telkomsel halo

Kolom Opini

Virus Corona dan dampaknya ke industri telekomunikasi

04:50:29 | 02 Mar 2020
Virus Corona dan dampaknya ke industri telekomunikasi
Wabah virus corona (covid-19 outbreak) hingga saat ini belum ada tanda mereda, WHO mencatat hingga tanggal 27 Februari 2020 angka korban menembus 82,294 orang terinfeksi dan 2,804 meninggal.

Dampak yang ditimbulkan sangat besar ribuan penerbangan ditutup, pertandingan sepakbola kelas dunia, seperti liga Italia diundur bahkan liga Inggris terancam dihentikan.

Jika melihat tiga dari empat endemi flu pada abad yang lalu diikuti segera oleh resesi di Amerika Serikat.  

Bank Dunia memperkirakan pada 2014 bahwa endemi dengan skala dan dampak yang serupa dengan flu 1918 akan menurunkan 5% dari produk domestik bruto global. Penyakit tersebut tersebar luas dan mungkin lebih ganas dan membunuh lebih dari 50 juta orang dan itu adalah skenario terburuk.

Industri Telekomuniaksi tentu tidak luput dari dampak wabah Corona, sebut saja hajatan terbesar industri telekomuniaksi Mobile World Congress (MWC) Barcelona yang sedianya dilangsungkan tanggal 23 hingga 27 Februari 2020, terpaksa dibatalkan oleh GSMA setelah banyak peserta kunci yang mengundurkan diri seperti Ericsson, ZTE, Vivo, Intel, NVidia dan lainnya.

Sebelumnya panitia sudah membuat aturan dengan melarang peserta dari yang berasal dari provinsi Hubei Tiongkok dan yang sebelumnya mengunjungi Negeri Tirai Bambu harus menunjukan bukti sudah berada di luar negara itu selama lebih dari 14 hari.

Tiongkok yang menjadi epicentrum wabah Corona adalah juga menjadi home based bagi produsen penyedia infrastruktur jaringan dan perangkat telekomunikasi.

Tercatat Huawei dan ZTE menguasai market share infrastruktur jaringan telekomunikasi sekitar 40%. Sementara vendor Eropa seperti Ericsson dan Nokia juga memiliki pabrik di Tiongkok. Ericsson memiliki pabrik di Tiongkok selain di Estonia, Amerika dan Brazil. Nokia juga memiliki dua Hub di Tiongkok dan India untuk pasar Asia.

Penutupan Pabrik
Dengan status Corona yang meningkat, pabrikan Telekomunikasi Technology Media Telecom (TMT) banyak yang membatasi operasional hingga menutup pabriknya.

Samsung menutup pabrik yang dimana pekerjanya ada yang terinfeksi corona, namun ini hanya sebagian kecil dari kapasitas pabrik Samsung. Korea Selatan sudah meningkatkan status kedaruratannya menyusul kasus yang meningkat tajam hingga 763 dalam sepekan. Samsung merupakan vendor device dan juga jaringan infrastruktur jaringan telekomunikasi.

Ericsson dan Nokia juga meengikuti rekomendasi dan otoritas Tiongkok, dengan memperpanjang libur Imlek untuk pabrik dan kantornya yang berada di China.

Sementara Huawei tetap beroperasi dan meyakinkan untuk 3-6 bulan kedepan tidak akan ada dampak pada supply chain global.

Supply Chain
Dengan adanya penutupan atau pembatasan operasional pabrik maka resiko terdekat bagi pabrikan bukan hanya tidak akan mampu memenuhi permintaan operator tapi juga pengadaan material dan komponen.
 
Kelangkaan komponen akan membuat biaya meningkat dan berpotensi menurunkan margin sehingga sangat mungkin membebakan ke operator.

Terganggunya supply chain ini adalah risiko yang paling signifikan bagi industri telekomunikasi, yaitu akan terjadi delay deployment dan resiko biaya yang lebih tinggi.

Teknologi 5G yang digadang-gadang menjadi game changer industri telekomunikasi kini juga terancam semakin mundur implementasinya.

