JAKARTA (IndoTelko) — Primaya Hospital memperkenalkan sejumlah teknologi terbaru dalam penanganan penyakit jantung, mulai dari ablasi tanpa panas, angioplasti presisi, hingga operasi bypass minimal invasif.
Inovasi tersebut dipaparkan dalam Primaya Cardiovascular Conference 2025 bertema “Beat for Life, Love Your Heart” yang digelar di Jakarta, Senin (22/9), sekaligus memperingati Bulan Jantung Sedunia.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2023 mencatat penyakit jantung dan pembuluh darah masih menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia, dengan lebih dari 17 juta kematian per tahun.
Di Indonesia, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular mencapai 651.481 jiwa, terdiri dari stroke (331.349), jantung koroner (245.343), dan jantung hipertensi (50.620).
Chief Medical Officer Primaya Hospital Group, dr. Esther Ramono, mengatakan kemajuan teknologi harus berjalan seiring dengan edukasi publik.
“Dengan teknologi terbaru, pasien tidak hanya mendapatkan terapi yang lebih efektif, tetapi juga lebih aman dan berpusat pada kebutuhan pasien. Namun, pencegahan melalui gaya hidup sehat dan deteksi dini sama berharganya dengan terapi mutakhir. Keduanya harus berjalan beriringan untuk menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung di Indonesia,” ujarnya.
Salah satu terobosan yang dibahas adalah Ablasi Pulsed-Field (PFA). Menurut Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), FIHA, metode ini lebih selektif dibandingkan ablasi berbasis panas, sehingga lebih aman terhadap esofagus dan saraf. “Data ADVENT trial menunjukkan efektivitas sekaligus keamanan yang lebih tinggi, menjadikannya terapi masa depan untuk atrial fibrillation,” jelasnya.
Selain itu, dr. Bambang Budiono, SpJP(K), FIHA, memaparkan teknologi Precision PCI yang memanfaatkan pencitraan intravaskular dan fisiologi koroner.
“Intervensi koroner kini tidak lagi cukup hanya mengandalkan angiografi. Dengan pendekatan presisi, terapi bisa benar-benar personal, meningkatkan keberhasilan dan kualitas hidup pasien dalam jangka panjang,” katanya.
Inovasi lain adalah Drug-Coated Balloon (DCB), yang disampaikan oleh dr. Rony M. Santoso, SpJP(K). Teknologi ini memungkinkan pengobatan tanpa meninggalkan logam di pembuluh darah. “Hasil penelitian menunjukkan risiko perdarahan lebih rendah, durasi penggunaan obat lebih singkat, serta outcome pasien lebih baik. Tidak semua kasus jantung harus dengan pemasangan ring,” ujarnya.
Untuk kasus kompleks seperti Chronic Total Occlusion PCI (CTO PCI), dr. Isman Firdaus, SpJP(K) menekankan pentingnya pemilihan pasien yang tepat dan teknologi modern agar angka keberhasilan meningkat. Sementara itu, dr. Robert Edward Saragih, SpJP(K) menekankan pentingnya intervensi cepat dengan PCI dini pada sindrom koroner akut.
Pada sisi bedah, dr. Jayarasti Kusumanegara, SpBTKV menyoroti teknik Coronary Artery Bypass Graft (CABG) minimal invasif dengan penggunaan graft arteri ganda. Ia menyebut pendekatan ini terbukti menurunkan risiko kematian jangka panjang, sekaligus mempercepat pemulihan pasien melalui protokol Enhanced Recovery After Surgery (ERAS).
Konferensi ini menegaskan bahwa teknologi kardiovaskular yang semakin maju membuka peluang terapi lebih presisi dan aman. Namun, Primaya menekankan bahwa edukasi gaya hidup sehat, olahraga, serta pemeriksaan rutin tetap menjadi kunci dalam menekan angka kematian akibat penyakit jantung.(wn)