Perusahaan di Asia Pasifik belum siap optimalkan adopsi AI

JAKARTA (IndoTelko) Studi terbaru IBM mengungkap kesenjangan besar antara persepsi dan realitas kesiapan perusahaan di Asia Pasifik dalam mengadopsi kecerdasan buatan (AI) dan teknologi Industri 4.0.

Laporan berjudul “APAC AI-Driven Industry 4.0: Building Tomorrow’s Industries” menilai kesiapan perusahaan besar di sektor manufaktur, energi, dan utilitas. Hasilnya, meski 85% responden menilai diri mereka sudah “Data-Driven” atau “AI-First,” hanya 11% yang dinilai benar-benar berada pada tahap kesiapan lebih tinggi.

Kondisi ini berisiko membuat investasi strategis salah arah. “Jika pemimpin perusahaan menilai tingkat kesiapan lebih tinggi dari yang sebenarnya, hambatan mendasar bisa terabaikan dan memperlambat transformasi,” tulis laporan tersebut.

IBM mencatat sejumlah hambatan utama dalam adopsi AI, di antaranya:
• Strategi tidak terintegrasi, hanya 10% organisasi yang memiliki strategi Industri 4.0 menyeluruh.
• Keterbatasan SDM, hanya 16% perusahaan merasa siap dengan keahlian internal.
• Eksekusi terisolasi, 67% masih menjalankan use case ad hoc di tingkat departemen.
• Lambannya modernisasi, baru 40% yang mengadopsi predictive maintenance secara luas.
• Integrasi AI terbatas, hanya 10% yang menjadikan AI sebagai pilar strategis.

Ke depan, peralihan ke Industri 5.0 yang berfokus pada manusia, keberlanjutan, dan ketahanan dinilai masih menjadi tantangan. Misalnya, hanya 23% perusahaan memiliki mekanisme feedback pelanggan untuk mendukung keputusan strategis, dan separuhnya masih mengandalkan kontrol dasar dalam keamanan siber.

Meski begitu, laporan juga menyoroti contoh penerapan AI di kawasan, antara lain Dongjin Semichem di Korea Selatan yang memakai platform GenAI lokal, SMART Modular Technologies di Malaysia dengan otomasi inspeksi kualitas, serta Volkswagen FAW Engine di Cina yang memanfaatkan integrasi 5G, AI, dan robotika otonom.

Presiden Direktur IBM Indonesia, Roy Kosasih, menekankan pentingnya fondasi digital yang kuat di tengah transisi ini. “Di Indonesia, yang akan unggul adalah mereka yang membangun fondasi digital yang aman dan adaptif, sekaligus memberdayakan orang-orangnya untuk mengubah ide-ide berani menjadi aksi nyata. Manusia tetap menjadi inti dari bisnis,” ujarnya.

IBM merekomendasikan perusahaan untuk mengadopsi strategi menyeluruh, memperkuat platform inti, mengintegrasikan data lintas fungsi, hingga menanamkan pemikiran Industri 5.0 sejak dini agar transformasi tidak terhenti di tengah jalan.(wn)