telkomsel halo

Pemanfaatan teknologi UV-C yang aman untuk perlindungan dari mikro-organisme

06:20:00 | 27 Aug 2020
Pemanfaatan teknologi UV-C yang aman untuk perlindungan dari mikro-organisme
Country Leader Signify Indonesia Rami Hajjar (dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Desinfeksi memainkan peran penting dalam membantu mencegah penyebaran penyakit-penyakit ini. Penyakit yang disebabkan oleh mikro-organisme selalu ada di sekitar kita; mulai dari influenza, tuberculosis, hingga COVID-19 yang saat ini memicu adanya adaptasi kebiasaan baru dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat. 

Sinar Ultraviolet-C (UV-C) kini semakin banyak digunakan sebagai salah satu pilihan desinfeksi. Dalam rangka mengedukasi masyarakat tentang aspek keselamatan dalam pemanfaatan teknologi UV-C, Signify (Euronext: LIGHT), pemimpin dunia di bidang pencahayaan, menyelenggarakan diskusi virtual bertajuk: “Sinar UV-C: Kawan atau Lawan? Pemanfaatan Teknologi UV-C yang Aman untuk Perlindungan Masyarakat dari Mikro-organisme” yang menghadirkan pembicara ahli di bidang kesehatan masyarakat, biomedical optics, hingga perlindungan konsumen.

Menurut Country Leader Signify Indonesia Rami Hajjar, perusahaan yang dipimpinnya sangat peduli terhadap tingkat pemahaman masyarakat terkait kewaspadaan dan kehati-hatian saat memilih dan menggunakan produk UV-C.  “Sesi diskusi virtual hari ini sangat penting untuk membantu konsumen dan masyarakat luas agar lebih memahami bagaimana pemanfaatan sinar UV-C bisa sangat efektif dalam melawan mikro-organisme, sekaligus membangun kesadaran terhadap pentingnya memperhatikan aspek keselamatan dalam penggunaannya,” jelas Hajjar.

Sementara itu, dalam diskusi yang berjalan dalam sebuah aplikasi conference ini, Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS., Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menjelaskan bahwa, kasus terkonfirmasi COVID-19 saat ini hanya merupakan puncak dari gunung es dan hanya mewakili sekitar 66% sampai 73% dari jumlah kasus sesungguhnya. Meski saat ini COVID-19 menjadi fokus utama penanganan penyakit infeksi yang sedang berkembang (Emerging Infectious Diseases/EID) sesungguhnya masih banyak penyakit menular lainnya yang disebabkan oleh mikroorganisme. 

“Ada empat faktor utama dalam permasalahan kesehatan masyarakat: kapasitas layanan kesehatan, tingkat kesadaran perilaku publik, kebersihan lingkungan, dan permasalahan bawaan atau turunan. Dari keempat faktor ini, lingkungan menyumbang variabel yang cukup besar dalam menentukan kesehatan seseorang, karena terkait langsung dengan kebersihan lingkungan sekitar dan kesadaran kita dalam berperilaku hidup sehat,” jelasnya. 

Menurutnya, ada jutaan, bahkan puluhan juta mikro- organisme di sekitar kita. Kalau kita menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), maka kita bisa hidup berdampingan dengan mikro-organisme ini.  Salah satu upaya untuk mendukung pola hidup bersih dan sehat ini adalah dengan memanfaatkan rekayasa teknologi pencahayaan, yaitu teknologi UV-C. 

Sinar UV-C yang berasal dari matahari disaring oleh lapisan ozon sehingga tidak sampai ke permukaan Bumi. Dr. Hermawan menyebutkan teknologi UV-C ini sangat diperlukan di area-area publik seperti pusat perbelanjaan, hotel, kantor, sekolah, tempat ibadah, bandara, dan lainnya. 

Sedangkan pembicara lainnya Dr. rer. nat. Ir. Aulia Nasution, M.Sc., Kepala Laboratorium Rekayasa Fotonika, Departemen Teknik Fisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menyebutkan bahwa sinar UV-C, yang berada dalam spektrum cahaya tak kasat mata, memiliki potensi untuk mengatasi penyebaran COVID-19. Namun, ia memperingatkan bahayanya apabila sinar UV-C mengenai tubuh manusia secara langsung. 

