JAKARTA (IndoTelko) - Laporan terbaru dari Bank Indonesia (BI) tentang kredit nasional dalam Hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Maret 2024 mengungkapkan adanya pertumbuhan kredit pada sektor perbankan sebesar 11,28% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 7.047 triliun.
Di sisi lain, penyaluran kredit di sektor UMKM tumbuh sebesar 8,85% secara tahunan (YoY). Pertumbuhan kredit untuk UMKM ini berkaitan dengan adanya kredit yang murah dan mudah diakses bagi pelaku usaha. Pertumbuhan ini juga sejalan dengan inisiatif pemerintah mempertahankan suku bunga fasilitas kredit di angka 6,75%.
Dalam siaran pers resminya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa meskipun laju pertumbuhan kredit terlihat positif, namun dengan semakin banyaknya lembaga keuangan non-bank berkompetisi menyalurkan pinjaman untuk masyarakat, maka diperlukan strategi khusus guna memperkuat peranan Bank dalam menyalurkan kredit bagi UMKM dan individual yang berbentuk kredit multiguna.
Sebagai salah satu biro kredit swasta di Indonesia, PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan (CLIK) melihat inisiatif pemerintah tersebut sebagai langkah yang strategis guna memicu penyaluran pinjaman dengan menyarankan kepada para Pemberi dana/Kreditur untuk mulai menyesuaikan strategi penyaluran pinjaman mereka.
“Ini adalah saat yang tepat bagi industri untuk bergeser kembali dari konsep inklusi keuangan ke pendalaman keuangan (financial deepening). Pemberi dana/Kreditur harus bisa menaikkan besaran pinjaman (ticket size) maupun tenor pinjaman yang menyasar pengeluaran konsumtif yang lebih panjang dan pinjaman produktif pada jangka menengah/panjang dengan tingkat suku bunga primer,” ujar Direktur Utama CLIK Leonardo Lapalorcia.
Menurut Leonardo, pemberian pinjaman pada sektor rumah tangga dan produktif tertahan dari laju pertumbuhan kredit selama empat tahun terakhir.
"Sejak pandemi, pemberi pinjaman memperlambat aliran pinjaman secara signifikan. Kami juga melihat adanya pertumbuhan besar dari sektor pinjaman online dan Buy Now Pay Later (BNPL). Laju perubahan ini seharusnya berpotensi memberi dampak limpahan (spill-over) yang jauh lebih besar untuk mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dibandingkan dengan kinerja dari pinjaman jangka pendek bernilai kecil yang sangat populer di pasar selama lima tahun terakhir," ujarnya.
Menurut Bank Dunia, UMKM terus menghadapi hambatan dalam mengakses kredit, bahkan di Asia Tenggara terdapat rata-rata 60% UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan. Kesenjangan pembiayaan untuk UMKM di negara-negara berkembang diperkirakan mencapai sekitar $5 triliun, melampaui tingkat pembiayaan UMKM saat ini sebesar 1,3 kali lipat.
“Sehingga, sangat penting bagi Bank untuk cermat menilai calon peminjam mereka dengan kecepatan dan akurasi yang sama seperti pemberi pinjaman online serta dapat menawarkan suku bunga lebih rendah dan biaya pendanaan lebih murah. Bank perlu kembali fokus pada pencairan kredit langsung, namun dengan metode penilaian yang lebih canggih guna mengurangi risiko kredit. Langkah selanjutnya adalah membuat kredit yang lebih mudah diakses dengan memanfaatkan likuiditas berlimpah di Bank serta mengaplikasikan praktik terbaik pemberian pinjaman yang mutakhir untuk memacu pertumbuhan PDB Negara," jelas Leonardo.
CLIK saat ini bersiap mendukung Bank dengan rangkaian produk dan layanan baru tahun ini. Belum lama ini, perusahaan meluncurkan CLIK Spectrum, sebuah produk skor kredit inovatif yang menggabungkan informasi perilaku kredit dengan skor data telekomunikasi dan data alternatif lainnya yang mendukung.
Melalui produk baru ini, Bank dapat mengkualifikasi ulang dan memindahkan sebagian besar calon debiturnya dari kelompok risiko menengah ke kelompok risiko rendah. Hasilnya, peluang persetujuan kredit akan lebih besar.
Chief Commercial Officer CLIK Leony Agnes Marie menambahkan bahwa inovasi yang dilakukan oleh CLIK sebagai biro kredit swasta merupakan komitmen perusahaan untuk mempercepat pertumbuhan dan inklusivitas akses kredit bagi masyarakat Indonesia. “Skor kredit kami akan memberikan perspektif baru terhadap kelayakan kredit. Dengan meningkatkan keuangan digital dan pola konsumsi, lembaga keuangan perlu mengadopsi pendekatan baru dalam mengukur profil calon debitur mereka,” ucapnya.(ak)