telkomsel halo

Sulit Bersaing, XL Usulkan Perubahan Lisensi Modern

09:18:45 | 12 Nov 2013
Sulit Bersaing, XL Usulkan Perubahan Lisensi Modern
Ilustrasi (Dok)
JAKARTA (IndoTelko)  –  PT XL Axiata Tbk (XL) mengusulkan adanya perubahan model bisnis dari modern licensing atau lisensi modern agar adanya kompetisi yang lebih sehat dan efisiensi di sisi pembiayaan.

Modern licensing adalah kebijakan lisensi penyelenggaraan telekomunikasi yang bertujuan mendorong tersebarnya pembangunan infrastruktur TIK ke seluruh wilayah Indonesia. Dengan aturan modern licensing, proposal izin prinsip penyelengaraan diwajibkan memuat rencana pembangunan lima tahunan yang harus berupa pembangunan fisik infrastruktur

“Konsep lisensi modern yang ada sekarang kan semua penyelenggara jaringan harus membangun infrastruktur ke semua daerah, apalagi yang memiliki ijin nasional. Keberadaaannya harus ada di semua daerah. Kami lihat ini tidak efisien dari pengalaman yang dijalankan,” ungkap Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi di Jakarta, Senin (11/11).

Diungkapkannya, XL telah mencoba memenuhi keinginan yang ada di lisensi modern dengan berusaha hadir di kota yang berada di lapis kedua yakni antara perkotaan dengan kategori Universal Service Obligation (USO).

“Kita lihat di segmen itu ada nilai ekonomisnya. Kita masuk dan kala sendiri memang ada nilai ekonomi. Tetapi kala ada dua operator, yang terjadi nilai ekonomis itu hilang dan kita mengambil langkah realistis yakni mematikan BTS dan mengalihkan pelanggan ke pesaing,” keluhnya.

Ditambahkannya, dalam tahun ini XL telahmematikan operasional 70 BTS yang dimilikinya karena daerah yang dilayani terus mengalami kerugian puluhan juta rupiah setiap bulannya. Lokasinya di Ambon, Maluku, dan Banda Neira, Sulawesi.

Jika satu BTS dinilai Rp 1 miliar, artinya anak usaha Axiata ini kehilangan sekitar Rp 70 miliar hanya dari pembelian aset.
Dalam laporan keuangan XL terlihat salah satu beban yang tumbuh tinggi adalah biaya infrastruktur yakni sebesar Rp 4,3 triliun atau naik 11% dibandingkan posisi sama tahun lalu sebesar Rp 3,9 triliun.

“Kita kan selalu hitung keekonomian dan pemeliharaan peralatan. Kami kan tidak ada kebijakan subsidi silang, jadinya kita ambil langkah keluar dari area itu. Kalau kondisi ini terus ada yang rugi itu bukan hanya operator, tetapi juga masyarakat, soalnya area yang kategorinya ekonomis tetapi di atas USO itu banyak dan belum dioptimalkan. Rasanya sudah saatnya model bisnis lisensi modern itu diubah,” jelasnya.

Menurutnya, langkah mengaji ulang itu hal yang wajar karena saat ini tingkat penetrasi nomor sudah diatas populasi penduduk.  “Kartu beredar ada 290 juta nomor, pelanggan yang dilayani 240 juta jiwa. Ini kan artinya tidak seimbang. Harus ada cara lain untuk menambah area layanan seperti roaming nasional, mendetailkan pasar yang boleh dimasuki satu operator dan lainnya,” sarannya.

Menanggapi hal itu, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengakui tidak ideal adanya kelebihan suplai infrastruktur di area terpencil.

“Idealnya itu untuk area terpencil dibangunnya bersama-sama. Misalnya ada satu yang bangun terus jaringan dipakai bersama. Nanti, masalah sewanya tinggal hitungan bisnis saja,” jelasnya.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year