Kripto sudah pikat 17,67 juta investor di Indonesia

JAKARTA (IndoTelko) - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengungkap data jumlah investor aset kripto di Indonesia telah mencapai 17,67 juta orang hingga Juli 2023.

Jika dibandingkan bulan sebelumnya, jumlah tersebut meningkat 13.000 orang atau naik 0,74% dari Juni 2023 sebanyak 17,54 juta orang.

Walaupun terus mengalami peningkatan, pertumbuhan investor kripto di dalam negeri cenderung melambat. Mulai dari Oktober 2022 sampai dengan Juli 2023, peningkatan jumlah investor kripto tidak pernah melebihi 1%. Secara tahunan (YoY), jumlah investor kripto telah bertambah sekitar 2,09 juta orang atau tumbuh 13,4% dibanding pada Juli 2022 sebesar 15,58 juta orang.

Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko menuturkan dinamika perdagangan fisik aset kripto tengah mengalami pasang surut sejak beberapa tahun terakhir. Didid menjelaskan

"Dunia masih mengalami fase crypto winter. Artinya, terjadi penurunan transaksi perdagangan aset kripto, tapi dari sisi jumlah pelanggan masih terjadi penambahan. Kondisi di Indonesia saat ini semakin banyak orang yang wait and see. Investor sudah mulai sedikit paham untuk transaksi kripto harus lebih hati-hati dan sebagainya," tuturnya.

CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis memaparkan bahwa penurunan pertumbuhan jumlah investor di pasar kripto Indonesia berasal dari penurunan tren perdagangan kripto global. Dampak dari situasi ini menyebabkan menurunnya minat para investor untuk berpartisipasi dalam pasar kripto.

"Pelambatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penurunan nilai aset kripto dalam beberapa periode terakhir. Hal ini juga sejalan dengan tekanan yang masih dirasakan oleh pasar kripto global. Saat ini, kapitalisasi pasar aset kripto global belum mengalami lonjakan yang signifikan sejak awal tahun 2023. Terdapat faktor lain yang turut berperan, seperti ketidakpastian ekonomi global dan tingginya tingkat inflasi di beberapa negara. Kondisi ini membuat para investor ragu-ragu dalam menentukan keputusan untuk masuk atau meninggalkan pasar," jelas Yudho.

Dalam hal nilai transaksi kripto di Indonesia pada bulan Juli 2023, tercatat adanya peningkatan sebesar 4,5% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Jumlahnya mencapai Rp 9,37 triliun, melonjak dari angka Rp 8,97 triliun pada bulan Juni 2023. Yudho mengungkap trading volume Tokocrypto pada Juli 2023 masih mencapai lebih dari US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,59 triliun.

Stimulus
Yudho memiliki harapan bahwa pertumbuhan jumlah investor kripto di Indonesia akan mengalami perbaikan di masa mendatang. Keyakinan ini muncul seiring adanya stimulus dari pemerintah yang telah mendirikan bursa kripto, lembaga kliring, dan lembaga penyimpanan atau depository. Semua ini bertujuan untuk memberikan perlindungan, kepastian, serta peraturan yang lebih komprehensif saat terlibat dalam perdagangan kripto.

"Pemerintah menjadikan aset kripto salah satu komponen utama dalam ekosistem ekonomi digital nasional. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dalam industri kripto. Dengan ekosistem yang lengkap diharapkan bahwa para investor akan merasa lebih percaya diri dan aman dalam menjalankan aktivitas perdagangan kripto," ujar Yudho.

Di samping itu, saat ini pelaku usaha sedang Peraturan Pemerintah (PP) dan masterplan yang secara spesifik akan mengatur peralihan pengaturan dan pengawasan perdagangan aset kripto dari Bappebti kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peralihan pengawasan ini merupakan perwujudan pengambilan kebijakan oleh pemerintah yang kedua industri ini beririsan dengan sektor keuangan.

Menurut Yudho, masa transisi dari Bappebti ke OJK adalah momen penting dalam perjalanan regulasi Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) di Indonesia. Pemindahan pengawasan aset kripto menunjukkan upaya yang lebih menyeluruh dalam mengatur dan mengawasi segmen pasar yang semakin berkembang pesat ini.

"Masa transisi memiliki peran krusial dalam memastikan perpindahan otoritas yang mulus dan efisien. Salah satu tantangan khusus dalam masa transisi ini adalah memastikan kontinuitas dalam pengawasan dan regulasi. Sementara pemindahan pengawasan ke OJK bisa membawa manfaat seperti koordinasi yang lebih efektif dan sinergi antara berbagai bidang pengawasan sektor keuangan, tetapi juga penting untuk memastikan bahwa tidak ada celah dalam pengawasan yang mungkin muncul selama proses ini," jelas Yudho.(wn)