telkomsel halo

Telkom-Indosat Kaji Infrastructure Sharing di CDMA

16:18:04 | 17 Dec 2012
Telkom-Indosat Kaji Infrastructure Sharing di CDMA
Ilustrasi (Dok)
JAKARTA  (indotelko) – PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) bersama PT Indosat Tbk (Indosat) tengah terlibat diskusi serius untuk mengembangkan layanan berbasis teknologi  Code Division Multiple Access (CDMA) melalui infrastructure sharing.

 “Kita saat ini sedang berdiskusi dengan Telkom untuk mengembangkan teknologi CDMA di 800 MHz.    Kita sadar, jika hanya mengandalkan frekuensi yanga da sekarang, tak akan bisa berbuat apa-apa karena masing-masing hanya memiliki lebar pita 5 MH,” ungkap Presiden Direktur & CEO Indosat Alexander Rusli usai meluncurkan iPhone5 belum lama ini.

Menurut Alex, dengan hanya memiliki lebar pita 5 MHz, kedua perseroan susah mengembangkan kapasitas karena sumber daya alam yang dimiliki terbatas.  “Mau bermain Long Term Evolution (LTE) juga susah karena idealnya butuh 15 MHz,” jelasnya.

Menurutnya,  salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah menggabungkan infrastruktur yang dimiliki, dalma hal ini penggunaan frekuensi secara bersama-sama (infrastructure sharing).

“Nanti bisa saja Telkom-Indosat membentuk perusahaan patungan untuk mengelola sumber daya hasil infrastructure sharing itu. Setelah itu StarOne dan Flexi menyewa ke perusahaan patungan itu untuk berjualan. Jadi di level  operasional marketing tetap masing-masing,” katanya.

Dikatakannya,  guna mewujudkan hal ini yang dibutuhkan keduanya adalah regulasi dari pemerintah untuk memfasilitasi karena frequency sharing tak dikenal di industri telekomunikasi.

 Secara terpisah, DIrektur Utama Telkom Arief Yahya mengakui, secara alami konsolidasi antar pemain berbasis CDMA akan terjadi karena frekuensi yang dimiliki oleh masing-masing pelaku usaha terbatas.

“Membentuk perusahaan patungan untuk mengelola frekuensi bersama itu ide yang baik.  Sinergi di level operasional itu  bagus untuk industri,” katanya.

Dikatakan Arief, masalah nanti terjadi merger secara utuh itu hal lain untuk dikaji. “Jika bicara merger penuh tentu bicaranya usai step sharing frequency. Itu harus dilihat dulu value dari masing-masing pemain,” katanya.

Solusi

Sebelumnya, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono menyarankan para pemain yang mengandalkan teknologi CDMA  untuk merger saja karena teknologi obsolete dan vendor pindah jalur ke Long Term Evolution (LTE).

Langkah pertama yang diambil para pemain jika melakukan merger adalah  segera menyatukan jaringan  untuk mencegah kerugian yang  makin parah sekaligus untuk mendapatkan lebar pita bandwitdh   cukup untuk migrasi atau upgrade teknologi.

“Sambil mengamati di pita berapa LTE paling banyak dipakai di seluruh dunia sehingga  murah, bisa juga dikaji kemungkinan pita EGSM sudah ada yang 3G, dimana saat ini ditempati CDMA 850 MHz. Jadi, kerugian mereka bisa ditekan. Jika jaringan digabung, minimal Operational Expenditure (Opex) bisa ditekan 20 persen, ini akan menyehatkan semua pemain, karena pangsa pasarnya hanya 15 persen di industri,” katanya.

 Menurutnya, jika para operator enggan untuk melakukan merger massal, maka  cukup bersepakat mengembalikan lisensi jaringan seluler atau Fixed Wireless Access (FWA), lalu bentuk satu operator baru yang menjadi milik bersama. Setelah itu  pemerintah mengalokasikan frekuensi selebar  10 atau 12.5 MHz  dipakai bersama dengan bendera masing-masing sebagai merek dagang.

Kondisi Telkom Flexi dan Indosat StarOne memang tidak menggembirakan. Telkom diketahui tengah  berusaha   mentransformasi unit usaha yang bergerak di jasa Fixed Wireless Access (FWA) itu menjadi wireless broadband dengan  brand Indonesia WiFi atau @wifi.id.

Saat ini Flexi memiliki sekitar 15 juta pelanggan  dan membidik di akhir tahun menjadi  17 juta pelanggan.  

Berdasarkan info memo di situs resmi Telkom, hingga sembilan bulan pertama 2012, pelanggan Flexi mencapai 16.8 juta pengguna atau turun 7,2% dibandingkan periode sama 2011 sebesar 18,085 juta pengguna.

Sedangkan pendapatan suara Flexi turun 7.5% atau sebesar Rp  24 miliar  dipicu penurunan penggunaan dari produknya.

StarOne lebih miris lagi. StarOne di Indosat masuk dalam jajaran jasa telepon tetap dimana memiliki omzet selama semester I-2012 hanya  Rp 119,7 miliar.

 StarOne terus kehilangan pelanggan secara konsisten. Pada semester I-2011 tercatat 351 ribu nomor, di semester I-2012 menjadi 211 ribu nomor atau turun 39.7%.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year