telkomsel halo

Kalah di Arbitrase, Kemenhan harus bayar Avanti US$ 20,075 juta

06:24:00 | 11 Jun 2018
Kalah di Arbitrase, Kemenhan harus bayar Avanti US$ 20,075 juta
JAKARTA (IndoTelko) - Avanti Communications Limited (Avanti) mengumumkan bahwa sidang arbitrase yang dijalaninya dengan Kementrian Pertahanan (Kemenhan) Indonesia berhasil dimenangkan operator satelit itu.

Dalam situs resminya (7/6) dinyatakan, proses arbitrasi dimulai pada 9 Agustus 2017 dibawah London Court of International Arbitration Rules 2014 melawan Kemenhan terkait pembayaran untuk sewa satelit ARTEMIS miliknya.

Pada 6 Juni 2018, pengadilan arbitrase memutuskan Kemenhan harus membayar Avanti US$ 20,075 juta dengan batas waktu 31 Juli 2018.

Asal diketahui, Avanti menempatkan Satelit Artemis pada Slot Orbit 123 derajat BT terhitung mulai 12 November 2016 guna mencegah hilangnya hak spektrum L-band pada slot orbit 123 derajat timur.

Sebelumnya slot tersebut ditempati oleh satelit Indonesia, Garuda-1 yang sudah mengorbit selama 15 tahun. Pada 2015, Satelit Garuda-1 sudah tidak mengorbit lagi.

Indonesia sebenarnya sudah siap membayar US$30 juta ke Avanti, untuk biaya relokasi dan sewa satelit. Namun belakangan Indonesia berhenti setelah membayar ke Avanti sebesar US$13,2 juta.

Lantaran tak ada kejelasan, pada Agustus tahun lalu, Avanti menggugat Indonesia ke arbitrase. Pada November tahun lalu, Avanti kemudian mematikan satelit Artemis.

Kemenhan sendiri menyatakan kontrak sewa satelit floater (satelit sementara pengisi orbit) dengan Avanti Communications Ltd dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sejak satelit Garuda dinyatakan keluar dari orbit itu pada 15 Januari 2015.

Langkah itu pada dasarnya diambil berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas yang dilaksanakan 4 Desember 2015 yang telah memerintahkan agar Slot Orbit 123 derajat BT tersebut diselamatkan untuk kemudian dikelola oleh Indonesia. (Baca: Penyelamatan slot orbit)

Berdasarkan ketentuan International Communication Union Pasal 11.49, apabila suatu negara tidak dapat mengisi kekosongan orbit tersebut dalam waktu tiga tahun, maka hak negara pemilik yakni hak terhadap slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Kala kasus ini mulai menyeruak ke publik, Komisi I DPR menilai pemerintah wajib mengisi slot tersebut karena tepat berada di atas Indonesia. Jika tidak segera diisi, Indonesia bisa saja mengalami kerugian secara bisnis dan bahkan pencurian data oleh negara lain. (Baca: Satelit militer)

Bahkan, kala itu Komisi I akan membentuk panitia kerja dengan kementerian terkait, dalam rangka pemanfaatan orbit satelit di atas Indonesia.

Dalam catatan, Indonesia akan meluncurkan satelit komunikasi militer buatan konsorsium Eropa Airbus Defence and Space pada 2019. Airbus ditunjuk Kementerian Pertahanan Republik Indonesia menggarap satelit militer itu setelah memenangi tender yang juga diikuti oleh Orbital Sciences Corporation asal Amerika Serikat, Loral Space & Communications asal AS, serta satu perusahaan satelit asal Rusia.

Anggaran yang diajukan untuk proyek satelit ini senilai US$849,3 juta. Anggaran itu telah disetujui oleh Komisi Pertahanan DPR, dengan pembiayaan berskema tahun jamak selama lima tahun.

Jika telah diluncurkan pada 2019, satelit militer itu akan ditempatkan pada koordinat 123 Bujur Timur.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year