telkomsel halo

Mencari Obat Mujarab Bagi Bisnis Konten

24:13:25 | 03 Dec 2012
Mencari Obat Mujarab Bagi Bisnis Konten
Ilustrasi (Dok)
Secercah harapan tengah menghinggapi para pebisnis konten di Indonesia.

Pasalnya,  Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten Pada Jaringan Telekomunikasi Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel Dengan Mobilitas Terbatas sudah menyelesaikan tahapan uji publik pada Senin (3/12) ini.

Jika tidak ada aral melintang, maka jelang tutup tahun ini para pebisnis konten akan menikmati kado manis berupa regulasi yang lebih jelas untuk berusaha.

Regulasi yang ada diharapkan, sedikit demi sedikit mengikis trauma dari Black October 2011, dimana Unreg Massal terjadi sehingga nilai bisnis hanya tersisa sekitar 5-10%.

Pertanyaan yang menggelitik diapungkan adalah, benarkah revisi aturan konten premium ini akan menjadi obat mujarab mengembalikan gairah para pebisnis di bidang ini?
 
"Pelaku industrinya harus lebih kreatif lagi dari sebelumnya. Kalau dulu kan terlalu homogen, kebanyakan SMS premium yang konsepnya push SMS," saran  GM Content & Application XL Axiata Revie Sylviana Andriani Dewi.

Menurut wanita yang sedang mengandung anak kedua ini,  SMS Premium tak bisa dijadikan lagi sebagai andalan untuk berbisnis konten premium.  “Konten berbasis Value Added Service (VAS) sekarang  menjadi andalan, disamping Ring Back Tone (RBT),” katanya.

Model Bisnis
Direktur Teknologi, Konten, & New Business XL Dian Siswarini menambahkan, operator pun sudah berubah untuk membangkitkan bisnis konten. Misalnya, tidak lagi menetapkan pendapatan minimum bagi penyedia konten setiap bulannya atau  membantu pemasaran dari konten dengan memanfaatkan jalur distribusi operator.

Diperkirakannya, dibutuhkan waktu  dua tahun untuk membangkitkan bisnis konten digital dan SMS premium. "Butuh waktu setidaknya dua tahun untuk mengembalikan industri ini. Kita siap membangun kembali industri ini,” katanya.

Revie mengungkapkan, di XL sendiri, secara perlahan namun pasti bisnis konten menunjukkan pemulihan.
Hal itu terlihat dari tercapainya target pendapatan  VAS sebesar 3% dari pendapatan usaha di kuartal III-2012 tahun ini. Kontribusi pendapatan VAS diestimasi akan tumbuh menjadi sekitar 7% dalam waktu dua tahun mendatang.

Sejak adanya Black October 2011,  pendapatan layanan VAS di XL diklaim kembali sekitar 30%. Sementara dari jumlah pengguna, sudah kembali sekitar 60%.
 
Rujukan angkanya,  pengguna layanan RBT XL tercatat tiga juta pengguna dari total pelanggan VAS yang 13 juta pengguna.

Jika melihat  kinerja Q3-2012, maka pendapatan layanan VAS  di XL sekitar Rp 480 miliar atau 3% terhadap total pendapatan usaha sebesar Rp 16 triliun.
 
Pandangan Regulasi
Lantas bagaimana pandangan operator terhadap revisi regulasi konten? Ternyata salah satu yang paling dikhawatirkan operator adalah masalah aturan SMS Broadcast. Pasalnya, ini menyangkut tren bisnis baru yakni Mobile Advertising.
 
"Dalam revisi aturan itu bukannya tak boleh sama sekali broadcast. Hanya diatur saja agar pelanggan tidak tiap hari dapat SMS broadcast. Bayangkan kalau ada 500 CP tiap hari kirim SMS seperti itu. Dari XL inginnya persetujuan tersebut, pelanggan yang daftar (bukan sebaliknya)" interpretasi Dian.

Project Director Service, Content, Application, & Portal Task Force (SCAP)  Telkomsel  Gideon E Purnomo, pun mempertanyakan aturan SMS broadcast yang tertuang dalam pasal 19.

"Jangan melihat broadcast tersebut disalahgunakan atau tidak.  Bagaimanapun broadcast adalah cara untuk menjangkau masyarakat," menurut  Gideon.  

Disarankannya, jika benar-benar dilarang, pemerintah harus datang dengan solusi.  “Lita ingin alternatifnya akan seperti apa. Karena bila ditakutkan spamming, definisi dari spamming itu kan sangat luas. Itu perlu didetailkan," katanya.

Self Regulated
Sementara Sekjen Indonesia Mobile and Online Content Provider Association Ferrij Lumoring  menyayangkan pemerintah tidak membiarkan para pemain untuk melakukan self regulated.
 
“Harap diingat, aturan yang ketat bukan solusi Penyedia Konten tidak akan nakal di masa depan.  Hal yang dibutuhkan adalah pengawasan. Untuk itu perlu ada  self regulated dimana Penyedia Konten  mengawasi komunitasnya sendiri,” jelaasnya.

Menurutnya, menyerahkan pengawasan ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) belum tentu efektif karena tidak akan mampu melihat hingga ke “dalam” bisnis konetn. “Pergolakan di bisnis ini tidak akan dirasakan karena BRTI bukan pemainnya,” katanya.
 
Sedangkan terkait larangan aturan SMS broadcast, diinterpretasikannya hanya dilarang untuk layanan VAS, sementara bagi segmen korporasi bisa berjalan terus. “Tidak ada jaminan juga jika SMS broadcast dilarang, penyedia konten berhenti nakal. Banyak cara lain di luar broadcast, jika mau nakal,” katanya.

Karena itu, lanjutnya, hal yang dibutuhkan adalah self regulated oleh komunitas karena tidak mungkin satu aturan direvisi setiap tahun karena teknologi berkembang terus.
 
“Memberdayakan kode etik  atau  Self Regulated itu harga mati kalau mau menata Industri konten secara serius. Mungkin Self Regulated juga blm sempurna, karena yang dihadapi ini CP Creative, tetapi   masih lebih baik   daripada tidak ada, dan hanya mengandalkan BRTI,” katanya.(ak)
 
   
 

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
IndoTelko Idul Fitri 2024
More Stories
Data Center Service Provider of the year