JAKARTA (IndoTelko) Pemerintah menegaskan bahwa kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) harus dilihat sebagai peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional, bukan ancaman terhadap lapangan kerja manusia.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan, teknologi AI justru dapat membuka lapangan kerja baru jika dimanfaatkan secara bijak dan inklusif.
“Dikabarkan AI akan menggantikan sekitar 85 juta pekerjaan pada tahun 2025. Namun pada saat yang sama, teknologi ini juga berpotensi menciptakan 90 juta pekerjaan baru di berbagai bidang. Jadi AI perlu diwaspadai, tapi tidak perlu ditakuti,” ujar Meutya.
Menurut Meutya, Indonesia termasuk salah satu negara paling optimistis di dunia dalam menghadapi gelombang adopsi AI. Masyarakat menunjukkan kesiapan tinggi dalam menerima teknologi baru tanpa rasa takut berlebihan.
“Berdasarkan berbagai survei, Indonesia dinilai sebagai negara yang mampu menerima AI dengan baik. Itu pertanda yang baik, karena kesiapan mental adalah fondasi penting,” ucapnya.
Ia menegaskan, AI harus diposisikan untuk memperkuat kemampuan manusia, bukan menggantikannya. “Kita coba melihat AI dari perspektif berbeda — bukan sekadar data dan angka, melainkan bagaimana AI bisa dimaknai sebagai alat bantu yang memperkuat manusia,” katanya.
Pemerintah, lanjut Meutya, saat ini tengah menyusun Peta Jalan Nasional AI sebagai panduan strategis lintas sektor. Regulasi tersebut ditargetkan terbit dalam bentuk Peraturan Presiden pada awal 2026, yang akan menjadi pedoman bagi pengembangan ekosistem AI nasional. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan kebijakan pendukung seperti pemerataan akses digital agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati manfaat AI.
“Yang juga penting adalah membuat AI menjadi inklusif. Kami baru saja melelang frekuensi 1,4 GHz untuk menghadirkan internet yang lebih murah dan merata, karena konektivitas adalah prasyarat utama agar manfaat AI bisa dirasakan semua kalangan,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengungkapkan, antusiasme generasi muda Indonesia dalam mengembangkan teknologi AI sangat tinggi. Dalam lima tahun terakhir, lebih dari 2.800 perusahaan rintisan (startup) di Indonesia aktif mengembangkan solusi berbasis kecerdasan artifisial di berbagai sektor.
“Banyak inisiatif baru yang lahir. Ini menunjukkan potensi luar biasa talenta muda Indonesia dalam mengembangkan AI, baik untuk kebutuhan industri maupun sosial,” kata Nezar.
Nezar juga menyampaikan bahwa Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang menuntaskan Readiness Assessment Methodology (RAM) AI dari UNESCO hanya dalam waktu empat bulan. “Capaian ini menunjukkan kesiapan Indonesia menjadi pemimpin di bidang AI di kawasan Asia Tenggara,” ujarnya.
Saat ini, pemerintah tengah mempersiapkan dua peraturan presiden, yakni Perpres Peta Jalan Nasional AI dan Perpres Etika AI, sebagai dasar hukum pengembangan AI yang etis dan bertanggung jawab. Regulasi ini akan mengatur tata kelola, prinsip keberlanjutan, serta perlindungan terhadap manusia dan lingkungan dalam penerapan teknologi.
“AI harus dikembangkan dengan memperhatikan dampaknya terhadap manusia, lingkungan, dan seluruh makhluk hidup. Prinsip keberlanjutan menjadi panduan utama agar AI berkontribusi pada kesejahteraan jangka panjang,” tegas Nezar.
Dengan langkah-langkah strategis ini, pemerintah optimistis Indonesia dapat menjadi salah satu kekuatan global dalam pengembangan dan penerapan AI. Meutya menutup dengan pesan agar semua pihak berperan aktif dalam memastikan teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab.
“Ketika pemanfaatannya dilakukan dengan baik, AI akan membawa kebaikan. Demokrasi teknologi menuntut tanggung jawab bersama, dan kita semua memiliki peran yang sama penting dalam menentukan arah perkembangan AI ke depan,” pungkasnya.(wn)