Strategy Analytics, perusahaan riset yang berbasis di Eropa memperkirakan bahwa Huawei akan menjadi vendor 5G RAN teratas dengan 24,8% pangsa pada 2023 dibandingkan dengan 22,9% untuk Ericsson dan 22,7% untuk Nokia. Huawei sudah menandatangani kontrak 5G dengan 40 klien di seluruh dunia pada akhir Maret 2019 dan telah mengirim lebih dari 70.000 BTS 5G ke pemesan.

Penetrasi Smartphone
TrendForce perusahaan penyedia global market intelligent memproyeksikan produksi smartphone menurun 12% YoY Q1 2020 dan akan menjadi kuartal terendah dalam lima tahun terakhir.

Hingga akhir 2018 dari 276 juta pelanggan seluler 70% diantaranya merupakan pengguna layanan data. Dengan turunnya outlook produksi tentu akan mengganggu laju penetrasi smartphone yang pada gilirannya akan mengganggu laju peningkatan pendapatan dari trafik data yang saat ini ada di kisaran 20-30%an dan menjadi core revenue bagi operator.

Peluncuran Layanan
Otoritas berbagai negara sudah menerapkan larangan kunjungan bagi warga negara Tiongkok, dan memberlakukan karantina bagi yang singgah dari negeri itu.

Pemerintah Indonesia sendiri sudah menerapkan larangan penerbangan dari dan ke Mainland China sejak 5 Februari 2020.

Jika ini berlanjut lebih dari tiga bulan bagi operator Indonesia yang mayoritas portofilio jaringan mereka didukung oleh vendor Tiongkok tentu akan berdampak serius, selain keterlambatan pasokan perangkat jaringan, namun juga dukungan teknis bagi solusi atau use case layanan baru akibat terbatasnya tenaga ahli dari vendor.

International Roaming
Pembatasan kunjungan lintas negara dan ketakutan orang untuk berpergian dan yang terbaru adalah penghentian aktivitas umroh oleh Kerajaan Arab Saudi akan berdampak pada pendapatan International Roaming operator, namun kontribusinya tidak lebih dari 5%.

Kinerja
Kinerja perusahaan telekomunikasi sepanjang tahun 2019 tercatat sangat baik, laporan keuangan Indosat Oredoo dan XL Axiata yang sudah terbit mencatatkan peningkatan pendapatan mencapai double digit.

Indosat meraup pendapatan Rp26,1 triliun atau meningkat 12,87% dan membukukan laba sebesar Rp1,5 triliun setelah tahun sebelumnya mengalami kerugian. Pendapatan data meningkat 22,8% dan berkontribusi terhadap total pendapatan 60%.

Sementara XL Axiata membukukan pedapatan Rp25 triliun meningkat 9,6% dari tahun sebelumnya dan pendapatan data naik 29,5% yang berkontribusi 77% serta menbukukan laba Rp713 miliar.

Namun kinerja yang kinclong tersebut tidak mampu membuat sahamnya bergerak naik. Sejak merebaknya COVID-19 awal Januari hingga 28 Februari 2020 saham Indosat sudah terkoreksi 33%, XL 24% dan TLKM 15%. Kapitalisasi market empat emiten Telekomunikasi (TLKM, ISAT, EXCL dan FREN) sudah tergerus Rp81 triliun atau sekitar 17% persis dengan IHSG yang tercatat sudah turun 16%.

Dampak terbesar bagi operator adalah potensi naiknya biaya belanja modal infrastruktur jaringan dan operasional maintenance untuk mempertahankan layanan 7x24, sedangkan dari sisi pendapatan yang mungkin akan sedikit terganggu.

Operator perlu mempertimbangkan untuk mereview kembali network portofolio dan menjaga supply positioning antar vendor teknologinya.

Ternyata virus Corona bisa membuat industri Halo-halo meriang.(*)

Ditulis oleh Zaid Muttaqien, bekerja di industri seluler Indonesia

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year