telkomsel halo

Kisah Telkom terapkan PSAK 71, 72, dan 73

06:54:12 | 10 May 2019
Kisah Telkom terapkan PSAK 71, 72, dan 73
Chief Financial Officer Telkom Harry Mozarta Zen.(dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Emiten Indonesia harus bersiap untuk mulai menerapkan standar akuntansi baru pada 1 Januari 2020 mendatang. Untuk itu, kalangan emiten diharapkan sudah mulai melakukan mitigasi risiko terhadap potensi masalah yang ditimbulkan selama proses penyesuaian nantinya.

Standar akuntansi yang baru ini diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan mengadopsi International Financial Reporting Standards (IFRS) 9, 15 dan 16 yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Board (IASB).

Di pasar global, IFRS yang baru ini sudah mulai diterapkan, masing-masing mulai 1 Januari 2018 untuk IFRS 15 dan 9, serta 1 Januari 2019 untuk IFRS 16.

Di Indonesia, DSAK membolehkan emiten yang ingin lebih dulu menerapkannya. Emiten Indonesia yang tercatat di dua bursa, seperti PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan New York Stock Exchange, misalnya, sudah mulai menerapkan standar baru ini.

"Kami semua belajar, jangan takut, auditor dan konsultan juga belajar," kata Chief Financial Officer Telkom Harry Mozarta Zen dalam sebuah diskusi kemarin. (Baca:PSAK baru)

Harry menceritakan, tak mudah bagi Telkom untuk menerapkan PSAK baru tersebut karena struktur organisasinya besar ditambah ribuan kontrak yang harus direview untuk dicocokkan. "Bayangkan, kontrak setiap unit harus dibaca satu persatu. Ini kerjanya berat sekali bagi organisasi seperti Telkom. Karena itu kemarin laporan keuangan tahunan kami rada telat," ulasnya.

Asal tahu saja, PSAK 71, 72, maupun PSAK 73 memiliki dampak besar karena dua hal. Pertama, ketiganya menuntut perubahan pelaporan akuntasi yang mendasar. Berdasarkan PSAK 71 (tentang Instrumen Keuangan), sebuah bank atau multifinance harus menyediakan pencadangan kerugian semua jenis kredit; bahkan kredit yang berstatus lancar sekalipun.

Berdasarkan PSAK 72 (tentang Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan), korporasi harus mengenali semua kontrak dengan pelanggan yang mereka miliki sebelum bisa mengakui pendapatan atas kontrak-kontrak itu. Sebab, PSAK menentukan persyaratan khusus sebelum bisa melakukan mengakuan pendapatan.

PSAK 73 mendorong korporasi mencatatkan transaksi sewa mereka sebagai financial lease; bukan sekedar operating lease. Model pencatatan seperti ini akan mempengaruhi akun aset dan kewajiban di neraca korporasi.

Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia Djohan Pinnarwan menjelaskan untuk PSAK 71 akan berkaitan erat dengan instrumen keuangan yang berdampak besar pada industri keuangan.

“IFRS 9 awalnya muncul karena desakan krisis keuangan global pada 2008. Saat itu, dugaan krisis terjadi karena instrumen keuangan yang dicadangkan untuk ketertagihan terlalu sedikit dan sudah terlambat. Akibatnya, tidak ada sinyal dari pasar bahwa tagihan itu tidak collectable atau tertagih dari awal,” ujar Djohan.

Begitu juga dengan PSAK 55 yang berlaku saat ini, yaitu cadangan akan diadakan apabila ada kerugian yang timbul dari suatu kejadian atau incurred loss. Jika tidak ada kejadian, maka tidak dicadangkan. Sementara perubahan di PSAK 71, berlandaskan pada kerugian yang diprediksi atau expected loss. Dengan begitu, standar ini memitigasi risiko kerugian perusahaan akibat kurangnya cadangan keuangan.

“Dalam PSAK 71, begitu perusahaan meminjamkan uang, itu sudah harus mulai dicadangkan karena tidak 100 persen bisa tertagih sehingga perubahan dari PSAK 55 ke PSAK 71, pencadangan akan lebih besar dengan maksimum 30 persen dari besaran cadangan,” tutur dia.

Masalahnya, penerapan PSAK 71 tidak hanya mengacu pada data historis. Namun harus melihat kemungkinan yang terjadi ke depan. Termasuk berapa pencadangan kerugian yang perlu disiapkan. “Inilah yang butuh usaha signifikan dari perbankan dan industri keuangan lain untuk melihat kemungkinan ke depan,” katanya.

Selanjutnya, untuk PSAK 72, apabila infrastruktur tidak disiapkan dari sekarang, kemungkinan besar tsunami akan berdampak di perusahaan yang menjual produk perumahan. “Sekarang masih ada perusahaan yang masih dapat menjual unit perumahan sebelum membangun konstruksi. Namun, dengan standar baru, ini tidak dapat dilakukan lagi,” ujarnya.

Dengan begitu, apabila tadinya perusahaan dapat mengakui pendapatan sebelum adanya konstruksi, ke depan, pendapatan hanya bisa diakui ketika serah terima saat perumahan telah selesai dibangun. Dampak bagi penerapan PSAK 73 akan berkaitan dengan transaksi sewa.

Financial Services Industry Leader Deloitte Indonesia Rosita Uli Sinaga menjelaskan, melalui standar ini, perusahaan harus mencatat aset dan hutang dalam laporan keuangan sehingga neraca keuangan menjadi seimbang.

“Misalnya, kita punya perusahaan penerbangan yang selama ini pesawat tidak pernah ada di neraca keuangan. Seolah-olah, pengaruh kita masih besar, rasio hutang terhadap kuantitas masih kecil, tapi sebenarnya kita membohongi diri sendiri. Sebab, kita punya komitmen untuk bayar sewa jangka panjang 10 tahun yang tidak dicatatkan,” papar Rosita.

Rosita menilai, PSAK 73 akan merefleksikan kondisi yang sebenarnya dari suatu perusahaan. Dengan demikian, standar ini akan menghasilkan informasi keuangan yang bisa dipakai untuk manajemen sehingga keputusan yang diambil akan menjadi lebih tepat.

"Jadi, nanti di laporan keuangan itu apa adanya. Ibarat wajah, kalau ada jerawat ya keliatan, jangan di photoshop," tutupnya.(ad)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year