telkomsel halo

Akhir kisah petualangan Bolt

11:50:46 | 30 Dec 2018
Akhir kisah petualangan Bolt
Manajemen Bolt kala merayakan raihan 3 juta pelanggan.(dok)
Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhirnya memutuskan mencabut ijin frekuensi milik PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux karena tak melunasi tunggakan Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekeunsi.

Bolt adalah merek dagang dari PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux dalam menggelar layanan 4G LTE di frekuensi 2,3 GHz. (Baca: Pencabutan ijin frekuensi)

KBLV beroperasi di Sumatera Bagian Utara, Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek), dan Banten memiliki nilai tunggakan BHP frekuensi Rp364,84 miliar. (Baca: Tarik menarik BHP Frekuensi)

PT Internux yang beroperasi di Jabodetabek dan dan Banten memiliki nilai tunggakan BHP frekuensi Rp343,57 miliar.

KBLV dan Internux memiliki afiliasi melalui PT Mitra Media Mantap yang sahamnya dikuasai KBLV.

Kominfo pada 28 Desember 2018, melakukan pengakhiran penggunaan pita frekuensi radio 2,3 GHz berdasarkan Keputusan Menteri (KM) Kominfo Nomor 1012 Tahun 2018 tentang Pencabutan Izin Pita Frekuensi Radio untuk Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched yang Menggunakan Pita Frekuensi Radio 2,3 Ghz untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) PT. Internux.  Sementara untuk PT. First Media, Tbk dituangkan dalam Keputusan Nomor 1011 Tahun 2018.

Keluarnya KM No 1012 dan 1011 menjadi akhir kisah petualangan Bolt di kancah layanan broadband nasional.

Pionir
Bolt di awal kemunculannya sempat mengguncang pasar broadband nasional. 

Jika dikilas balik, Bolt adalah penyedia layanan 4G berbasis Time-Division Duplex Long Term Evolution (TDD LTE) pertama di Indonesia. 

Kala pertama muncul, Bolt yang merupakan kolaborasi First Media dan Internux sudah menimbulkan kontroversi di industri. 

Pasalnya, First Media "masuk" ke Internux melalui PT Mitra Media Mantap. Sementara dalam regulasi tender Pita Frekuensi Radio 2,3 Ghz untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel dinyatakan tak boleh ada perpindahan kepemilikan hingga operator mengantongi ijin uji layak operasi.

Menkominfo Rudiantara yang waktu itu baru menjabat mengaku sudah mengetahui aksi korporasi yang dilakukan kedua perusahaan dan terkesan memberikan "restu".

“Kami tahu ada aksi korporasi dari First Media terhadap Mitra Media Mantap. Itu di tataran holding, tidak langsung ke Internux. Jadi tak ada masalah,” ungkap Menkominfo Rudiantara di Jakarta, Senin (2/2/15).

Syarat yang diberikan Rudiantara kala itu,  walau secara tidak langsung kedua pemain Broadband Wireless Access (BWA) di frekuensi 2,3 GHz itu memiliki afialiasi, tetapi tidak diperkenankan melakukan sharing frekuensi. (Baca: Rudiantara  soal konsolidasi BWA)

Mendapat angin segar, Bolt pun tancap gas menggelar layanan TDD LTE. Ekspansi pun dilakukan tak hanya di Jabodetabek, tetapi hingga wilayah Sumatera seperti Medan.

Dukungan vendor financing dari Huawei dan investasi yang lumayan besar (kabarnya hingga Rp 8 triliun) membuat Bolt "ngacir" hingga berani mengklaim memiliki 3 juta pelanggan. Bahkan, First Media sempat menyiapkan Internux untuk go publik ke pasar saham. (Baca: Rencana IPO Internux)

Goyangan
Goyangan mulai dirasakan Bolt di pasar kala operator Tier-1 seperti Telkomsel, Indosat, dan XL mulai bermain 4G LTE. 

Skala ekonomi yang  berbeda dari sisi perangkat dan teknis menjadikan Bolt merasakan "kerasnya" persaingan di layanan broadband.

Berbagai strategi coba diluncurkan Bolt melawan gempuran pemain besar seperti melakukan bundling layanan dengan TV kabel milik Link Net (First Media), hingga akhirnya tak tahan membanting harga modem dan layanan serta menawarkan paket unlimited. 

Dus, strategi terakhir ini tentunya membutuhkan stamina tingkat tinggi (Baca: Modal) karena biasanya margin akan tergerus.

Badai mulai kencang menerjang Bolt sejak tanggal 17 September 2018. Internux dinyatakan dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) yang menyebabkan perseroan harus mengajukan usulan restrukturisasi utang dalam bentuk Proposal Perdamaian.

Internux masuk belenggu PKPU berdasarkan permohonan krediturnya, PT Equasel Selaras dan PT Intiusaha Solusindo. Internux telah membuat Proposal Perdamaian yang mengajak seluruh kreditor untuk “bergotong royong” mendukung  pemulihan kegiatan usaha Perseroan demi kebaikan bersama. Proposal ini telah mendapatkan dukungan sebagian besar kreditor pada Rabu (14/11) dan telah disahkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat.

Internux dan First Media sebenarnya juga telah mengirimkan proposal restrukturisasi pembayaran BHP ke pemerintah melalui Kominfo. Sayangnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menolak pola membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan metode cicilan, sehingga dicabutlah ijin frekuensi dari kedua perusahaan pada 28 Desember 2018 lalu.

Hikmah
Melihat perjalanan dari Bolt yang terlalu singkat di kancah bisnis broadband nasional, sudah saatnya ada penataan ulang di sisi regulasi oleh pemerintah agar operator bisa  memiliki napas panjang berkompetisi.

Regulatory Charges yang biasanya terdiri atas BHP frekuensi, Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi, sumbangan USO, dan lainnya menelan sekitar 20%-25% beban operasional operator. Besaran ini sebaiknya ditinjau ulang agar penyedia layanan bisa menjaga bisnisnya berkelanjutan.

Selain itu, regulasi tentang tarif data dan kualitas layanan sebaiknya mulai direalisasikan karena kondisi pasar terlalu bebas sudah membuktikan yang terjadi adalah Survival of the fittest bagi pelaku usaha, sementara pelanggan kian termajinalkan dan penetrasi broadband yang didapat semu.

Pelajaran terakhir adalah, Kominfo sebagai pelaksana Undang-undang No 36/99 Tentang Telekomunikasi harus lebih tegas dalam menjalankan aturan sehingga tak ada kesan meragu dalam mengambil keputusan. 

Jeda sebulan lebih dari batas waktu yang ditentukan hingga terjadi pencabutan ijin frekuensi bukanlah yang diharapkan oleh industri dari regulator yang adil dan tegas

@IndoTelko 

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year