Komdigi serap aspirasi publik untuk rancang aturan AI

JAKARTA (IndoTelko) — Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mempercepat penyusunan Peta Jalan Kecerdasan Artifisial (AI) Nasional dan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait keamanan serta keselamatan AI.

Langkah ini diiringi dengan proses konsultasi publik untuk memastikan kebijakan yang disusun merepresentasikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengatakan rancangan awal Peta Jalan AI telah rampung setelah melalui serangkaian diskusi intensif dengan berbagai pihak.

“Ada 7 pokja yang terlibat, dan setiap kali diskusi diikuti dengan cukup antusias oleh para stakeholder, bisa mencapai 300-350 orang sekali diskusi. Kita sudah melakukan rangkaian diskusi ini kurang lebih 21 kali pertemuan,” ujarnya.

Menurut Nezar, langkah berikutnya adalah menggelar konsultasi publik sebelum rancangan dikirimkan ke Kementerian Sekretariat Negara untuk proses harmonisasi dengan Kementerian Hukum. Targetnya, seluruh proses penyusunan rampung pada akhir September. “Harapannya hasil perancangan ini dapat merepresentasikan kepentingan para stakeholder,” katanya.

Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah menambahkan, selain Peta Jalan AI, pemerintah juga menyiapkan rancangan Perpres yang fokus pada keamanan dan keselamatan AI.

“Memang ada dua rancangan: Peta Jalan termasuk buku putihnya, dan rancangan Perpres safety and security. Dalam waktu dekat, keduanya akan kami lakukan konsultasi publik,” ujarnya.

Buku Putih Peta Jalan AI Nasional disusun oleh Gugus Tugas yang beranggotakan 443 orang dari unsur pemerintah, akademisi, industri, komunitas, dan media. Dokumen ini menjadi pijakan strategis dalam pengembangan kebijakan AI, dilengkapi dengan Konsep Pedoman Etika AI yang memperkuat aturan etika yang telah berlaku sejak 2023. Publik dapat memberikan masukan hingga 22 Agustus 2025 melalui email resmi Komdigi.

Nezar menegaskan, pengembangan AI tidak hanya untuk inovasi, tetapi juga sebagai alat melindungi masyarakat dari ancaman digital seperti spam dan penipuan daring.

“Teknologi seperti AI dan machine learning jangan hanya menjadi jargon, tapi harus menjadi solusi nyata untuk masalah krusial seperti keamanan digital,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya kedaulatan teknologi dan perlindungan data nasional. “Indonesia tidak boleh menjadi korban kolonialisme digital. Inisiatif seperti AI for All harus menjadi model kolaborasi yang dapat ditiru pelaku industri digital lainnya,” pungkas Nezar.(ak)