JAKARTA (IndoTelko) - Dalam rangka bulan suci Ramadhan dan menyambut Hari Raya Idul Fitri 2024, PT Teknologi Merlin Sejahtera ("UKU"), fintech lending platform yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan ("OJK") dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia ("AFPI") sejak tahun 2019, menjadi salah satu solusi yang memudahkan para nasabah dalam memenuhi kebutuhan finansial mereka.
Didukung oleh AFPI, UKU berkomitmen untuk terus membantu regulator dalam meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap produk jasa keuangan dengan memberikan wawasan dan edukasi mengenai fintech lending secara mendalam sehingga diharapkan dapat membantu mendorong literasi keuangan di Indonesia.
AFPI melihat adanya peluang lanskap di industri fintech melalui data dari OJK, World Bank, dan Ernst & Young pada tahun 2023, bahwa terdapat penyaluran kredit fintech yang terdiri dari 186 juta pengguna individu produktif dengan rentang usia lebih dari 15 tahun, 46,6 juta UMKM yang belum memiliki akses kredit (unbanked), 132 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses kepada kredit, serta Credit Gap sebesar RP 1.650 triliun dengan kebutuhan pembiayaan sebesar Rp2.650 triliun namun IJK Konvensional hanya menopang Rp 1.000 triliun.
Berdasarkan hasil riset AFPI-EY terdapat Estimated Credit Gap dengan total kebutuhan pembiayaan UMKM pada tahun 2026 diproyeksikan mencapai Rp 4.300 triliun dengan kemampuan suplai sebesar Rp1.900 triliun sehingga membuat adanya gap kredit sebesar Rp2.400 triliun.
Menurut Chief Executive Officer UKU, Tony Jackson, bersama AFPI, pihaknya ingin lebih memberikan wawasan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan finansial melalui solusi fintech lending khususnya dalam menavigasi kebutuhan di bulan Ramadhan dan Lebaran. Seperti di tahun lalu, pada periode 1 bulan sebelum Idul Fitri 2023, terdapat kenaikan 30% di atas rata-rata bulanan untuk kategori pengguna yang mengajukan pinjaman dan 39% untuk kategori pencairan dana kepada pelanggan.
"Masih di tahun yang sama, kami juga mencatat bahwa pemohon pinjaman naik 14% dengan kisaran usia 21-30 tahun dengan tujuan melakukan pinjaman untuk mendanai usaha kecil mereka. Melalui fitur yang komprehensif dan transparan, kami berharap dapat memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka. Kami juga berkomitmen untuk terus meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terkait cara melakukan pinjaman dana dengan bijaksana dan bertanggung jawab," katanya.
UKU menghadirkan langkah-langkah mudah untuk melakukan pinjaman dana, diantaranya dengan unduh dan install aplikasi UKU di Google Play dan App Store, mengisi informasi pribadi yang diperlukan sesuai dengan KTP dan informasi rekening pribadi, proses pencairan dana yang cepat setelah lolos evaluasi, dan mengembalikkan dana melalui berbagai metode transaksi yang tersedia. Fitur UKU juga didukung oleh User Interface (UI) yang intuitif dan mudah dipahami untuk memastikan pengalaman yang nyaman bagi calon nasabah tanpa kesulitan. UKU juga sudah mendapat sertifikasi ISO 27001 untuk melindungi data perusahaan dan para nasabah guna menghindari penyalahgunaan data pribadi.
UKU sudah hadir di berbagai wilayah di Indonesia. UKU mencatat total pencairan dana per-Desember 2023 yang didominasi di dalam Pulau Jawa mencapai Rp 6,3 triliun, sedangkan di luar Pulau Jawa terdapat Rp 2,4 triliun. Hal ini menandakan bahwa wilayah Pulau Jawa memiliki potensi pasar yang kuat untuk bisnis UKU, seperti ada 5 lokasi pencairan dana teratas di Indonesia diantaranya Jawa Barat (Rp 2,1 triliun), DKI Jakarta (Rp 1,4 triliun), Jawa Timur (Rp 1 triliun), Jawa Tengah (Rp 865 miliar), dan Banten (Rp 662 miliar).
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar mengatakan, dalam menghadapi dinamika industri fintech lending di Indonesia, penting baginya untuk terus memberikan pemahaman yang kuat terkait edukasi literasi keuangan bagi masyarakat. "Kami yakin dengan mendapatkan wawasan yang baik, masyarakat dapat membuat keputusan yang cerdas dalam memanfaatkan solusi fintech lending. Kami juga berharap UKU dapat terus berkomitmen terhadap perkembangan regulasi pada sektor industri ini untuk menghadirkan solusi finansial yang mudah dan transparan bagi masyarakat," ujarnya.
Berdasarkan statistik OJK, kondisi lanskap fintech yang tercatat pada Januari 2024, terdapat ± 1,2 juta pengguna transaksi lender, ± 123,45 juta borrower yang mengakses kredit, lebih dari Rp785 triliun jumlah pinjaman yang telah terdistribusi ke pengguna, dan 101 jumlah fintech yang terdaftar dan diawasi oleh OJK. Industri fintech lending yang legal berkomitmen untuk menegakkan persaingan yang sehat dan etis, memiliki integritas dan kepatuhan yang berorientasi pada perlindungan konsumen, serta mendorong perkembangan yang inovatif dan inklusif di sektor industri terkait.
Entjik berharap adanya dukungan sinergis dari media dalam mengedepankan pemberitaan yang positif terhadap industri fintech peer-to-peer lending bahwa "Peer-to-Peer Lending" atau "Fintech Lending" berbeda makna dengan "Pinjol". "Kami berharap kemitraan strategis ini dapat terus berkelanjutan antara media dan pemain industri fintech lending," jelasnya. (mas)