OpenSignal baru saja mengeluarkan laporan tentang kondisi terkini dari layanan 4G di Indonesia untuk periode 1 Februari hingga 1 Mei 2018.
Dalam laporan "State of mobile network:Indonesia" terungkap OpenSignal melakukan penelitian di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, dan Semarang menggunakan lebih dari 11 miliar hasil pengujian yang dikumpulkan dari 1,2 juta pengguna, lembaga ini membandingkan pengalaman 3G dan 4G yang ditawarkan oleh lima operator nasional di Indonesia.
Hasilnya, empat dari lima operator Indonesia menunjukkan peningkatan dalam metrik ketersediaan 4G sejak laporan terakhir yang dikeluarkan OpenSignal. Satu-satunya pengecualian adalah Telkomsel yang menunjukkan skor ketersediaannya tetap sedikit di bawah 70%. (
Baca: Laporan OpenSIgnal)
Telkomsel memenangkan penghargaan kecepatan pengunduhan dan pengunggahan 4G OpenSignal, rata-rata 12,9 Mbps dan 7,3 Mbps untuk masing-masing kategori.
Meski begitu, dalam pengunduhan 4G, Smartfren telah melakukan lonjakan besar. Kecepatan rata-rata layanan LTE operator ini meningkat 44% menjadi 9,8 Mbps dalam pengukuran, melonjak melewati XL ke urutan dua.
Telkomsel sebenarnya memenangkan lima dari tujuh kategori yang dinilai dari laporan ini, seringkali dengan selisih yang lebar. Namun, Smartfren terlihat menjadi pesaing kuat bagi Telkomsel untuk 4G setelah sepenuhnya keluar dari kepompong 3G.
Tak Bergerak
Jika dilihat dari sisi kecepatan, sebenarnya dalam skema global, semua operator Indonesia masih jauh di bawah rata-rata pengunduhan 4G global yaitu 16,9 Mbps.
Bahkan jika ditarik ke belakang, dari laporan sejenis yang dikeluarkan OpenSignal pada Februari 2018, kecepatan 4G di Indonesia dalam periode Oktober - Desember 2017 rata-rata 8.92 Mbps. (
Baca:
Opensignal)
Indonesia berada di posisi nomor tiga terbawah dari total 88 negara yang disurvei. Posisi Indonesia hanya lebih baik dari India (6.07 Mbps) dan Algeria (8.65 Mbps).
Dalam periode Juni 2017, kecepatan rata-rata akses 4G di Indonesia sekitar 7,71 Mbps. Angka ini membaik dibandingkan dengan laporan yang dikeluarkan pada Februari 2017 yang mencatat kecepatan hanya 4,72 Mbps secara rerata.
(Baca: Laporan OpenSignal)
Dilirik ke belakang lagi, posisi Indonesia untuk periode Juni 2017 berada di nomor tiga paling buncit dari 72 negara yang diriset. Indonesia hanya lebih baik soal kecepatan dari India dan Kosta Rika (5,14 Mbps).
Kesimpulannya, sejak empat tahun lalu 4G digelar secara massal oleh operator seluler di Indonesia, sebenarnya belum ada kemajuan berarti dari sisi kualitas layanan mengakses data bagi konsumen seperti yang digembar-gemborkan operator atau regulator.
Apakah ini artinya operator tak serius menggelar 4G? Tidak juga, sebagai entitas bisnis hal yang wajar operator menjaga investasi yang dikeluarkan harus berdampak positif ke kinerja keuangan. Kondisi jaringan di Indonesia yang masih mengelola 2G dan 3G tentu harus membuat operator hati-hati dalam melakukan ekspansi karena tak mau mengulangi kesalahan seperti teknologi 3G di masa lalu mengingat era 5G sudah di depan mata.
Akhir kata, meskipun hasil riset dari OpenSignal ini menjadi perdebatan di kalangan pelaku seluler, tetapi ada baiknya diambil sisi positifnya oleh semua pihak.
Mengakui 4G di Indonesia belum matang adalah hal yang bijaksana bagi semua pihak, sehingga wajar rasanya tak terburu-buru melompat ke 5G hanya demi mengejar gengsi di mata global.
@IndoTelko