telkomsel halo

Tren Industri

Mencari Rumah untuk LTE di Indonesia

19:09:19 | 09 Jan 2013
Mencari Rumah untuk LTE di Indonesia
Ilustrasi (Dok)
Pada awal 2013,  operator seluler Malaysia, Maxis, memberikan kejutan bagi kawasan Asia Tenggara dengan meluncurkan layanan Long Term Evolution (LTE) setara 4G di beberapa area di negeri jiran tersebut.

Operator ini adalah perusahaan telekomunikasi pertama  di Malaysia yang menyelesaikan ujicoba di lapanngan untuk 4G.  Maxis telah melakukan uji coba sejak dua tahun lalu.

Kecepatan akses yang ditawarkan oleh LTE milik Maxis adalah  75 Mbps dengan rata-rata kecepatan  10 sampai  30 Mbps.

Maxis adalah satu dari delapan operator di negeri tersebut yang menerima lisensi 4G di frekuensi  2,6GHz dan berkomitmen untuk berinvestasi US$  164 juta dalam mengembangkan LTE untuk beberapa tahun mendatang.
 
Lantas apa kabar Indonesia? Jika merujuk kepada pernyataan Menkominfo Tifatul Sembiring dua tahun lalu, seharusnya sinyal untuk masuknya LTE ke Indonesia sudah mulai terasa pada 2013.

Pendiri IndoLTE Heru Sutadi meminta pemerintah mulai berani menunjukkan sinyal yang jelas tentang nasib teknologi LTE mengingat Indonesia adalah negara mobile broadband.

“Akses di Indonesia ini mengandalkan mobile. LTE adalah solusi untuk broadband economy jika memang mau diwujudkan. Pemerintah harus mulai mengeluarkan kebijakan untuk LTE, agar ekosistem mulai terbentuk,”  ungkapnya kala menghadiri diskusi “Dimana Rumah bagi LTE” di Jakarta, Selasa (8/1).

Menurutnya, pemerintah harus mulai menetapkan  alokasi frekuensi untuk LTE agar ekosistem mulai mengembangkan diri sesuai regulasi yang dibuat pemerintah.

“Frekuensi itu adalah “rumah” bagi LTE, setelah itu tentukan  standarisasi agar skala ekonomi bisa dicari. Kalau dilihat operator dan vendor telah siap menyambut LTE. Pengguna pun rindu dengan kualitas layanan internet lebih baik,” jelasnya.

Pilihan Frekuensi   
Anggota Komite  Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) M. Ridwan Effendi mengungkapkan, terdapat beberapa pilihan frekuensi yang bisa digunakan di Indonesia untuk LTE.

Pilihan frekuensinya adalah di 800 MHz, 700 MHz, 2,3 GHz, 2,5 GHz, atau 1.800 MHz.

“Jika di 1.800 MHz hambatannya berat karena komposisi kepemilikan frekuensi operator di situ belum merata dan tidak berdampingan. Selain itu, aturannya masih mengatakan buat GSM atau 2G. karena itu permohonan beberapa operator untuk menerapkan teknologi netral di situ belum diloloskan,” katanya.

Selanjutnya, jika di 700 MHz masih menunggu digitalisasi di penyiaran yang akan selesai beberapa tahun mendatang. Di 800 MHz sudah diduduki oleh operator berbasis teknologi Code Division Multiple Access (CDMA).

Untuk di 2,5 GHZ rasanya tidak memungkinkan walau ideal untuk broadband karena sudah diduduki operator penyiaran.

“Kemungkinan paling cepat itu ada di 2,3 GHz karena masih tersisa 60 MHz. idealnya dimenangkan tiga operator nantinya karena LTE itu mulus jika ada 20 MHz alokasi frekuensi. Apalagi saya dengar pemain Wimax di 2,3 GHz juga berencana main di TD-LTE,” katanya.

Realistis
Menurut Director and Head of Engagement Practice Ericsson Indonesia Rustam Effendi rumah LTE paling ideal di Indonesia berada di 700 MHz, namun melihat kondisi yang ada, realistisnya berada di 1.800 MHz.

