telkomsel halo

Bisnis Menara Masih Membara

11:40:33 | 13 Nov 2013
Bisnis Menara Masih Membara
Ilustrasi (Dok)
JAKARTA (IndoTelko) – Bisnis menara di Indonesia diyakini masih membara walau tengah terjadi konsolidasi antara XL dan Axis yang dikhawatirkan adanya efisiensi dari sisi pembangunan infrastruktur.

“Bagi penyedia menara adanya konsolidasi antara operator itu hal yang sehat. Memang, dalam jangka pendek terkesan akan ada efisiensi dimana BTS yang saling tumpang tindih  seolah-olah tak terpakai. Tetapi di jangka panjang justru ini bagus bagi ekosistem,” ungkap Presiden Direktur Tower Bersama Herman Setiabudi kala Paparan Publik, kemarin.

Menurutnya, dengan adanya konsolidasi maka kondisi industri seluler akan lebih sehat yang berujung kepada penawaran tarif lebih mendatangkan margin yang bisa dikembalikan dalam bentuk peningkatan kualitas layanan.

“Kalau mau menaikkan kualitas layanan itu artinya membangun infrastruktur. Belum lagi keinginan operator menggelar Long term Evolution (LTE) nanti.  Itu semua artinya pendapatan bagi perusahaan menara,” jelasnya.

Ditambahkannya, dalam kondisi jangka pendek pun perusahaan menara masih mendapatkan pertumbuhan pendapatan karena operator terus meningkatkan kualitas layanan.

“Kami terus mendapatkan permintaan untuk membangun kapasitas infill di Jawa, sementara di luar Jawa itu membangun menara. Hingga semester pertama 2013 belanja modal sudah terserap Rp 1,2 triliun,” ungkapnya.

Sebelumnya, Riset Morgan Stanley akhir September 2013 menyebutkan, konsolidasi di industri telekomunikasi Indonesia akan menekan bisnis menara.

Dalam kajiannya, kebutuhan penambahan BTS dari 3 operator utama (Tier-1) yaitu Telkomsel, Indosat dan XL di tahun 2014 akan turun sekitar 16% dibandingkan tahun ini.

Morgan Stanley pun memangkas target harga saham 2014 bagi dua emiten berbasis menara yaitu PT Tower Bersama Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) hingga minus 28%  dan 23%.
 
Pada tahun 2014 saham TBIG yang diproyeksikan bakal mencapai level Rp 6.700 hanya ditargetkan pada level Rp 4.800 per saham.

Adapun saham TOWR ditargetkan pada level Rp 2.700, turun dari asumsi semula yaitu Rp 3.510 per saham.

Analis Morgan Stanley Navin Killa menyebutkan, konsolidasi operator telekomunikasi akan menciptakan efisiensi, seperti mengurangi biaya penyewaan menara.

“Konsolidasi telekomunikasi berpeluang menekan laba dan target harga perusahaan menara sekitar 10%-30% ke depan,” ungkapnya.

Menanggapi hasil riset tersebut Herman mengingatkan, perseroan baru saja masuk ke jajaran Morgan Stanley Composite International (MSCI) Index yang diumumkan pada 7 November 2013.

Indeks MSCI adalah kumpulan saham dari berbagai negara dengan jumlah saham yang diperdagangkan (free float) minimal 14%.  Pengukuran  biasanya terkait dengan faktor fundamental maupun likuiditas perdagangan saham bersangkutan. Sentimen positif biasanya mengiringi saham-saham yang masuk ke Indeks MSCI.

“Kita lihat saja dari kinerja saham Tower Bersama, siapa yang sangka sekarang di atas Rp 6 ribuan. Kami saja sekarang tidak masuk ke pasar untuk buy back karena harganya lagi bagus,” pungkasnya.

Diversifikasi
Lebih lanjut Herman menambahkan, perseroan juga tengah melirik layanan baru selain penyewaan dan pemeliharaan menara yakni bermain di serat optik seiring implementasi BTS Hotel kian banyak.

BTS Hotel atau towerless mengandalkan serat optik sebagai transmisi dimana biasanya hanya membutuhkan ketinggian sekitar 10 meter.

"Sekarang mulai banyak yang bangun tower-tower mini, nah tower-tower ini butuh fiber optic karena tidak bisa diletakkan microwave. Kita terus pelajari model bisnisnya dan kaji model pendanaannya," pungkasnya.(ak)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year