Memberantas benalu di bisnis internet

ilustrasi

Istilah RT/RW Net sejak bulan lalu kembali popular di media massa.

Pemicunya adalah ucapan Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi akan menindak tegas penggunaan perangkat ilegal RT/RW Net. Tak hanya itu, Budi juga mengajak masyarakat untuk melaporkan hal tersebut ke pemerintah.

Lantas, apa itu RT/RW Net? Jaringan RT/RW Net dibangun di lingkungan perumahan, kompleks, atau kawasan pemukiman padat penduduk. Tujuannya, agar masyarakat bisa menikmati koneksi jaringan internet dengan mudah dan murah, namun tetap stabil.

Kok bisa murah? Umumnya, pemain RT/RW Net ilegal menghindari membayar pajak dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta tidak mengalokasikan biaya terkait dengan kepentingan perlindungan pelanggan.

Sementara untuk membangun jaringan RT/RW Net hanya membutuhkan beberapa perangkat guna memperluas cakupan jaringan internet. Perangkat yang dimaksud antara lain modem atau router, access point, antena, box access point, dan power over ethernet (POE). Perangkat lainnya untuk RT/RW Net adalah kabel UTP (unshielded twisted pair) dan STP (shielded twisted pair), kabel pigtail atau kabel jumper, dan penangkal petir.

Tak hanya itu, RT/RW Net saat ini menggelar infrastruktur ilegal berupa kabel Fiber Optic (FO) tanpa izin, serta Kabel FO ditumpangkan pada tiang pihak lain

Perlu diketahui, proses operasional RT/RW Net melibatkan penyediaan akses internet kepada komunitas lokal dengan cara memperluas atau mendistribusikan kembali koneksi internet yang diperoleh dari penyedia layanan internet atau Internet Service Provider (ISP).

RT/RW Net sering kali disebut beroperasi tanpa landasan hukum yang jelas. Alhasil, bisnis ini sering dianggap sebagai aktivitas ilegal alias benalu di penyediaan akses internet ke masyarakat.

Namun, untuk membangun bisnis RT/RW Net yang sah dan legal, bisa dilakukan alternatif dengan menjadi subnet dari suatu ISP.

Merujuk pada laman resmi Direktorat Jenderal Penyelengara Pos dan Informatika Kemenkominfo, ketentuan menjual kembali layanan internet tertuang pada Permen Kominfo no.13/2019 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dan No.3/2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Sistem Transaksi Elektronik.

Kegiatan reseller hanya dapat dilaksanakan setelah memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat, yakni dengan memperoleh Sertifikat Standar Jasa Jual Kembali Jasa Telekomunikasi (KBLI 61994) melalui oss.go.id. Kemudian, peraturan tersebut juga menyebut bahwa kegiatan penjualan kembali dilakukan dengan cara menggunakan merek dagang dan dapat menambahkan merek dagang perusahaan reseller (co branding).

Selain itu, harus memenuhi ketentuan standar kualitas pelayanan jasa telekomunikasi yang telah dikomitmenkan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi. Dalam hal pencatatan, harus dilakukan terpisah atas seluruh pendapatan jasa jual kembali dan melaporkannya kepada penyelenggara jasa telekomunikasi.

Kemudian, penagihan (billing) mencantumkan merek dagang penyelenggara jasa telekomunikasi. “Menggunakan alamat IP dan AS Number milik penyelenggara jasa telekomunikasi dan melaksanakan ketentuan sesuai perjanjian kerja sama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi,” tulis dalam peraturan tersebut.

Reseller internet yang resmi juga harus menyampaikan komitmen yang berupa kerja sama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi; pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan filtering konten negatif antara lain: pornografi, perjudian, dan kekerasan; serta pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bahaya
Terdapat sejumlah bahaya yang ditanggung oleh masyarakat saat menggunakan RT/RW Net Ilegal.

Pertama, ISP ilegal mungkin tidak memiliki infrastruktur yang memadai atau tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Akibatnya, pengguna mungkin mengalami ketidakstabilan jaringan, seringnya gangguan koneksi internet yang merugikan aktivitas pengguna internet.

Kedua, kecepatan internet yang ditawarkan rendah, karena berbagi jaringan dengan banyak pengguna. Hal ini membuat kesulitan saat streaming video, atau saat mengunduh file.

Ketiga, ISP ilegal tidak terikat oleh persyaratan keamanan dan privasi data yang berlaku. Hal ini berarti informasi pribadi pengguna mungkin tidak dilindungi dengan baik, sehingga meningkatkan risiko penyalahgunaan data atau kejahatan cyber.

Sejauh ini Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan penertiban terhadap 150 penyelenggara ilegal selama 2023.

Kominfo pada 28 Februari 2024 telah mengirim surat atas nama Direktur Pengendalian Pos dan Informatika perihal Kewajiban Memenuhi Ketentuan Jual Kembali Jasa Telekomunikasi Nomor: B-2585/DJPPI.6/ PI.05.03/02/2024 tanggal 13 Februari 2024 kepada 1.003 penyelenggara ISP.

Inti dari surat itu adalah seluruh ISP wajib mematuhi ketentuan jual kembali jasa telekomunikasi dan pelanggaran atas hal tersebut akan dikenakan sanksi administratif, diharapkan seluruh penyelenggara ISP secara sinergis dan kolaboratif melakukan pencegahan dan upaya untuk turut menurunkan kegiatan ilegal.

Kominfo juga telah melakukan pemanggilan kepada penyelenggara NAP dan ISP pada 2-4 April 2024 untuk dilakukan klarifikasi. Adapun terhadap 11 penyelenggara NAP/ISP telah diterbitkan Surat Teguran Pertama.

Lalu, pada 7 April 2024 telah dikirim surat Direktur Pengendalian PPI Nomor: B-257/DJPPI.6/PI.05.03/04/2024 tanggal 5 April 2024 perihal pemberitahuan kepada 1.003 penyelenggara ISP. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin penyelenggaraan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kominfo dalam investigasinya menemukan RT/RW Net saat ini memiliki sebaran pelanggan antar kelurahan, kecamatan, hingga mencakup wilayah provinsi.

Dahulu maraknya kegiatan ilegal RT RW Net masih bisa dipahami lantaran terbatasnya penyelenggara fixed broadband di Indonesia dan belum adanya aturan yang mengatur mengenai jual kembali layanan jasa telekomunikasi.

Namun kini dengan maraknya penyelenggara fixed broadband di Indonesia dan harga internet sudah terjangkau serta sudah adanya aturan Kominfo yang mengatur mengenai jual kembali layanan jasa telekomunikasi, harusnya kegiatan ilegal RT RW Net ini sudah tak terjadi lagi.

Masih maraknya kegiatan usaha ilegal RT RW Net saat ini justru menunjukkan mereka sudah tak mau diatur lagi dan tak mau tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Pembangkangan ini sudah saatnya disikapi oleh regulator beserta aparat penegak hukum dengan tindakan yang sangat tegas dimana penegakan hukum harus dilakukan seperti tertuang dalam UU yakni Berdasarkan pasal 47 Jo Pasal 11 ayat (1) UU RI Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, kegiatan usaha ilegal RT RW Net ini diancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600 juta.

@IndoTelko