Menakar daya tarik bisnis crypto exchange di Indonesia

JAKARTA (IndoTelko) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan volume perdagangan aset kripto di Indonesia telah mengalami penurunan drastis sebesar 224% secara tahunan (YoY) hingga mencapai Rp 94,4 triliun pada bulan September 2023. Tren penurunan ini telah berlanjut dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2021, volume perdagangan aset kripto mencapai puncaknya sebesar Rp 859,4 triliun. Namun, angka ini turun tajam sebesar 63% menjadi Rp 306,4 triliun pada tahun 2022.

OJK juga mencatat bahwa salah satu penyebab penurunan signifikan dalam nilai transaksi kripto ini adalah tingginya pengenaan pajak. Meskipun demikian, OJK menyatakan bahwa perpajakan pada transaksi kripto dianggap sebagai hal yang 'sangat positif'.

Dengan nilai transaksi yang ditemukan mengalami penurunan, masihkan ada potensi dari bisnis perdagangan aset kripto atau crypto exchange di Indonesia?

CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis mencatat bahwa meskipun saat ini pasar investasi kripto di Indonesia sudah mencapai lebih dari 17 juta investor, angka ini masih mewakili sekitar 5-6% dari total penduduk Indonesia. Ini menunjukkan bahwa masih ada ruang yang sangat besar bagi pertumbuhan dan ekspansi dalam sektor ini.

"Ketika kita menilai secara mendasar dan dari segi regulasi serta faktor makro lainnya, bisnis crypto exchange di Indonesia tidak terlalu menarik. Namun, sebenarnya ada alasan mengapa saya terlibat di sini. Secara sederhana, semuanya bergantung pada potensi pasar. Indonesia memiliki populasi yang mayoritas terdiri dari generasi muda, dan ini menjadikan potensi pasar kripto yang besar ke depannya," ungkap Yudho.

Lebih lanjut, Yudhono menekankan bahwa pertumbuhan pelaku bisnis kripto di Indonesia terus meningkat. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat sudah ada 32 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang menjanjikan peluang besar bagi investor di ruang kripto. Dengan banyaknya pemain di industri, menunjukan bahwa pasar dan ekosistemnya semakin matang dan berkembang.

Regulasi
Yudho melihat adanya keuntungan bisnis dari peralihan pengaturan perdagangan aset kripto dari Bappebti ke OJK. Dengan regulasi yang lebih kuat dan jelas dari OJK, potensi untuk meningkatkan kepercayaan investor dalam perdagangan aset kripto di Indonesia semakin besar. Ini dapat membawa dampak positif dalam menarik lebih banyak partisipan dan modal ke dalam pasar kripto, yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan bisnis di sektor ini.

"Bayangkan jika institusi keuangan tradisional besar di Indonesia mengikuti perkembangan institusi di Amerika Serikat, misalnya bank besar di Indonesia mengalokasikan 0,1% dari neracanya ke Bitcoin, maka likuiditas pasar di Indonesia akan meningkat secara signifikan. Saat ini, hal ini tidak diperbolehkan. Harapannya, lima tahun lagi, dengan perpindahan ke OJK, akan ada kolaborasi antara TradFi dan kripto. Nantinya, institusi keuangan tradisional di Indonesia yang tertarik dengan kripto dapat membelinya dari pedagang berlisensi, sehingga meningkatkan bisnis mereka," ujar Yudho.

Yudho menjelaskan bahwa saat ini Tokocrypto, bersama dengan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) dan Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI), terus aktif berdialog dengan semua pihak yang terlibat, termasuk Bappepti dan OJK, dalam upaya menciptakan regulasi yang adil dan mendukung inovasi di industri aset kripto. Kolaborasi ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang mempertimbangkan kepentingan semua pihak, baik pelaku bisnis, investor, maupun regulator.

"Kami saat ini sedang bekerja sama untuk memastikan bahwa regulasi kripto, baik yang berasal dari Bappebti maupun yang akan beralih ke OJK, memiliki cakupan yang lebih luas dan komprehensif. Mengenai masalah perpajakan, kami sedang melakukan dialog dengan regulator secara bertahap. Hal ini bertujuan untuk mencegah risiko arus modal keluar. Jika dibandingkan dengan exchange di luar negeri, exchange domestik akan kalah bersaing dari sisi pajak dan produk yang menarik minat investor," pungkas Yudho.(ak)