Wall Street waspada kala Bitcoin terguncang

06:01:00 | 27 Aug 2025
Wall Street waspada kala Bitcoin terguncang
JAKARTA (IndoTelko) - Harga Bitcoin kembali tertekan, sementara pasar saham Amerika Serikat (AS) cenderung stabil. Harga Bitcoin tercatat di sekitar $109.700, melemah hampir 5% dalam 24 jam terakhir pada Selasa pagi (26/8). Penurunan tajam ini menambah tekanan setelah reli yang sempat membawa Bitcoin ke level harga tertingginya di atas $123.000 14 Agustus lalu.

Kemudian, harga Ethereum merosot lebih tajam dan diperdagangkan di area $4.400 setelah mencetak rekor harga tertinggi baru melampaui level $5.000 di beberapa bursa perdagangan pada 25 Agustus.

Sementara, pasar saham AS relatif stabil namun juga penuh kewaspadaan. Indeks S&P 500 ditutup di USD 6.439,32 turun 0,43%. Dow Jones melemah 0,77% ke USD 45282,47, sementara Nasdaq terkoreksi tipis 0,22% berkat dorongan saham big tech.

Diungkapkan Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin, pihaknya menilai situasi ini mengindikasikan meningkatnya kehati-hatian investor, menjelang rilis data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) Index AS bulan Juli 2025 akhir pekan ini. Data inflasi ini menjadi sorotan karena merupakan indikator inflasi acuan Federal Reserve (The Fed), yang akan sangat menentukan arah kebijakan suku bunga ke depan.

“Pasar kripto saat ini tengah berada pada mode menunggu (wait and see). Inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi bisa menjadi katalis kuat untuk reli baru, dengan target jangka pendek di kisaran $120.000 atau jika terjadi breakout dari All-Time-High sebelumnya, terdapat potensi lonjakan hingga $136.000. Namun, jika data PCE justru menunjukkan tekanan inflasi masih tinggi, Bitcoin berpotensi terkoreksi lebih dalam ke zona support $100.000 103.000, yang kini dianggap sebagai benteng bawah selanjutnya pasca tertembusnya level $112.000,” jelasnya.

Meskipun demikian, proyeksi secara jangka panjang tetap bullish. “Terlepas dari rilis data PCE kali ini menjadi ujian penting yang menentukan arah jangka pendek Bitcoin, tren pelonggaran kebijakan ekonomi cepat atau lambat akan terjadi yang dapat mengalirkan likuiditas pada skala yang lebih besar ke pasar kripto. Meskipun reli bullish Bitcoin tidak harus diiringi dengan kebijakan pelonggaran ekonomi AS, mempertimbangkan kondisi dan skala pasar kripto saat ini serta meningkatnya pengaruh AS di pasar membuat dorongan positif tersebut cukup diperlukan,” imbuhnya.

Optimisme investor masih kuat, didorong ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada September 2025 setelah menahan level suku bunga selama sembilan bulan.

Fahmi menambahkan, perkiraan probabilitas pemangkasan sejauh ini masih bertahan di atas 85% menurut CME FedWatch. Bahkan, lembaga keuangan Jefferies baru saja menaikkan target akhir tahun S&P 500 menjadi 6.600 poin, mencerminkan keyakinan terhadap fundamental laba korporasi yang solid. "Namun, bayang-bayang potensi kenaikan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan masih membayangi,” katanya.

Data inflasi PCE Juli 2025 yang akan dirilis akhir pekan ini diperkirakan naik 0,20,3 persen secara bulanan. “Angka ini, bila sesuai ekspektasi, bisa cukup meyakinkan The Fed untukmemulai penurunan suku bunga secara bertahap. Jika inflasi lebih rendah dari perkiraan Bitcoin berpotensi rebound tajam, dan Wall Street bisa melanjutkan reli ke rekor tertinggi baru. Jika inflasi ternyata lebih tinggi, pasar bisa tertekan. Bitcoin rentan kembali ke level $100.000, sementara indeks saham AS bisa mengalami koreksi singkat,” tambahnya.

Baik pasar kripto maupun saham saat ini sama-sama menahan nafas, menunggu data inflasi PCE sebagai pemicu pergerakan besar berikutnya. Bitcoin menghadapi potensi koreksi ke level psikologis $100.000, sementara sentimen Wall Street saat ini masih dominan pada harapan pemangkasan suku bunga untuk menjaga tren bullish.

Dijelaskan Fahmi, untuk mengoptimalkan situasi saat ini, investor dapat untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam mengambil posisi besar sebelum rilis data PCE tersebut, sambil tetap memantau sentimen global yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan moneter AS.

"Strategi berinvestasi rutin atau Dollar-Cost-Averaging dapat menjadi alternatif yang menarik khususnya bagi investor pemula. Selain itu, berinvestasi di produk seperti index fund yang memiliki eksposur di beberapa aset dapat mempermudah diversifikasi di tengah situasi pasar yang penuh ketidakpastian,” katanya.

Dalam melakukan DCA, investor dapat mengoptimalkan fitur yang memudahkan berinvestasi ke aset kripto dan Saham AS potensial. Ia mencontohkan di fitur Packs di Reku, investor bisa berinvestasi pada kumpulan portofolio terkurasi di Crypto dan Saham AS. Investor juga dapat memilih Packs berdasarkan profil risiko, dilakukan dalam sekali swipe dan portofolio diatur otomatis dengan fitur Rebalancing.

"Seperti diantaranya, investor dengan profil risiko konservatif dapat berinvestasi di Max Diversification Fund yang berisikan kumpulan ETF Saham AS, sementara investor dengan profil risiko moderat dapat memilih Packs Top Tier Hedge Funds, dan bagi investor dengan profil risiko agresif bisa memilih Packs crypto blue chip. Dengan begitu, strategi DCA yang dilakukan dapat lebih mudah, praktis, dan optimal,” jelasnya. (mas)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait