telkomsel halo

Tarik menarik relaksasi DNI

13:14:00 | 25 Nov 2018
Tarik menarik relaksasi DNI
Menko Perekonomian Darmin Nasution kala mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI dimana salah satunya akan merelaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI).(dok)
Pemerintah baru saja mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XVI pada 16 November 2018. Salah satu yang dicantumkan dalam PKE tersebut adalah perihal relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai upaya untuk mendorong aktivitas ekonomi pada sektor-sektor unggulan.

“Kita ingin menjaga dan terus mendorong kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia,” jelas Menko Perekonomian Darmin Nasution seperti dikutip dari siaran pers (16/11).

Darmin menyakini paket kebijakan ke-16 akan mengundang investasi masuk. “Nah, kalau investasi masuk itu Anda pasti tahu itu bukan bulan depan itu, jangkanya bisa lebih menengah. Tetapi dengan ini semua, kita percaya akan meningkatkan kepercayaan investor pemilik dana sehingga capital inflow-nya juga akan berlanjut apalagi indikasinya sudah sangat jelas, market sudah yakin bahwa Rupiah itu sudah terlalu murah,” jelas Darmin.

Dalam pengumuman pada 16 November 2018 itu beredar kabar revisi DNI tahun ini mencakup relaksasi sebanyak 54 bidang usaha dan 138 bidang usaha yang digabung sehingga terdapat sekitar 392 bidang usaha yang mengalami perubahan pada revisi DNI kali ini. 

Data yang beredar di 16 November 2018 mengungkapkan untuk sektor Komunikasi dan Informatika yang akan direlaksasi diantaranya: Jasa sistem komunikasi data, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi layanan content (ringtone, sms premium, dsb), Pusat layanan informasi dan jasa nilai tambah telpon lainnya, Jasa akses internet (Internet Service Provider),  Jasa internet telepon untuk keperluan publik,  Jasa interkoneksi internet (NAP) dan jasa multimedia.  

Jika mengacu pada Perpres nomor 44 tahun 2016 pada 12 Mei 2016 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal  untuk jaringan tetap telekomunikasi, jaringan bergerak telekomunikasi, jasa telekomunikasi content (ring tone, SMS Premium, dan lainnya), call center dan jasa nilai tambah telekomunikasi, penyedia jasa internet, sistem komunikasi data, ITKP, jasa interkoneksi internet (NAP) hanya dibuka untuk investor asing hingga 67%.

Namun pada 18 November 2018, informasi mulai simpang siur soal sektor yang akan direlaksasi DNI-nya. Pada 18 November dinyatakan baru 28 bidang usaha yang disetujui perubahan DNI. Dalam informasi ini sektor TIK tak dicabut DNI-nya. (Baca: Hati-hati revisi DNI)

Kepastian sepertinya mulai terlihat pada pada Senin (19/11), dimana Menko Perekonomian Darmin Nasution menyatakan ada 25 bidang usaha akan dibuka 100% untuk asing. (Baca: Simpang siur DNI)

Dalam data ini untuk sektor TIK yang dimasukkan adalah Jasa sistem komunikasi, Penyelenggarakan jaringan telekomunikasi tetap, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak, Penyelenggaraan jasa telekomunikasi layanan content, Pusat layanan informasi atau call center dan jasa nilai tambah telepon lainnya sektor Kominfo, Jasa akses internet, Jasa internet telepon untuk kepentingan publik, Jasa interkoneksi internet (NAP), dan jasa multimedia lainnya.

Menolak
Sontak hal ini membuat kaget pelaku usaha di sektor Kominfo. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) secara tegas menolak adanya relaksasi DNI di sektor Kominfo.

APJATEL dalam rilisnya menyatakan pemerintah seharusnya memprioritaskan dan berpihak kepada perusahaan lokal, karena seiring dengan berkembang pesatnya kebutuhan data berskala nasional di Indonesia, jaringan telekomunikasi khususnya fiber optic menjadi tulang punggung penyebaran informasi di Indonesia. Ke depannya, jaringan telekomunikasi akan menjadi objek vital nasional, di mana kedaulatan digital akan bergantung pada kekuatan jaringan yang merata di seluruh Indonesia. (Baca: APJATEL tolak revisi DNI)

APJII mengingatkan jika relaksasi DNI dilakukan akan memukul langsung anggotanya yang kebanyakan pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

APJII juga mengingatkan saat ini ada ancaman beberapa perusahan asing yang mempunyai konsep "Global ISP" tanpa bekerjasama dengan Internet Service Provider (ISP) lokal. Adanya relaksasi DNI membuat, konsep Global ISP ini semakin dimudahkan yang ujungnya tidak baik bagi kelangsungan bisnis mayoritas dari 450 ISP Indonesia.

Belum lagi jika jasa interkoneksi internet (NAP) diperbolehkan dimiliki 100% oleh asing, maka itu sama saja menyerahkan gerbang-gerbang perbatasan digital Indonesia 100% kepada pihak asing. (Baca: APJII tolak revisi DNI)

Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) mengingatkan jika bisnis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dibuka 100% bagi asing, ditambah rencana penempatan data boleh di luar negeri, komplit sudah pemerintah menggadaikan kedaulatan digital di tengah jargon Nawacita yang digaungkannya.

Derasnya penolakan dari pelaku usaha membuat Menko Perekonomian Darmin Nasution melunak.

Darmin mengakui bahwa para pengusaha masih membutuhkan sosialiasi terkait kebijakan relaksasi DNI. (Baca: Kritisi relaksasi DNI)

Sosialisasi ini dibutuhkan karena masih ada perbedaan persepsi dari kalangan pengusaha terkait investasi yang diperbolehkan terbuka untuk asing.

Namun, Darmin menyakini kebijakan untuk merevisi DNI ini sudah tepat untuk mendorong surplus di neraca modal dan menekan defisit neraca transaksi berjalan.

Melihat perubahan dari sikap Darmin setelah berhasil menghadirkan drama hampir seminggu di media massa, terasa sekali kencangnya tarik menarik kepentingan dalam penyusunan relaksasi DNI ini.

Alhasil, meskipun pemerintah menyakini tujuan dari relaksasi DNI memiliki kebaikan bagi perekonomian, sayangnya proses dalam membuat kebijakan ini tak mengajak pelaku usaha berdiskusi sehingga yang muncul adalah penolakan.

Jika sudah begini siapa yang dirugikan?

@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year