Ini manfaat Big Data bagi Bank Indonesia

11:46:55 | 10 Aug 2017
Ini manfaat Big Data bagi Bank Indonesia
Ilustrasi
JAKARTA (IndoTelko) - Bank Indonesia (BI) dalam beberapa tahun terakhir juga sudah mulai memanfaatkan Big Data guna mendukung proses pengambilan keputusan.

“Pemanfaatan Big Data di Bank Indonesia dimulai pada bulan Oktober 2014, sejalan dengan dicanangkannya Program Transformasi Menuju Bank Indonesia 2024,” ungkap Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo kala memberikan sambutan dalam seminar “Globalisasi Digital: Optimalisasi Pemanfaatan Big Data untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi”, seperti disiarkan di laman resmi BI (9/8).

Dijelaskannya, salah satu tema transformasi tersebut adalah state of the art technology, yang pada intinya adalah mendorong Bank Indonesia untuk memanfaatkan teknologi dan pendekatan mutakhir yang akan membantu Bank Indonesia dalam mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien.

Secara khusus, pemanfaatan Big Data di Bank Indonesia diharapkan dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor Moneter, Pasar Keuangan, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SP-PUR).

Melalui pengamatan yang mendalam, manfaat Big Data bagi Bank Indonesia setidaknya akan diperoleh dari beberapa area sebagai berikut:
 
Pertama, tersedianya indikator-indikator baru secara lebih cepat dan lebih sering (high frequency) untuk mengatasi isu data lag yang seringkali dihadapi dalam perumusan kebijakan.

Kedua, keterkaitan antar pelaku keuangan (termasuk di dalamnya bank, lembaga keuangan non bank, maupun korporasi) dapat dipetakan secara lebih baik melalui penguatan network analytics guna memitigasi risiko sistemik.

Ketiga, persepsi publik atas kebijakan Bank Indonesia dapat dipantau secara lebih akurat melalui sentiment analysis guna perbaikan strategi komunikasi kebijakan Bank Indonesia.

“Kami merumuskan pengembangan Big Data di Bank Indonesia menjadi tiga fase, yaitu establishing foundation 2015-2018,  empowering 2019-2021 dan  executing innovative use 2022 – dst,” katanya.

Dalam proses membangun pondasi yang kokoh untuk pemanfaatan Big Data, Bank Indonesia telah melaksanakan sejumlah pilot projects yang menghasilkan sejumlah indikator baru yang bersumber dari berbagai portal online, seperti indeks job vacancy dan indeks harga properti.

Selain itu, Big Data analytics mulai digunakan secara rutin sebagai bagian dari asesmen framework pengawasan sistem pembayaran. Untuk mendukung itu semua, terus dibangun kapabilitas baru untuk mengolah dan menganalisis Big Data.

“Pada fase terakhir (mulai 2022), pemanfaatan Big Data di Bank Indonesia diharapkan telah bersifat real time sehingga dapat mendukung terciptanya inovasi penyediaan data/indikator baru dengan memanfaatkan sumber data yang lebih bervariasi sehingga dapat mendukung proses pengambilan keputusan yang berkualitas tinggi,” jelasnya.

Tantangan
Menurutnya,  secara umum terdapat 3 tantangan utama yang dihadapi dalam pemanfaatan Big Data.

Pertama, ketersediaan dan akses terhadap sumber data. Ketersediaan akses data secara real-time merupakan basis bagi perumusan kebijakan yang mampu menjawab situasi terkini.

Di sisi lain, aksesibilitas data juga sering berbenturan dengan aspek kerahasiaan data. Oleh karena itu, perlu dibangun sebuah mekanisme yang dapat menjembatani kepentingan pemilik data agar bersedia untuk sharing data tanpa menimbulkan kekuatiran akan aspek kerahasiaannya.

Tantangan kedua adalah kualitas data. Salah satu karakteristik Big Data yaitu veracity (keyakinan akan kebenaran data), mengingat informasi yang terkandung dalam Big Data adalah data mentah yang masih banyak mengandung “noise”. Proses data cleansing dengan demikian menjadi hal yang kritikal guna memastikan data yang diperoleh bernilai untuk dianalisis lebih lanjut.
 