“Ada yang disebut dengan interaksi antara cahaya dengan materi biologis. Pada saat cahaya masuk dan terhalang materi, cahaya tersebut akan menembus ke dalam materi tersebut, dan semakin ke dalam akan terjadi hamburan (scattering). Dalam perjalanannya menembus jaringan, bisa juga terjadi penyerapan cahaya. Di sini terjadi transfer energi dari cahaya ke dalam materi yang dilaluinya,” jelasnya.

Aulia menerangkan, jika terpapar langsung, sinar UV-C dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan, menyebabkan iritasi kulit seperti ruam, sensasi terbakar, tumor, hingga memicu kanker, sementara pada mata bisa menyebabkan katarak.

Walaupu begitu, Aulia menegaskan bahwa selama pengguna berhati-hati agar tidak terkena paparan langsung, penggunaan UV-C sebagai alat desinfeksi tidak menimbulkan masalah kesehatan. Ruangan, permukaan maupun benda yang didesinfeksi dengan sinar UV-C juga dapat langsung digunakan setelah lampu UV-C dimatikan atau tidak beroperasi. 

Disebutnya, teknologi UV-C yang banyak dipasarkan sebagai produk germicidal atau pembunuh kuman berada pada gelombang 254nm, rentang gelombang yang efektif untuk membunuh mikro-organisme. Mekanisme de-aktivasi mikro-organisme adalah sebagai berikut: ketika sinar UV-C itu diserap secara maksimum oleh jaringan sel, ia akan memutus rantai DNA dari sel tersebut sehingga sel gagal melakukan replikasi. Akibatnya sel tersebut tidak bisa membelah dan menduplikasikan dirinya, sehingga jumlahnya akan terus berkurang. Namun agar efektif, penggunaan sinar UV-C ini harus dalam dosis yang tepat. 

Ditambahkan Aulia, sinar UV-C secara umum bisa digunakan untuk mendesinfeksi udara dan permukaan dalam ruangan seperti dinding, lantai, meja kerja, dan benda. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa deaktivasi mikro-organisme yang efektif sangat dipengaruhi oleh dosis paparan yang tepat, dengan parameter dosis paparan (dosimetry) sebagai berikut : daya sumber cahaya,  banyak cahaya (iradiansi yang diterima permukaan yang akan disinari), jarak sumber cahaya dengan obyek penyinaran, dan lama penyinaran. 

Rumus nya sebagai berikut :
Dosis [Joule/cm2] = Irradiansi [Watt /cm2] x Waktu [detik]
*1 Watt = 1 Joule/detik 

Dalam diskusi ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menanggapi makin banyaknya produk UV-C yang beredar di pasaran, menyatakan apresiasinya terhadap segala bentuk upaya untuk mengendalikan wabah COVID-19. Namun, ia juga menyoroti pentingnya aspek keamanan, keselamatan dan kenyamanan konsumen. 

“Kami mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan pengawasan produk sebelum diedarkan (pre-market control policy) seperti menetapkan standar atau sertifikasi bagi produk-produk UV-C, untuk memastikan bahwa produk yang beredar sudah memenuhi standar,” ujarnya. 

“Setelahnya diikuti dengan post-market control policy, yaitu melakukan pengawasan sehingga apabila ditemukan produk yang tidak sesuai, dapat melakukan penarikan (recall) produk dari pasar dan melakukan penegakan hukum,” tambahnya.

ia menegaskan, produsen dan pelaku usaha harus mengedepankan itikad baik dalam berbisnis, mulai dari pembuatan produk hingga cara memasarkannya. Mereka juga harus mematuhi regulasi yang ada, baik di tingkat Undang-Undang dan atau regulasi teknis, yaitu untuk membuat produk yang standar, serta menyediakan berbagai akses kanal-kanal pengaduan sehingga mudah dijangkau oleh konsumen. 

Ditambahkannya,  konsumen diharapkan untuk berhati-hati dan cerdas dalam membeli produk yang memiliki aspek keselamatan yang perlu diperhatikan, seperti teknologi UV-C ini. Sebelum membeli, hendaknya konsumen mencari informasi sebanyak mungkin dari sumber-sumber kredibel. Setelah membeli, cermati label dan petunjuk penggunaan serta instruksi keselamatan pada masing-masing produk. (sg

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year