telkomsel halo

Menkominfo Diminta Lakukan Langkah Kongkrit Lindungi PJI

11:31:08 | 15 Jul 2013
Menkominfo Diminta Lakukan Langkah Kongkrit Lindungi PJI
Ilustrasi (DOK)
JAKARTA (IndoTelko) –  Para Penyelenggara Jasa Internet (PJI) yang tergabung dalam Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mempertanyakan langkah konkrit yang diambil oleh Menkominfo Tifatul Sembiring berkaitan dengan upaya perlindungan terhadap PJI usai keluarnya vonis terhadap mantan Dirut Indosat Mega Media (IM2) Senin (8/7) lalu.

“Kami harapkan tuntutan ini segera terjawab karena saat ini PJI anggota APJII yang memiliki lisensi resmi, aktif membayar pajak, membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)  berupa Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) dan Universal Service Obligation (USO) tiba-tiba menjadi ilegal menjalankan praktik usahanya,” keluh Ketua Dewan Penasehat APJII Sylvia W Sumarlin dalam rilisnya, kemarin.
 
"Menteri Tifatul Sembiring bertanggungjawab atas runyamnya situasi saat ini. Menkominfo harus memberikan perlindungan kepada seluruh anggota PJI dan Network Access Provider (NAP) atau pemilik lisensi resmi, untuk bisa menjalankan usahanya," tambah Sekjen APJII  Sapto Anggoro.

Diharapkannya,   Menkominfo melindungi PJI yang dalam situasi bingung.  Pasalnya, adanya   vonis terhadap IM2 menjadikan kegiatan melayani internet masyarakat  setiap saat bisa dinyatakan ilegal. Bila dianggap ilegal, maka setiap saat bisa dihentikan oleh kepolisian karena alasan tidak taat hukum.

"Kenapa kami minta Kemkominfo, karena hanya Menkominfo yang bisa melakukan ini. Sebagai bisnis khusus, mestinya hukum berlaku lex specialist, dimana yang memeiliki wewenang melanggar atau tidaknya itu di tangan regulator khusus telekomunikasi dalam hal ini Kemkominfo," tegasnya.

Sudah Sesuai
Menurutnya, selama ini PJI sudah bekerja sesuai dengan aturan yang ada, berdasarkan UU Telekomunikasi 36/1999, UU ITE 11/2008, PP No 52/2000, PP 53/2000, dan peraturan menteri terkait.
 
Secara garis besar, aturan ini menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Untuk menjadi penyelenggara jasa internet ke masyarakat, PJI tidak cukup berbekal SIUP tapi harus memiliki lisensi resmi dari Kemkominfo yang di dalamnya berisi bermacam kewajiban. Setiap tahun, para pemilik PJI dan Network Access Provider (NAP) serta jaringan lainnya sudah membayar Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (BHP) dan Universal Service Obligation (USO) sebesar 1,75% dari pendapatan kotor.

"Kalau kami sudah memenuhi kewajiban, mendapatkan lisensi dan membayar bermacam-macam kewajiban, tapi tidak mendapatkan perlindungan resmi dari Menkominfo, kami sangat sesalkan," tambah Sapto yang disepakati oleh Sylvia.

Lebih jauh Sylvia  memminta agar anggotanya hati-hati dalam bertindak dan tidak   kalut lantas menutup layanan internet ke masyarakat. "Meski dalam situasi teraniaya, kami harap teman-teman PJI tetap berusaha untuk bekerja memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat pengguna internet tanpa pandang bulu," kata Sylvia.

Namun, tambah Sylvia,   anggota APJII tidak mau upaya melayani masyarakat akan dianggap ilegal. Pihaknya sedang berupaya untuk minta kepolisian untuk membantu.  "Apakah kami harus minta perlindungan kepolisian? Agar usaha kami melayani masyarakat tetap sah dan bisa berjalan?" tambah Sylvia.

Dijelaskan Sylvia, bahwa apabila para PJI tidak bisa bekerjasama dengan pemilik jaringan, maka perusahaan semacam Telkom pun yang selama ini menjadi tulang punggung penyedia jaringan bagi PJI, bisa dianggap ilegal.
 
“Kalau harus menuruti hukum, maka APJII mohon maaf untuk tidak bisa memenuhi tugasnya melayani masyarakat. Hal ini, akibatnya lalu lintas internet di Indonesia akan lumpuh. Jaringan internet baik perorangan, swasta, bahkan pengadilan, kejaksaan, kepolisian serta seluruh instansi termasuk kepresidenan juga akan terhenti,” tuturnya.

Terkait dengan wacana dari   pihak Kemkominfo melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyatakan, bahwa demi menghormati hukum, maka pihak regulator melakukan penghentian sementara pemberian izin atau lisensi untuk PJI atau Operator Jaringan, hal itu tidak cukup.

Menurut Sapto, khusus buat pemilik izin atau lisensi PJI dan operator jaringan yang sudah berjalan harus mendapat perhatian, bagaimana agar mereka bisa tenang bekerja. "Hanya Menkominfo yang bisa memberikan petunjuk. Kami khawatir kacau internet," tegasnya.

Ketakutan APJII ini sangat beralasan. Sebab, beberapa bulan lalu, Kejaksaan juga sudah merilis akan mengusut 16 PJI dan 5 operator seluler yang diduga melakukan tindakan korupsi dalam penyalahgunaan frekwensi. Mereka semua anggota APJII. Bila benar Kejaksaan menindaklanjutinya, karena mendapatkan angin kemenangan di kasus IM2-Indosat, maka akan hancurlah industri telekomunikasi dan internet Indonesia.

“Apabila situasinya tidak bisa dipertahankan, maka seluruh PJI dan operator jaringan benar-benar kusut. Dan, keberadaan Kemkominfo yang selama ini sebagai regulator resmi pemerintah dalam hal internet dan telekomunikasi, patut dipertanyakan. Sebab, ternyata Kemenkominfo yang selama ini menyandang posisi sebagai regulasi, menjadi tak bermakna di mata kehakiman atau kejaksaan,” pungkasnya.

Sekadar catatan, Mantan Dirut IM2 Indar Atmanto divonis 4 tahun dan IM2 dikenakan kewajiban membayar Rp 1,3 triliun, sudah melakukan akta banding. Dengan bandingnya Indar, maka sebenarnya keputusan belum inkraacht dan berkekuatan hukum tetap serta belum bisa menjadi rujukan hukum (yuris prudensi).(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year