telkomsel halo

Serangan siber jelang pencoblosan menjadi ancaman demkorasi

08:39:24 | 17 Apr 2019
Serangan siber jelang pencoblosan menjadi ancaman demkorasi
JAKARTA (IndoTelko) - Tingginya tensi serangan siber ke sejumlah situs atau platform yang terkait dengan aktifitas Pemilihan Umum (Pemilu) jelang hari pencoblosan, Rabu (17/4) dianggap bisa mengancam demokrasi.

"Jika benar ada peningkatan serangan siber, terutama ke mereka yang giat mendukung kegiatan pemilu itu ancaman bagi demokrasi. Meskipun yang diserang bukan situs milik institusi resmi seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekalipun, tetap itu menjadi ancaman bagi demokrasi," kata Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi dalam keterangan Rabu (16/4).

Menurut Heru, di era Pemilu 4.0 dimana pemilih makin berdaulat berkat teknologi, maka saluran untuk mendapatkan informasi terkait Pemilu tak hanya mengandalkan situs resmi dari Pemilu atau Bawaslu.

"Partisipasi masyarakat kan juga tinggi dengan ada platform Kawal Pemilu atau Ayo Jaga TPS. Ini selain platform online lainnya yang dibuat oleh masing-masing pasangan calon untuk memantau hasil pemungutan suara. Soalnya semua sudah pengalaman dengan kinerja situs KPU yang biasanya akan "down" begitu Quick Count muncul," katanya.

Heru menduga, serangan siber yang dialami sejumlah situs atau platform di luar milik KPU dan Bawaslu terorganisir karena untuk melancarkan Distributed Denial of Service (DDoS) secara konstan selama berhari-hari tak mungkin dikerjakan satu orang.

"Kalau ada platform yang kena DDoS lebih dari satu hari, itu pasti yang "ngerjain" gak satu orang dan modal yang "nyerang" lumayan kuat tuh. Harusnya ini menjadi perhatian bagi pemerintah," tukasnya.

Ditambahkan Heru, seharusnya pemerintah mengapresiasi gerakan masyarakat yang membuat sejumlah platform untuk mengawal pemilu. "Partisipasi ini kan bagus agar trust terhadap hasil Pemilu itu tinggi. Misal, aplikasi ayo jaga TPS dengan 300 ribu relawan yang unik, ini kan dahsyat ketimbang lembaga survei yang maksimal dua ribu relawan," tutupnya.

Sementara, Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon mengungkapkan  sejumlah aset web milik pihaknya telah diretas. Peretasan ini terjadi dalam kurun waktu 15 April hingga 16 April 2019, pelaku peretasan dilakukan dari berbagai negara.

"Serangan dilakukan oleh professional hacker yang memiliki akses terhadap lebih dari 80 ribu perangkat di lebih dari 20 negara. Ini adalah salah satu serangan siber dalam bentuk DDoS terbesar dan terlama di Indonesia," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, (17/4).

Diungkapkannya, serangan DDoS ini di antaranya mengarah kepada situs yang dikelola oleh BPN seperti www.prabowo-sandi.com dan www.okeoce.net dengan puncak serangan terjadi pada tanggal 15 April dari pukul 19.00 WIB hingga 20.00 WIB.

"Dan saya baca di media bahwa aplikasi ayojagatps juga di serang, aplikasi tps ini padahal aplikasi gerakan masyarakat untuk kawal TPS," ujarnya. 

Co-Founder AyoJagaTPS.com Mochammad James Falahuddin mengakui ada upaya sejumlah pihak tak bertanggungjawab mencoba "mengusili" platform yang dibesutnya. (Baca: AyoJagaTPS)

"Kami bisa baca upaya "usil" itu sejak beredar kabar di media sosial tentang aplikasi Ayo Jaga TPS ingin koleksi data pengguna memanfaatkan momentum Pemilu. Padahal, relawan mendaftar menggunakan NIK dan nomor seluler itu juga dilakukan oleh yang melakukan Quick Count. Mau lebih kontroversi, ingat tidak dulu ada gerakan sejuta KTP mendukung salah seorang politisi," tegasnya.(dn)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year