telkomsel halo

Kominfo yakin UU Ciptaker dorong transformasi digital

14:55:07 | 07 Okt 2020
Kominfo yakin UU Ciptaker dorong transformasi digital
JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyakini  Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) membawa perubahan penting dalam sektor telekomunikasi, penyiaran dan pos di Indonesia, terutama dalam percepatan transformasi digital, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Torehan sejarah dan memberikan perubahan sangat signifikan bagi sektor telekomunikasi, penyiaran dan pos. Undang-Undang Cipta Kerja sangat mendukung Program Transformasi Digital Nasional, proses migrasi siaran TV analog ke digital, penyehatan industri telekomunikasi dan penyiaran serta optimalisasi sumber daya terbatas yaitu spektrum frekuensi radio, serta pemanfaatannya untuk kepentingan nasional,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, kemarin. 

Disebutkannya, ada 3 hal fundamental dari UU Ciptaker yang berpengaruh ke bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yakni menembus kebuntuan regulasi, implementasi Analog  Switch Off (ASO) di tahun 2022, dan pencegahan inefisiensi frekuensi dan infrastruktur pasif.

“Dengan terealisasinya  dasar hukum migrasi penyiaran TV analog ke digital dan kepastian tenggat waktu ASO) Indonesia dapat segera mengejar ketertinggalan dari negara lain dalam pemanfaatan digital dividend spektrum frekuensi radio di pita 700MHz yang dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, dan penanganan kebencanaan, serta kepentingan Digitalisasi Nasional,” jelasnya.

Diyakininnya ASO juga menghilangkan potensi interferensi frekuensi antara negara yang berbatasan, khususnya di ASEAN yang telah sepakat untuk seluruhnya migrasi siaran TV analog ke digital.

“Seperti diketahui bahwa saat ini Indonesia sangat tertinggal dari negara lain di bidang siaran TV digital hampir 90%  negara di dunia telah menghentikan siaran TV analog yang sangat boros pita frekuensi radio, energi dan tampilan serta fiturnya  yang kurang optimal,” ungkapnya.

Ditambahkannya, pembentukan Tim Nasional Migrasi TV Digital dan standar Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVBT)  juga telah dilakukan pada tahun 2007, namun terus kandas karena gagalnya kehadiran legislasi berupa Undang-Undang di bidang penyiaran.

“Padahal kesepakatan internasional untuk dilakukannya ASO sudah sangat lama berlangsung. International Telecommunication Union (ITU) dalam konferensi ITU 2006 telah memutuskan bahwa 119 negara ITU Region-1 menuntaskan ASO paling lambat 2015,” tuturnya.

Padahal,  hasil Konferensi ITU 2007 dan 2012 mengenai pita spektrum frekuensi radio UHF (700 MHz) semula untuk TV terestrial ditetapkan menjadi layanan mobile broadband.

Saat ini dengan menggunakan sistem analog seluruh kapasitas frekuensi 700 MHz sejumlah 328 MHz digunakan untuk siaran TV. Dengan ASO akan ada penghematan (digital dividend) sebesar 112 MHz yang dapat digunakan untuk kepentingan yang pertama pasti untuk transformasi digital.

Pemanfaatan frekuensi 700 MHz untuk mobile broadband akan memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia berupa penambahan kenaikan PDB;  penambahan lapangan kerja baru; penambahan peluang usaha baru; dan penambahan penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Di tingkat regional, terdapat Deklarasi ASEAN: Menuntaskan ASO di tahun 2020. Itupun kita sudah tertinggal 2 tahun, karena baru kita laksanakan dua tahun setelah pengesahan undang-undang ini. Semua hambatan itu akan berakhir seiring disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan kebuntuan itu diakhiri,” tegasnya.

Efisiensi Spektrum
Lebih lanjut dikatakannya,  UU  Ciptaker dapat mencegah inefisiensi pemanfaatan sumberdaya terbatas seperti spektrum frekuensi dan infrastruktur pasif.

“Fakta bahwa infrastruktur itu dibangun oleh masing-masing pelaku Industri selain telah menyebabkan biaya tinggi juga telah berdampak pada pembangunan tata kota, sehingga tampak seperti tidak ada kordinasi satu sama lain. Padahal dengan pendekatan infrastruktur sharing bahkan frekuensi sharing maka Industri dapat melakukan efisiensi optimal. Dengan kekuatan ini selayaknya industri Telekomunikasi dalam negeri dapat mampu bersiang dengan gobal player termasuk over the top (OTT),” ungkapnya.

Sistematika Undang-Undang Cipta Kerja juga mencegah dampak dibukanya network sharing ini dengan menetapkan tarif batas atas dan batas bawah. Norma itu dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat dan  agar tercipta persaingan usaha yang sehat pada sektor telekomunikasi.

“Pada prinsipnya Pemerintah dapat menetapkan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah penyelenggaraan telekomunikasi. Dengan cara ini industri dapat bersaing lebih sehat, tetapi kepentingan publik juga dilindungi secara baik,” tegasnya.

