JAKARTA (IndoTelko) - Hampir semua pemimpin data (95%) mengaku tidak memiliki visibilitas penuh terhadap proses pengambilan keputusan AI, menurut laporan “Global AI Confessions Report: Data Leaders Edition” dari Dataiku, The Universal AI Platform™.
Studi ini dilakukan oleh The Harris Poll untuk Dataiku, dengan mensurvei lebih dari 800 eksekutif senior di bidang data di AS, Inggris, Prancis, Jerman, Uni Emirat Arab, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. Laporan tersebut mengungkap bahwa meskipun 86% responden memperkirakan AI telah menjadi bagian dari operasi sehari-hari mereka, kekhawatiran terkait kesenjangan tata kelola (governance), kurangnya penjelasan (explainability), dan masih adanya kepercayaan yang keliru.
Uniknya, hanya 19% pemimpin data yang selalu meminta agen AI untuk “menunjukkan proses kerjanya” sebelum disetujui, dan 52% menunda atau membatalkan implementasi agen AI spesifik karena alasan penjelasan.
CIO dan CDO menanggung tanggung jawab besar: 46% paling sering menerima pujian atas keberhasilan AI, tetapi lebih dari separuh (56%) mengatakan merekalah yang paling mungkin disalahkan jika AI menyebabkan kerugian bisnis. Dengan 60% di antaranya khawatir akan kehilangan pekerjaan jika AI gagal menunjukkan hasil nyata dalam dua tahun ke depan, tekanan terhadap pemimpin data belum pernah sebesar ini.
Meski optimisme terhadap potensi AI tinggi, kenyataannya AI sudah menimbulkan tantangan bagi perusahaan global, diantaranya :
Awal tahun ini, “Global AI Confessions Report: CEO Edition” dari Dataiku menunjukkan bahwa para CEO memiliki pandangan yang sangat optimistis terhadap AI. Namun, pemimpin data lebih skeptis. Hanya 39% yang mengatakan bahwa jajaran C-suite benar-benar memahami AI, 68% percaya para eksekutif melebih-lebihkan akurasi AI, dan 73% menilai mereka meremehkan tingkat kesulitan dalam mencapai reliabilitas AI sebelum tahap produksi.
Taruhannya besar 56% pemimpin data memperkirakan akan ada CEO yang kehilangan jabatan pada 2026 karena strategi AI yang gagal. Kesenjangan antara optimisme CEO dan kehati-hatian pemimpin data dalam mendorong AI yang belum siap ke tahap produksi bisa menjadi alasan mengapa begitu banyak proyek AI masih terjebak di fase POC atau ujicoba.
Dijelaskan Co-founder and CEO Dataiku, Florian Douetteau, temuan paling mengkhawatirkan dari laporan ini adalah bahwa perusahaan di seluruh dunia sedang mempertaruhkan masa depan mereka pada sistem AI yang belum sepenuhnya mereka percayai.
“Kabar baiknya, sebagian besar kegagalan inisiatif AI disebabkan oleh hambatan umum yang bisa diatasi melalui peningkatan keterjelasan, keterlacakan (traceability), dan tata kelola yang kuat. Itulah cara AI bisa beralih dari sekadar sensasi (hype) menjadi sebuah dampak nyata bagi bisnis,” ujarnya.
Penelitian ini dilakukan secara daring oleh The Harris Poll atas nama Dataiku pada 20-29 Agustus 2025. Survei dilakukan terhadap para profesional yang dikategorikan sebagai “Pemimpin Data” di Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Uni Emirat Arab, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. Total 812 wawancara dilakukan (AS = 203, Inggris = 102, Prancis = 101, Jerman = 103, UEA = 100, Jepang = 103, Korea Selatan = 50, Singapura = 50). (mas)