Tata Ulang Distribusi Sim Card Tak Mudah

Ilustrasi (Dok)

JAKARTA (IndoTelko) - Ambisi dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menata ulang distribusi kartu perdana prabayar sepertinya tak akan mudah dijalankan di lapangan.

"Tak mudah meregulasi jaringan distribusi di Indonesia, apapun industrinya. Soalnya ilmu jaringan distribusi itu sangat kompleks," ungkap Pengamat Telekomunikasi Guntur S Siboro kepada IndoTelko, kemarin.

Menurutnya, jika regulator memaksakan untuk aktivasi dari kartu perdana hanya di outlet terdaftar, isu utama adalah siapa yang akan mengawasi atau menentukan outlet itu sudah terdaftar dan benar menjalankannya. "Runutannya kan nanti Diler lapor ke operator. Nah, jika si diler bilang outlet dibawahnya sudah terdaftar, operator percaya saja, apa benar Regulator akan cek semua itu? Ini Indonesia dengan jaringan outlet yang sampai pelosok," katanya.

Disarankannya, jika pemerintah benar ingin menghemat blok nomor yang beredar maka bisa meniru Bangladesh dimana operator diwajibkan membayar sejumlah biaya ke regulator untuk pemakaian atau aktivasi setiap nomor. "Memang dampaknya harga sim card menjadi mahal, tapi rasanya tidak apa-apa kalau penetrasi sudah tinggi seperti Indonesia saat ini," katanya.

Ditambahkannya,  tata ulang distribusi sim card ini bisa saja mempengaruhi kinerja para distributor, tetapi semua tergantung kepada kinerja dari masing-masing operator. "Distributor itu kan pendukung, kalau operatornya agresif, produknnya pasti dicari di pasar," tuturnya.

Sebelumnya, atas nama menegakkan Peraturan Menteri Kominfo No 23 Tahun 2005 tentang Registrasi Terhadap Pelanggan Jasa Telekomunikasi, regulator ingin menata  ulang distribusi kartu perdana dimana aktivasi hanya bisa dilakukan outlet terdaftar.

Telkomsel meminta ada transisi jika tata ulang dilakukan, sementara XL meminta tata ulang dilakukan secara serentak.(id)