telkomsel halo

UU Ciptaker disahkan, wajah sektor telco akan berubah?

15:11:15 | 06 Okt 2020
UU Ciptaker disahkan, wajah sektor telco akan berubah?
JAKARTA(IndoTelko) - Rapat Paripurna DPR RI pada Senin (5/10) akhirnya mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja ( UU Ciptaker). 

UU yang dikenal dengan Omnibus Law ini menggabungkan 79 UU yang terdiri dari 11 kluster dan 1.244 pasal.

Salah satu yang disentuh dari UU Ciptaker adalah UU Telekomunikasi No 39 Tahun 1999.

Dalam dokumen yang beredar, di Paragraf 15 dari UU Ciptaker disebutkan untuk  Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran  disebutkan di  Pasal 69  Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama Pelaku Usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan kemudahan persyaratan investasi dari sektor Telekomunikasi, UU ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881).

Masih dalam dokumen tersebut, di  Pasal 71 dinyatakan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881) diubah: 

1. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 

Pasal 11 (1) Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. 
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

2. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 28 (1) Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. 

(2) Pemerintah Pusat dapat menetapkan tarif batas atas dan/atau tarif batas bawah penyelenggaraan telekomunikasi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat. 

3. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 30 (1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. 

(2) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara telekomunikasi khusus tetap dapat melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi. 

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

4. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 (1) Setiap alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan untuk diperdagangkan dan/atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi standar teknis. 

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis alat dan/atau perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

5. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 33 (1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit oleh Pelaku Usaha wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. 
(2) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit oleh selain Pelaku Usaha wajib mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat. 
(3) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib sesuai dengan peruntukan dan tidak menimbulkan gangguan yang merugikan. 
(4) Dalam hal penggunaan spektrum frekuensi radio tidak optimal dan/atau terdapat kepentingan umum yang lebih besar, Pemerintah Pusat dapat mencabut Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan spektrum frekuensi radio. 
(5) Pemerintah Pusat dapat menetapkan penggunaan bersama spektrum frekuensi radio. 
(6) Pemegang Perizinan Berusaha terkait penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat melakukan:  a. kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru; dan/atau  b. pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio, dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya. 
(7) Kerjasama penggunaan dan/atau pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.  
(8) Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. 
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Persetujuan Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penggunaan bersama spektrum frekuensi radio, kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio, dan pengalihan penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

6. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 34 (1) Pemegang Perizinan Berusaha dan Persetujuan untuk penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi radio.  

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 7. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 34A dan Pasal 34B sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 34A (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi dan/atau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi secara transparan, akuntabel, dan efisien.  

(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat berperan serta untuk menyediakan fasilitas bersama infrastruktur pasif telekomunikasi untuk digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi secara bersama dengan biaya terjangkau.  

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.  Pasal 34B (1) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur pasif yang dapat digunakan untuk keperluan telekomunikasi wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif dimaksud kepada penyelenggara telekomunikasi.  

(2) Pelaku Usaha yang memiliki infrastruktur selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang telekomunikasi dan/atau penyiaran dapat membuka akses pemanfaatan infrastruktur dimaksud kepada penyelenggara telekomunikasi dan/atau penyelenggara penyiaran. 

(3) Pemanfaatan infrastruktur pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kerja sama para pihak secara adil, wajar, dan non-diskriminatif.  

(4) Pemanfaatan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kerja sama para pihak. 

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

8. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 45 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 33 ayat (3) atau Pasal 33 ayat (7), atau Pasal 34 ayat (1), dikenai sanksi administratif. 

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa: a.  teguran tertulis; b.  penghentian sementara kegiatan; c. denda administratif; dan/atau d.  pencabutan Perizinan Berusaha. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

9. Ketentuan Pasal 46 dihapus. 10. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 47 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda paling banyak  Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). 11. Ketentuan Pasal 48 dihapus. 

Lebih Liberal
Jika dilihat yang akan sangat mengubah wajah dari sektor telekomunikasi nantinya adalah diubahnya Pasal 33 dari UU Telekomunikasi di UU Ciptaker.

Pasal di UU Ciptaker mengakomodasi adanya berbagi frekuensi yang memunculkan peluang pemaksimalan penggunaan sumber daya alam terbatas ini.

Hal lain yang mencuat dari kehadiran UU Ciptaker adalah teknologi 5G sepertinya akan datang tak lama lagi.

Hal itu terlihat dengan isi ayat yang menyatakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi dapat melakukan:  kerjasama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru.

Seperti diketahui, untuk menggelar 5G yang ideal sekarang tak ada satupun operator yang memiliki lebar pita frekuensi ideal. Lampu hijau berbagi frekuensi, tentu akan menjadi mulus bagi digelarnya 5G.

Sinyal 5G dan akan tersedianya frekuensi 700 MHz untuk teknologi digital juga menguat di Pasal 60A yang merevisi UU Penyiaran.

Dalam pasal itu dinyatakan 
(1) Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital. 

(2) Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.  

Hal ini berarti Analog Switch Off (ASO) akan terjadi setelah tertunda pada 2018 lalu.

Di Indonesia,  frekuensi  700 MHz memiliki  lebar pita 328 MHz.  Jika terjadi migrasi dari layanan analog ke digital  terdapat digital dividen 112 MHz.

Tak hanya datangnya 5G, sepertinya model bisnis Mobile Virtual Network Operation (MVNO) akan muncul jika UU Ciptaker ini dijalankan.

Perubahan yang ditawarkan UU Ciptaker diyakini akan mengubah wajah industri telekomunikasi (Telco) ke depannya. Benarkah?(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year