Perusahaan yang siap manfaatkan AI unggul dalam kompetisi nilai

JAKARTA (IndoTelko) - Perusahaan teknologi global terkemuka di bidang jaringan dan keamanan, Cisco merilis hasil dari Cisco AI Readiness Index tahunan yang ketiga.

Dalam laporan tersebut, teridentifikasi satu kelompok kecil namun konsisten yang disebut “Pacesetters” — mencakup sekitar 23% perusahaan yang disurvei di Indonesia dan 13% di tingkat global selama tiga tahun terakhir — yang secara konsisten unggul dalam setiap kriteria penciptaan nilai dari AI. Kelompok ini diidentifikasi untuk pertama kalinya melalui studi global Cisco yang melibatkan lebih dari 8.000 pemimpin AI dari 30 negara dan 26 industri.

Keunggulan yang berhasil dipertahankan oleh para Pacesetters ini mengindikasikan bentuk ketangguhan baru: pendekatan yang disiplin di level sistem yang menyeimbangkan pendorong strategis dengan data dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan AI yang semakin cepat. Para Pacesetters sudah membuat desain untuk masa depan dengan 98% di tingkat global merancang jaringan mereka untuk mengimbangi pertumbuhan, skala dan kompleksitas AI, dibandingkan dengan hanya 68% di Indonesia.

Kombinasi kemampuan membuat prediksi dan fondasi memberikan hasil yang nyata dan jelas ketika dua kekuatan besar mulai membentuk lanskap ini: agen AI, yang menaikkan standar untuk skala, keamanan dan tata kelola; dan AI Infrastructure Debt, peringatan dini tentang hambatan tersembunyi yang mengancam akan menggerus nilai dalam jangka panjang.

Dikatakan Country Leader Interim Cisco Indonesia, Sheldon Chen, Cisco AI Readiness Index tahun ini menjelaskan satu hal, kesiapan membawa ke pencapaian nilai. Secara menyeluruh, ia melihat bahwa perusahaan-perusahaan yang siap memanfaatkan AI, yaitu para Pacesetters di dalam risetnya, telah membuktikan hal ini.

“Mereka tiga kali lebih mungkin untuk membawa uji coba AI ke tahap produksi/implementasi penuh, dan 20% lebih mungkin untuk mendapatkan nilai yang terukur. Ketika banyak organisasi berupaya menerapkan agen AI, kesuksesan mereka tergantung pada kesiapan, disiplin dan tindakan mereka,” jelasnya.

Riset Cisco memaparkan pola yang konsisten di antara para pemimpin yang mencapai hasil nyata, di antaranya :

1. Mereka menjadikan AI bagian dari bisnis, bukan proyek sampingan

Hampir semua perusahaan dalam kategori Pacesetters ini (99%) di tingkat global sudah memiliki peta jalan AI yang jelas (vs 78% di Indonesia) dan 91% (vs 51% di Indonesia) memiliki rencana manajemen perubahan. Anggaran sesuai dengan tujuan, dengan 79% menjadikan AI sebagai prioritas investasi teratas (vs 37% di Indonesia) dan 96% dengan strategi pendanaan jangka pendek dan panjang (vs 69% di Indonesia).

2. Mereka membangun infrastruktur yang siap untuk berkembang

Mereka mendesain infrastruktur untuk era AI yang terus-menerus aktif. 71% dari Pacesetters di tingkat global mengatakan bahwa jaringan mereka yang sepenuhnya fleksibel dan bisa segera ditingkatkan untuk proyek AI apa pun (vs 27% di Indonesia), dan 77% berinvestasi di pusat data dengan kapasitas baru dalam 12 bulan mendatang (vs 55% di Indonesia)

3. Mereka membawa uji coba ke produksi

Di tingkat global, 62% memiliki proses inovasi yang matang dan bisa diulangi untuk menghasilkan dan meningkatkan kasus penggunaan AI (vs 19% secara keseluruhan di Indonesia), dan tiga perempat (77%) sudah merampungkan kasus penggunaan tersebut (vs 26% di Indonesia)

4. Mereka mengukur apa yang penting

Di tingkat global, 95% melacak dampak dari investasi AI mereka, dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya, dan 71% yakin jenis penggunaan AI mereka akan menghasilkan aliran pendapatan baru, dibandingkan dengan rata-rata 57% di Indonesia.

5. Mereka mengubah keamanan menjadi kekuatan

Di tingkat global 87% sangat menyadari adanya ancaman spesifik AI (vs 62% secara keseluruhan di Indonesia), 62% mengintegrasikan AI ke dalam sistem keamanan dan identitas mereka (vs 40% di Indonesia) dan 75% sudah dilengkapi dengan alat untuk mengendalikan dan mengamankan agen AI (vs 56% di Indonesia). Kepercayaan adalah bagian dari persamaan nilai bagi Pacesetter.

Para Pacesetters mendapatkan hasil yang lebih luas dibandingkan rekan-rekannya karena pendekatan ini: di tingkat global, 90% melaporkan peningkatan dalam profitabilitas, produktivitas, dan inovasi, dibandingkan dengan 81% secara keseluruhan di Indonesia.

Index ini menunjukkan bahwa 97% organisasi di Indonesia berencana untuk menerapkan agen AI, dan hampir 45% mengharapkan agen AI tersebut akan bekerja berdampingan dengan karyawan di tahun depan. Namun bagi mayoritas perusahaan-perusahaan tersebut, agen AI mengungkap fondasi yang lemah, sistem yang nyaris tidak mampu menangani AI reaktif berbasis tugas, apalagi sistem AI yang berpikir, bertindak secara otonom, dan belajar terus-menerus.

Sebanyak 29% responden mengatakan jaringan mereka tidak bisa ditingkatkan untuk mengatasi kompleksitas atau volume data, dan hanya 27% yang menyebutkan bahwa jaringan mereka fleksibel atau bisa beradaptasi.

Para Pacesetters sekali lagi adalah pengecualian. Pendekatan mereka yang disiplin dan sistematis sudah membantu membangun fondasi yang akan mereka butuhkan untuk melakukan peningkatan.

Laporan ini memperkenalkan satu konsep baru, AI Infrastructure Debt, utang berupa ketertinggalan dalam evolusi teknis dan digital modern yang pernah menghambat kemajuan transformasi digital.

AI Infrastructure Debt adalah akumulasi tersembunyi yang mencakup kompromi, penundaan dalam melakukan upgrade, dan arsitektur yang tidak didanai dengan cukup, yang mengikis nilai AI seiring waktu. Beberapa tanda peringatan dini sudah terlihat: 49% memperkirakan beban kerja akan meningkat lebih dari 30% dalam tiga tahun kedepan, 70% mengalami kesulitan untuk memusatkan data, hanya 47% yang memiliki kapasitas GPU yang memadai, dan hanya 37% dapat mendeteksi atau mencegah ancaman spesifik AI.

Tanda-tanda peringatan awal tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara ambisi penerapan AI dan tingkat kesiapan operasional perusahaan. Namun, ketika sistem pendukung AI tidak memiliki keamanan yang memadai, kesenjangan ini dapat meningkatkan potensi risiko. Meskipun para Pacesetters tidak sepenuhnya kebal terhadap tantangan tersebut, visi jangka panjang, tata kelola yang kuat, serta disiplin dalam berinvestasi menempatkan mereka pada posisi yang lebih baik untuk mencegah masalah kecil berkembang menjadi risiko yang lebih besar dan mahal. (mas)