telkomsel halo

Kominfo harus maksimalkan BHP frekuensi guna kurangi defisit APBN

03:15:34 | 04 Aug 2020
Kominfo harus maksimalkan BHP frekuensi guna kurangi defisit APBN
JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) harus bisa mengoptimalkan penerimaan dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi guna berkontribusi mengurangi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menyarankan Kominfo mempertimbangkan pemanfaatan frekuensi 2300 MHz sebagai tambahan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor telekomunikasi.

"Sampai saat ini masih ada frekunesi 2300 MHz yang idle. Kalau Kominfo segera melelang frekuensi 2300 MHz tersebut, maka PNBP sektor telekomunikasi akan meningkat. Langkah lain yang dapat dipertimbangkan kominfo untuk mengoptimalkan pendapatan dari sektor telekomunikasi adalah dengan menyesuaikan harga BHP frekuensi yang saat ini dikelola oleh Smartfren. Dengan meninjau ulang BHP frekuensi Smartfren, maka pendapatan sektor telekomunikasi akan meningkat dan itu prestasi tersendiri bagi Menkominfo Johnny G. Plate," saran Heru dalam sebuah Webinar belum lama ini.

Heru yang dulunya pernah menjadi Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu mengatakan dirinya merupakan salah satu orang yang tak setuju dengan alokasi frekuensi yang diberikan ke Smartfren sebesar 30 MHz di kanal 2300 MHz pada tahun 2014. Ini disebabkan frekuensi yang dimiliki oleh Smartfren di frekuensi 1900 MHz sebelum migrasi ke kanal 2300 MHz hanya 6,75MHz.

“Saya tidak setuju dikarenakan pada saat itu alokasi yang diberikan oleh pemerintah ke Smartfren tidak melalui proses yang lazim. Prosesnya pun tak transparan. Tidak dibuka kepada publik. Kenapa Smartfren mendapatkan frekuensi sebesar itu. Mekanisme yang lazim dilakukan adalah dengan lelang. Jika mekanisme tersebut dilakukan seharusnya Smartfren membayar 3 kali biaya lelang. Sebagai pembanding, pemenang lelang frekuensi 2300 MHz di 2017 membayar lebih dari Rp 3 triliun dengan BHP per tahun sebesar lebih Rp 1 triliun. Untuk kasus Smartfren tidak ada upfront fee dan jaminan 1 tahun BHP frekuensi. Mereka hanya membayar BHP tahunan sebesar Rp 463 miliar,” terang Heru.

Heru menduga tak dikenakannya upfront fee dan jaminan 1 tahun BHP ini disebabkan Smartfren seolah-olah sudah memiliki frekuennsi 1900 MHz. Sebelum mendapatkan alokasi frekunsi 2300 MHz di Agustus 2014, Smartfren merupakan operator yang menduduki alokasi frekuensi 1900 MHz dengan lebar pita hanya 6,75 MHz.

Namun karena frekuensi tersebut akan dipergunakan untuk layanan 4G, pemerintah memindahkan Smartfren ke frekunesi 2300 MHz. Ajaibnya frekuensi Smartfren yang sejatinya hanya 6,75 MHz di 1900 MHz, pada saat migrasi ke 2300 MHz, Menkominfo Tifatul Sembiring memberikan alokasi berlimpah dengan lebar pita 30 MHz  

Menurut Heru jika awalnya hanya memiliki 6,75 MHz, di frekuensi 1900 MHz, idealnya pada saat pemerintah memindahkan Smartfren ke frekuensi 2300 MHz, seharusnya maksimal frekuensi yang didapatkan hanya 15 MHz di frekuensi 2300 MHz.

Heru menyarankan agar negara bisa mendapatkan kembali haknya yang optimal dari frekuensi 2300 MHz, Kominfo melakukan evaluasi keseluruhan terhadap frekuensi 2300 MHz Smartfren. Termasuk menyesuaikan BHP frekuensi yang selama ini mereka bayarkan kepada negara.

Disamping memiliki spektrum frekuensi yang besar hingga 30 MHz namun membayarnya dengan BHP frekuensi yang tidak sampai 50% dari harga pasar, Smartfren juga masih memiliki kewajiban lain yang belum dituntaskan kepada negara.

Hingga saat ini Smartfren belum melaksanakan kewajibannya membayar denda BHP ISR frekuensi 800 MHz di tahun 2007-2008. Jika hal ini dapat dituntaskan, tentunya akan memberikan tambahan pendapatan bagi negara.

“Kominfo kan saat ini tengah melakukan evaluasi dan berencana akan melelang frekunesi 2300 MHz. Nantinya dari evaluasi menyeluruh tersebut Kominfo bisa melakukan evaluasi pembayaran BHP frekuenesi Smarfren yang belum optimal tersebut. Saat ini kan kita punya acuan pembayaran BHP frekuensi 2300 MHz hasil lelang. Kominfo tidak perlu takut untuk mengevaluasi hal ini karena dahulu di tahun 2003 pernah ada preseden dimana BHP frekuensi operator ditinjau ulang melalui mekanisme price talking policy. Ketika ada lelang 3G semua BHP frekuensi di 2100 MHz menyesuaikan dengan harga terbaru. Seharusnya Kemenkominfo bisa membuat kebijakan mengenai harga baru BHP frekuensi untuk operator yang sudah terlebih dahulu di frekuensi tersebut,” ujar Heru.

Pada saat itu Lippo Telecom dan Cyber Acses menduduki frekuensi 2100 MHz dengan BHP awal yang masih rendah. Namun ketika di tahun 2003 dengan keputusan menteri melakukan lelang frekuensi untuk 3G dan mengubah perhitungan BHP frekuensi dan lelang frekuensi 3G, maka BHP frekuensi Lippo Telecom dan Cyber Acses berubah mengikuti harga lelang 3G.

Potensi ASO
Sementara  Direktur Penyiaran, Ditjen PPI, Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia, M.Eng, MA, berbicara tentang potensi peningkatan PNBP dari optimalisasi pemanfaatan frekuensi 700 MHz dan 2600 MHz.

Kedua band frekuensi tersebut saat ini dimanfaatkan untuk penyiaran namun tidak memberikan pendapatan yang optimal bagi negara. Seharusnya di tahun 2018 program analog switch off (ASO) penyiaran sudah dilakukan. Sehingga frekuensi 700 MHz yang saat ini masih dipergunakan oleh industri penyiaran terestrial dapat dimanfaatkan oleh industri telekomunikasi untuk menyediakan layanan 5G.

Dipaparkannya, migrasi industri penyiaran ke digital ini tak hanya memberikan manfaat bagi negara. Tetapi juga bagi industri penyiaran itu sendiri seperti kualitas gambar dan suara yang lebih baik serta efisiensi dari sharing infrastruktur yang akan menghemat energi dan biaya operasional hingga empat kali lipat. Saat ini ekosistim penyiaran digital sudah sangat mendukung.

Seandainya ASO dapat berjalan, maka bangsa Indonesian akan mendapatkan banyak keuntungan.

Geryantika mengutip data Boston Consulting Group yang menyebutkan ASO akan menghasilkan multiplier effect untuk ekonomi digital Indonesia.

Seperti adanya tambahan 181 ribu kegiatan usaha, 232 ribu tambahan lapangan kerja, tambahan pendapatan negara dalam bentuk pajak dan PNBP yang mencapai Rp77 triliun dan peningkatan kontribusi pada PDB nasional hingga Rp443,8 triliun.(tp)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year