“Secara teknis di 1.800 MHz itu sudah bisa karena operator sudah menyiapkan BTS dengan adopsi netral teknologi. Tinggal pemasangan software define radio (SDR) dan regulasinya saja,” ungkap Rustam.

Dikatakannya, belajar dari praktik operator luar negeri, biasanya strategi yang digunakan adalah 3G dipakai untuk coverage sebagai payung besar jasa data, dibawahnya ada LTE untuk area yang padat agar user experience lebih baik, sementara untuk kualitas lebih baik digunakan WiFi.

“Nanti frekuensi ketiganya akan memancar bersamaan diatur di core network. Nah, soal ini juga harus dipikirkan nanti regulasinya,” katanya.

Ditegaskannya, Indonesia akan membutuhkan LTE karena  pada 2016 diprediksi terdapat 4 miliar ponsel pintar di Indonesia.

“Adapun mobile data tumbuh 10% yang dipicu pertumbuhan yang tinggi apliokasi video, sedangkan pertumbuhan trafik Internet pada 2015 mencapai 90%. LTE mesti disiapkan dari sekarang untuk mengimbangni pertumbuhan mobile data,” tuturnya.

Berdasarkan catatan,  Global Mobile Supplier Association (GSA)  hingga November 2012, pita frekuensi yang paling populer dipakai untuk LTE adalah 1800 MHz dimana ada sekitar 38 jaringan di dunia menggunakan frekuensi ini.

Pemanfaatan 1800 MHz sebagai ‘rumah’ bagi LTE didukung dengan adanya 130 perangkat termasuk 26 smartphone dari merk-merk terkemuka.

Matangkan
Suara berbeda datang dari Dosen Fakultas Teknik  Elektronika UI Gunawan Wibisono yang menyarankan sebaiknya penerapan LTE di Indonesia sebaiknya ditunda hingga ekosistem matang dan terjadi re-engineering di indutsri telekomunikasi.

“Indonesia ini selalu cepat mengadopsi teknologi baru, padahal tidak melihat butuh atau tidak. LTE itu akses, kita sudah berlimpah di level akses. Pertanyaannya, bagaimana dengan backbone,” ungkapnya.

Menurutnya, hal yang harus dilakukan pemerintah lebih dulu adalah re-engineering industri telekomunikasi yang tidak sehat. Aksinya adalah mengatur kembali kepemilikan frekuensi dan menyediakan bandwirdh yang sesuai dengan model bisnis.

“Masalah frekeunsi ini penting, agar tercipta pasar yang sehat dan otomatis membatasi jumlah pemain terlalu banyak di pasar. Setelah itu atur  kualitas layanan data dan interkoneksi. Jangan dilupakan juga industry local diberikan kesempatan dengan adanya teknologi baru,” katanya.

Diingatkannya, memaksakan frekuensi 1.800 MHz sebagai LTE akan mengorbankan jasa suara nantinya dan itu beresiko bagi kelangsungan dari operator. “Jasa suara itu masih dibutuhkan dan menjadi tulang punggung operator. Dan di 1.800 MHz itu paling ideal untuk suara. Karena itu saran saya kita tunggu LTE itu matang dulu agar teknologi lebih murah dan ekosistem lebih mudah dikembangkan,” katanya.
 
Menanggapi itu semua,  Heru memprediksi, pemerintah akan menempatkan LTE di 2,3 GHz berdampingan dengan WiMAX. Pasalnya, masih ada sisa 60 MHz direntang frekuensi tersebut. “Namun jika melihat laporan GSA, nampaknya 2,3 GHz tidak menjadi band favorit,” kata Heru.
 
Diakui  Heru, 1800 MHz memang populer dipakai untuk LTE, tapi kondisi alokasi frekuensi di Indonesia tidak seimbang antaroperator.

“Kalau mau pakai 1800 MHz untuk LTE, harus ada upaya pemerintah untuk menyeimbangkan alokasi frekuensi di band ini. Alternatif lain adalah dilakukan percepatan digitalisasi TV hingga tidak harus menunggu 2018,” katanya.

Jadi, idealnya dimana “Rumah” LTE menurut Anda?(id)
 

 
 

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year