telkomsel halo

Jerih payah BAKTI Kominfo membangun BTS di daerah terpencil

12:14:05 | 14 Apr 2022
Jerih payah BAKTI Kominfo membangun BTS di daerah terpencil
JAKARTA (IndoTelko) – Base Transceiver Station (BTS) atau stasiun pemancar merupakan salah satu infrastruktur telekomunikasi yang berperan penting dalam menerima dan mengirim sinyal radio ke telepon rumah, telepon seluler dan gawai telekomunikasi lainnya. Tanpa adanya BTS, maka bisa dipastikan wilayah yang tidak menerima pancaran sinyal tersebut tidak bisa menikmati layanan telekomunikasi atau disebut blankspot.
 
Per September 2021, jumlah blankspot di Indonesia menurut catatan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo) ada sebanyak 12.548 titik. Sebagian besar titik blankspot berada di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T) Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.519 titik berada di Papua. 
 
“BAKTI Kominfo mendapat mandat dari pemerintah untuk membangun 7.904 BTS di daerah 3T yang terbagi dalam 5 paket pekerjaan. Dengan rincian 4.200 BTS selesai dibangun pada 2021 dan 3.704 BTS sisanya dibangun pada 2022,” ujar Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Latif. 
 
Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo pada 3 Agustus 2020 mengenai penyelesaian persoalan infrastruktur dengan percepatan transformasi digital. Sehingga program pemerataan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di wilayah 3T adalah program kerja utama BAKTI Kominfo dan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. 
 
Namun, meskipun proyek BTS di wilayah 3T dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pada kenyataannya di lapangan proses pembangunannya bukanlah hal yang mudah. Anang Latif menyebutkan dari target 4.200 titik BTS yang harus dibangun pada 2021, BAKTI Kominfo dan operator seluler yang menjadi mitra Kerja Sama Operasional (KSO) pembangunan BTS telah menyelesaikan pembangunan sekitar 60-70 persen titik per Desember 2021 lalu.
 
Lantas, apa saja kendala yang dihadapi para teknisi BTS di lapangan? Berikut beberapa diantaranya:
 
1. Pandemi COVID-19
Salah satu hambatan yang dihadapi dalam pembangunan BTS 4G di ribuan titik tersebut adalah pandemi COVID-19 yang sempat memuncak pada pertengahan 2021. 
 
"Kita tidak bisa ingkari, pandemi membuat proses produksi terkendala. Baik (komponen) di dalam negeri maupun yang diproduksi di luar negeri," ujar Menkominfo Johnny G. Plate usai mengumumkan pemenang pemilihan mitra kerja sama program penyediaan layanan seluler 4G di 7.904 BTS BAKTI Kominfo pada Senin, 27 September 2021 lalu.
 
Bukan hanya kendala ketersediaan komponen, Menkominfo menyebut kebijakan pembatasan perjalanan dan PPKM selama pandemi juga berpengaruh pada pendistribusian barang-barang yang dibutuhkan untuk membangun BTS di daerah terpencil.
 
“Sebagian tim kami juga terpapar sehingga pekerjaan tentunya ada terhenti,” ujar Anang Latif menambahkan.
 
2. Tidak Ada Jalan
Hambatan lainnya adalah kondisi geografis di daerah 3T yang terjal dan sulit dijangkau. Bahkan masih cukup banyak daerah lokasi pembangunan BTS yang tidak memiliki infrastruktur dasar berupa jalan maupun listrik.
 
Marketing and Solution Director Lintasarta, Ginandjar Alibasjah yang perusahaannya menjadi salah satu kontraktor pembangunan BTS menceritakan pengalaman timnya membawa peralatan ke lokasi dengan penuh perjuangan. 
 
“Terkadang alat yang diperlukan harus dikirim menggunakan pesawat terbang. Namun, karena besarnya alat, harus dilakukan dua, tiga kali penerbangan. Atau karena akses jalan masih belum bagus, peralatan yang diperlukan ditarik menggunakan kerbau,” ungkap Ginandjar saat menjadi pembicara webinar “Konektivitas Telekomunikasi dalam Membangun Roadmap Indonesia Digital”, Selasa, 27 Juni 2020.
 
