Kementrian Perhubungan (Kemenhub) baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 12 tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Aturan ini dikenal juga sebagai regulasi untuk ojek online atau ojol dan kendaraan roda dua yang digunakan sebagai alat transportasi.
Keluarnya aturan ini menandakan babak baru bagi bisnis Ojol di Indonesia yang akhirnya resmi memiliki regulasi.
PM 12/2019 ini mengatur seputar persyaratan teknis dan cara pengemudi dapat mengendarakan kendaraan dengan berkeselamatan.
Isu keselamatan, kemitraan, suspend, dan biaya jasa adalah poin-poin yang menjadi isi utama dalam PM 12/2019. Itu semua dirangkum dalam 21 pasal.
Misalnya, dalam pasal 8, pemenuhan aspek keteraturan paling sedikit harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Pengemudi harus berhenti, parkir, menaikkan, dan menurunkan Penumpang di tempat yang aman dan tidak mengganggu kelancaran lalu lintas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Bagi penggunaan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan aplikasi berbasis teknologi informasi, shelter harus disediakan oleh Perusahaan Aplikasi seperti Go-Jek hingga Grab.
c. Perusahaan Aplikasi harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap mitra Pengemudi terkait kepatuhan dan keselamatan berlalu lintas.
Tarif
Mengenai biaya jasa akan terbagi 2 yakni biaya langsung dan biaya tak langsung dengan memperhatikan sisi ekonomi, sosial, dan budaya.
Isu tarif ini belum dituangkan dalam Peraturan Menteri karena masih ada perdebatan antara pemangku kepentingan. Kabarnya, akan dikeluarkan Surat keputusan Menteri mengatur hal ini nantinya. Para stakeholder cenderung menerima kebijakan tarif flat di 3-5 km perjalanan pertama.
Pengaturan biaya jasa ini nantinya akan menggunakan sistem tarif batas bawah dan batas atas. Perlu adanya tarif batas atas agar konsumen atau masyarakat dapat terlindungi dari tarif yang dapat dinaikkan dengan semena-mena.
Sejauh ini, Kemhub menilai tarif ideal yang mungkin ditetapkan berada di kisaran Rp2 ribu - Rp 2.100 per kilometer (km). Sementara masukan dari pengemudi sekitar Rp 2.400 per km. Sedangkan aplikator meminta tarif Rp 1.600 per km.
Rata-rata para pihak menerima ketentuan tarif jarak dekat, misalnya di bawah 5 km dipatok angka Rp 10.000.
Berdampak
Mengutip riset yang dikeluarkan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI)bertajuk “Dampak GOJEK terhadap Perekonomian Indonesia pada Tahun 2018” Mitra pengemudi GO-RIDE menyumbang Rp 16,5 triliun bagi perekonomian bangsa.
Dalam riset ini dinyatakan GOJEK sebagai salah satu aplikator ride-hailing membawa tiga manfaat utama yang dirasakan para mitra pengemudi yakni bisa mengatur waktu kerja, bisa membiayai keluarga, dan memiliki waktu lebih bersama keluarga.
Para mitra yang menjadi GO-RIDE mengaku naik pendapatannya kala menjalani profesi tersebut. Rata-rata pendapatan mitra GO-RIDE di Jabodetabek per bulan berkisar di Rp4,9 juta dan di laur Jabodetabek Rp3,8 juta. Penghasilan rata- rata mitra pengemudi meningkat 45% setelah bergabung dengan GOJEK.
Fakta lainnya, 75% mitra pengemudi berusia 21-40 tahun. 86% mitra pengemudi memiliki tingkat pendidikan SMA ke bawah. 14% mitra pengemudi merupakan lulusan Perguruan Tinggi/ Sekolah Tinggi. 30% mitra pengemudi sebelumnya menjadi karyawan di sektor swasta. 14% mitra pengemudi memiliki tanggungan.
Berikutnya, 86% mitra GO-RIDE merasa peraturan hubungan perjanjian kemitraan dengan GOJEK secara umum cukup adil. 83% mitra GO-RIDE merasa kesempatan untuk bernegosiasi dengan manajemen GOJEK cukup adil. 83% mitra GO-RIDE merasa kesempatan untuk berdialog dengan manajemen GOJEK cukup adil.
Nah, kalau begini akankah pembahasan soal tarif akan berlangsung lancar? Rasanya tidak, diskusi penetapan tentang tarif sepertinya akan menjadi perdebatan seru dalam beberapa minggu mendatang.
Isu ini juga menjadi pertaruhan dari "marwah" PM 12/2019. Tanpa ada pengaturan soal tarif, maka aturan ini ibarat motor tanpa bensin.
@IndoTelko