Dijelaskannya, pemegang Perizinan Berusaha penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat melakukan kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi lain dalam penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru.

“Hal ini memberikan ruang yang lebih luas dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi berbasis wireless ke depannya. Spektrum frekuensi radio yang sifatnya terbatas di tengah jumlah pengguna yang semakin meningkat membutuhkan payung hukum untuk berkolaborasi sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia dapat tetap kompetitif dengan bangsa lain dalam hal pemanfaatan teknologi-teknologi termutakhir,” paparnya.

Ruang kerja sama itu, dapat digunakan oleh implementasi 5G sebagai salah satu milestone pertama. 

Dipaparkannya, ada fakta teknis kebutuhan ideal selebar 100 MHz untuk setiap jaringan 5G yang dibangun agar dapat menyediakan layanan “true-5G” dapat disikapi dengan bentuk-bentuk kerja sama diantara pemegang izin frekuensi.

“Dampaknya, layanan 5G di Indonesia akan optimal sehingga mampu mendorong peningkatan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan kerja baru di era Industri 4.0. Pada akhirnya transformasi digital di Indonesia adalah transformasi digital yang berdaya saing dan adaptif terhadap perkembangan teknologi,”ujarnya.

Guna memberikan kepastian dan menghilangkan ambiguitas dalam hal kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio, dinyatakan Pemegang Perizinan Berusaha dan Persetujuan untuk penggunaan spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio.

“Besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi radio. Dalam hal penggunaan spektrum frekuensi radio tidak optimal dan/atau terdapat kepentingan umum yang lebih besar, Pemerintah Pusat dapat mencabut perizinan berusaha atau persetujuan penggunaan spektrum frekuensi radio,” ungkapnya.
 
Hal Strategis
Hal strategis lainnya yang diatur dalam UU Ciptaker  dengan sektor pos, telekomunikasi, dan penyiaran dalam Undang-Undang Cipta Kerja sebagai berikut:

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan memberikan fasilitasi dan kemudahan bagi para pelaku usaha dalam membangun infrastruktur telekomunikasi;

Kewajiban bagi pelaku usaha pemilik infrastruktur pasif untuk membuka akses bagi Penyelenggara Telekomunikasi dengan prinsip kerja sama;

Pelaku usaha yang memiliki infrastruktur lainnya, termasuk infrastruktur aktif, dapat membuka akses pemanfaatan kepada penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyiaran melalui kerja sama saling menguntungkan (kolaborasi mutualistik).

Pemegang Perizinan Berusaha penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi, dapat melakukan kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya, dalam rangka penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru. Serta dapat melakukan pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya.

Perizinan berusaha sektor pos, telekomunikasi, dan penyiaran yang saat ini sudah dilayani secara daring dengan prinsip same day service, akan menjadi semakin mudah dan cepat dengan proses yang terintegrasi dengan berbagai Perizinan lainnya di seluruh Kementerian/Lembaga.

Lembaga Penyiaran memiliki hak untuk melakukan usaha tidak hanya di bidang penyiaran, sejalan dengan konvergensi Teknologi Komunikasi dan Informatika agar dapat berkompetisi secara lebih luas dengan memanfaatkan perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informatika.

Lembaga Penyiaran dapat melakukan siaran dengan cakupan wilayah siaran seluruh Indonesia. Hal ini akan mendorong efisiensi dan pengembangan usaha yang lebih fleksibel  dan luas. Kewajiban PNBP Lembaga penyiaran diatur berdasarkan zona/daerah penyelenggaraan penyiaran yang ditetapkan dengan parameter tingkat ekonomi setiap zona/daerah.

Pemerintah juga mengakhiri eksklusifitas bidang usaha terhadap Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Berlangganan yang sebelumnya bidang usahanya hanya terbatas bidang penyiaran. 

Lembaga Penyiaran diberikan fleksibilitas untuk menyelenggarakan lebih dari satu jenis bidang usaha, hal ini sangat penting dalam rangka memanfaatkan perkembangan konvergensi teknologi komunikasi dan informasi agar dapat berkompetisi secara lebih luas.  

Melalui Undang-Undang Cipta Kerja Pemerintah dapat mengakselerasi pemerataan sinyal nasional serta meningkatkan pengawasan terhadap kualitas layanan (Quality of Service) dan Quality of Experience telekomunikasi. 

Pemerintah juga memahami, saat ini masih ada masyarakat yang masih menggunakan pesawat penerima siaran TV yang belum digital ready. Oleh karena itu perlu kebijakan fasilitasi bagi masyarakat tidak mampu berupa set top box, yaitu alat penerima siaran TV digital yang dapat dikoneksikan ke pesawat TV lama, yang berjumlah sekitar 6,7 juta set top box untuk rumah tangga tidak mampu.

Undang-Undang Cipta Kerja juga mendorong penyelenggara telekomunikasi untuk meningkatkan daya saing di tingkat global. Disamping itu mendorong para pelaku bisnis di bidang ini untuk bisa berkolaborasi dalam menghadapi transformasi digital.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year