Saat masih menjabat sebagai Direktur Teknologi XL Axiata di medio 2019 lalu, Yessie D. Yosetya juga mengungkapkan betapa keterbatasan transportasi menjadi tantangan yang cukup rumit dalam membangun BTS.
 
“Membangun BTS di pelosok Kalimantan hanya dapat dijangkau dengan sampan. Bawa equipment sampai ton-tonan dengan sampan, lalu selama 7 hari out of nowhere teknisi meng-install BTS. Semua harus dipastikan sekali pasang, jadi tim kami tidak harus datang lagi ke sana untuk ngecek,” ujar Yessie.
 
3. Kendala Lahan
Untuk membangun sebuah BTS, setidaknya diperlukan lahan seluas minimal 20x20 meter. Bisa dibayangkan berapa besar dana yang harus dikeluarkan BAKTI Kominfo jika harus mengakuisisi lahan di ribuan lokasi pembangunan BTS tersebut seperti metode yang biasa dilakukan operator telekomunikasi.
 
Untuk menyiasatinya, Anang Latif menjelaskan BAKTI Kominfo merangkul Pemerintah Daerah (Pemda) yang wilayahnya akan dibangun BTS untuk menyediakan lahan yang dibutuhkan. 
 
“Terobosan yang kami lakukan adalah membuat perjanjian pinjam pakai lahan pembangunan BTS dengan Pemda. Jadi lahannya tetap milik Pemda tetapi ada aset pemerintah pusat yang akan beroperasi di sana mungkin lebih dari 10 tahun,”jelasnya.
 
Cukup dengan menyediakan lahan sekaligus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di lokasi yang disepakati, Anang Latif menyebut Pemda sangat antusias karena ingin jaringan telekomunikasi dapat segera hadir di desa-desa yang sebelumnya berstatus blankspot.
 
4. Bahan Bakar Minyak (BBM) Langka
Untuk dapat beroperasi, BTS membutuhkan pasokan listrik yang kontinu. Permasalahan muncul apabila di lokasi BTS tersebut belum tersedia jaringan listrik dari PLN. Tentu saja dibutuhkan biaya tambahan untuk membeli dan membawa Bahan Bakar Minyak (BBM) generator listrik BTS.
 
“Oleh karena itu 100 persen BTS yang dibangun 2021-2022 ini listriknya dihasilkan dari panel surya,” kata Anang Latif.
 
Pemilihan panel surya untuk sumber energi berkelanjutan BTS di kawasan 3T merupakan hal yang tepat. Sebab energi listrik berlebih yang dihasilkan dapat tertampung dalam baterai.
 
5. Gangguan Keamanan Pekerja
Tidak hanya kendala geografis dan teknis, proses pembangunan BTS juga harus dihadapkan dengan gangguan keamanan terhadap para pekerja. Dalam sebuah webinar pada Desember tahun lalu, Kepala Divisi Infrastruktur Lastmile Backhaul BAKTI Kominfo, Feriandi Mirza mengatakan tim pembangunan BTS di Papua dan Papua Barat harus meminta pengawalan TNI dan Polri untuk bisa bekerja. Mengingat di lokasi tertentu, kerap terjadi gangguan keamanan.
 
“Apabila ada ancaman, pihak TNI maupun Polri akan memberi peringatan untuk menunda pekerjaan pembangunan. Hal itu akan dipatuhi oleh tim yang bertugas di lapangan. Kita tidak bisa mengorbankan keamanan dan keselamatan pekerja,”ujar Feriandi.
 
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai BAKTI Kominfo sudah berupaya maksimal dalam memenuhi target pembangunan BTS yang ditetapkan. Namun, ia juga meminta masyarakat objektif dengan melihat adanya faktor yang dapat menghambat proses pembangunan proyek tersebut.
 
“Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut, proses pembangunan dari persiapan lahan, pengiriman barang hingga instalasi tentu butuh waktu. Seperti di Waropen, material didatangkan dari Biak atau Serui. Belum lagi ke wilayah pedalaman distrik-distriknya. Di daerah Puncak Papua, juga ada kendala keamanan. Ya memang kita semua berharap ini segera diselesaikan, tetapi kalau ada kendala, kita juga harus memaklumi," tandas Heru. (ak)
Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year