Tantangan selanjutnya adalah keterbatasan SDM dengan kualifikasi data scientist. Revolusi digital ternyata belum diimbangi dengan kecukupan keluaran perguruan tinggi yang memiliki keahlian memroses Big Data. Untuk itu, diperlukan kolaborasi erat dengan dunia akademisi agar kapabilitas Big Data dapat juga dibangun secara bertahap di internal institusi.

“Kami meyakini bahwa revolusi digital yang tengah berlangsung ini, apabila dapat dimanfaatkan dengan baik, akan mampu membawa Indonesia pada lintasan pertumbuhan ekonomi sekitar 7% per tahun,” katanya.

Mengutip World Bank (2016) menggambarkan hal ini dengan menggunakan terminologi digital dividens, dimana digitalisasi perekonomian diyakini mampu memberikan terobosan dalam bentuk peningkatan efisiensi di berbagai sektor ekonomi yang lahir dari target maupun keputusan-keputusan bisnis yang lebih akurat, mendorong terciptanya inovasi-inovasi baru, sembari menciptakan ekosistem perekonomian yang lebih inklusif.

Kesemuanya ini pada akhirnya akan meningkatan produktivitas perekonomian secara signifikan, yang pada gilirannya akan membawa perekonomian kepada lintasan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkesinambungan, yang diiringi dengan peningkatan kesempatan kerja dan pelayanan publik yang lebih baik.

Asal tahu saja, saat ini, dunia berada pada era revolusi digital, dengan aktivitas dan layanan digital yang telah menyentuh seluruh sendi kehidupan. Meluasnya berbagai aktivitas berbasis digital tersebut telah menciptakan data yang berjumlah sangat besar, bervariasi dan dihasilkan secara sangat cepat (real time), atau yang dikenal sebagai Big Data. Data yang sangat besar tersebut menyimpan begitu banyak informasi dan pengetahuan yang apabila dapat diolah dengan baik, dapat memberikan manfaat yang luar biasa.

Terdapat 3 faktor utama pendorong gelombang revolusi digital. Pertama, perkembangan telepon seluler. Kedua, Internet of Things (IoT). Ketiga, Big Data yang didukung oleh kemampuan komputer melakukan analisis yang kompleks (advance analytics).

Di 2016, lalu lintas internet global setidaknya telah mencapai 1,2 zetabyte atau 1,2 triliun gigabytes,yang terutama dipicu oleh peningkatan tren penggunaan media sosial melalui perangkat gawai (gadget). Pada 2013 saja terdapat setidaknya 1,85 miliar pengguna aktif media sosial, yang kemudian meningkat menjadi 2,8 miliar pada 2016.

Ketiga faktor diatas merupakan bagian dari fenomena terobosan teknologi yang dikenal dengan nama disruptive technologies. Fenomena ini menggambarkan bagaimana terobosan teknologi mampu merubah banyak hal dalam kehidupan masyarakat.

Munculnya berbagai aplikasi sosial media misalnya, telah menyebabkan perubahan dalam cara manusia berinteraksi, eCommerce telah menggeser preferensi masyarakat dari berbelanja di pusat perbelanjaan menjadi belanja secara online, teknologi cloud computing telah merubah metode penyimpanan data secara konvensional, dan lain sebagainya. Secara bersama-sama, disruptive technologies inilah yang menjadi motor penggerak utama bergulirnya revolusi digital secara global.

Revolusi digital yang memicu aktivitas berbasis digital yang makin meluas telah menciptakan ledakan informasi maupun banjir data. Selain jumlahnya yang sangat besar dan dihasilkan dengan sangat cepat, variasi data yang tercipta juga sangat beragam, sehingga Big Data memiliki karakteristik yang dikenal dengan 3V, yaitu : volume, variety, dan velocity. Karakteristik ini kemudian berkembang menjadi 5V, dengan tambahan value dan veracity (keyakinan terhadap kebenaran data).

Data yang berjumlah sangat besar ini sayangnya masih sangat sedikit yang telah termanfaatkan.

Studi oleh IBM menunjukkan bahwa 80% dari semua data di dunia baik yang berupa teks, gambar, video ataupun suara, belum dapat dimanfaatkan, terutama karena sifatnya yang tidak terstruktur. Di sisi lain, disadari bahwa data yang sangat besar tersebut sesungguhnya menyimpan begitu banyak informasi dan pengetahuan yang lebih dalam, yang apabila diolah dengan baik, dapat memberikan manfaat yang luar biasa.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait