka. Tujuannya, supaya mereka bisa berganti-ganti "identitas" dengan mudah.

Permasalahannya, akun yang dimiliki oleh satu orang tersebut, dihitung oleh Twitter sebagai pengguna aktif harian yang bisa dimonetisasi (mDAU) yang berbeda.

Hitungan mDAU adalah hasil kreasi Twitter, untuk menghitung jumlah pengguna di layanannya. Menurut mereka, ukuran mDAU lebih akurat karena merepresentasikan pengguna yang masuk log dan mengakses Twitter pada hari tertentu sehingga berpotensi terpapar iklan.

Dengan mDAU, menurut Twitter, pengiklan bisa punya gambaran lebih baik tentang berapa banyak pengguna Twitter yang bisa mereka sasar.

Kendala hitungan ganda baru diketahui Twitter pada kuartal terakhir setelah mereka melakukan penghitungan ulang. Temuannya, jumlah mDAU yang selama ini diumumkan 1,4 juta hingga 1,9 juta lebih banyak dari seharusnya.

Musk juga ingin mengubah Twitter tidak lagi mengandalkan iklan, melainkan memasang layanan berlangganan dan fitur menyunting cuitan yang sudah diterbitkan.

"Kebebasan berbicara adalah dasar dari implementasi demokrasi dan Twitter adalah alun-alun kota digital di mana hal-hal penting bagi masa depan umat manusia diperdebatkan," cuit Musk saat mengumumkan kesepakatannya dengan Twitter itu.

"Saya juga ingin membuat Twitter lebih baik dari era sebelumnya dengan membuat fitur baru, membuat algoritme open source untuk menggenjot kepercayaan, mengalahkan bot spam, dan mengautentikasi semua manusia. Twitter memiliki potensi luar biasa. Saya berharap dapat bekerja sama dengan Twitter dan komunitas penggunanya untuk membuka potensi tersebut," ujarnya.

Musk, yang memiliki lebih dari 80 juta pengikut di Twitter, memiliki sejarah kontroversial di platform yang dia beli itu.

Pada tahun 2018, regulator keuangan AS menuduh Musk mengunggah cuitan yang menyesatkan investor Tesla. Tuduhan itu diselesaikan dalam ganti rugi senilai US$40 juta (Rp575 miliar). Musk hingga kini juga masih menyangkal tuduhan itu.

Pada tahun 2019 Musk digugat melakukan pencemaran nama baik karena cuitannya menyebut seorang penyelam yang terlibat penyelamatan anak-anak sekolah di Thailand sebagai pelaku pedofilia.

Musk, yang dikenal sering berselisih dengan jurnalis dan memblokir kritik, menyebut Twitter sebagai forum debat.

"Saya berharap kritik terburuk saya tetap ada di Twitter, karena itulah arti kebebasan berbicara," tulisnya hanya beberapa jam sebelum kesepakatan diumumkan.

Isu Politik 

Kesepakatan pengambilalihan ini terjadi saat Twitter menghadapi semakin banyak tekanan dari para politikus dan regulator. Mereka selama ini mengeluhkan konten yang muncul di platform ini.

Twitter mendapat kritik dari kelompok kiri dan kanan atas upaya mereka menengahi informasi keliru.

Langkah Twitter yang paling disorot adalah saat mereka menutup akses mantan Presiden AS, Donald Trump, menggunakan media sosial ini.

Walau Trump barangkali merupakan salah satu pengguna Twitter yang paling memiliki kuasa, platform media sosial ini berani melarang Trump dengan alasan meredam risiko "hasutan kekerasan".

Saat peristiwa itu terjadi, Musk mengunggah cuitan dan berkata, "Banyak orang akan sangat tidak senang teknologi tinggi dari kawasan Pantai Barat AS secara tidak resmi menjadi penengah kebebasan berbicara."

Musk, orang terkaya di dunia menurut Forbes, memiliki kekayaan US$279 miliar. Dia mulai menumpuk kekayaannya sejak menjual Zip2 US$307 juta pada 1999 lalu mendirikan PayPal yang kemudian dijual ke eBay seharga US$1,5 miliar pada 2002.

Banyak pengamat menilai langkah berani Musk bukan tentang "ekonomi", melainkan tentang kekuasaan dan pengaruh. Dengan menguasai penuh, Musk akan melakukan kontrol total atas platform media itu.

Bahaya yang kini dihadapi Twitter adalah kebebasan berbicara tak terkekang di media sosial yang diibaratkan pedang bermata dua bagi tatanan kehidupan.

@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year