Menanti nyanyian Johnny

Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate

Sidang perdana Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate untuk kasus pembangunan proyek menara base transceiver atau BTS 4G Bakti Kemkominfo 2020-2022 mulai digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (27/6).

Dalam dakwaan yang dibacakan penuntut umum terhadap Johnny terungkap beberapa aturan pengadaan barang dan jasa diterabas oleh politisi tersebut dalam memuluskan proyek.

Hal itu antara lain dilakukan dengan mengarahkan perubahan skema penyediaan internet di 7.904 desa dari belanja operasional (Opex) ke belanja modal (Capex) dengan alasan agar ada aset negara ketika perencanaan.

Selain itu, Johnny dituding memerintahkan untuk membayar kontraktor 100% meski realita di lapangan jauh dari selesai serta tidak dilakukannya pengawasan ketika ditemukan ketidaksesuaian antara rencana dan laporan proyek yang berjalan.

Tak hanya itu, Johnny disebut sempat mengancam akan menaikkan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi (BHP Tel) kepada operator seluler, buat mendesak proyek pengadaan 12.000 menara BTS 4G tetap berjalan.

Dalam dakwaan juga terungkap bahwa Johnny telah memperkaya diri sendiri ataupun orang atau pihak lain. Johnny disebut menerima Rp 17,8 miliar.

Jaksa merinci Johnny menerima sejumlah fasilitas dan 'mandi uang' dimana pada waktu dan tanggal yang tidak dapat ditentukan antara bulan Januari-Februari 2021 meminta uang kepada Anang Achmad Latif (Mantan Dirut BAKTI)sebesar Rp 500 juta per bulan yang terealisasi dari bulan Maret 2021 sampai Oktober 2022.

Selain materi, Johnny disebutkan menikmati sejumlah fasilitas bermain golf oleh Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak sebanyak enam kali, yaitu kurang lebih sebesar Rp 420 juta.

Jaksa menyebutkan Johnny menerima fasilitas dari Dirut PT Sansaine berupa sebagian pembayaran hotel bersama timnya senilai Rp 452,5 juta saat perjalanan dinas ke Barcelona, Spanyol pada 2022.

Selanjutnya, sekitar tahun 2022 menerima fasilitas dari Irwan Hermawan (Komisaris PT Solitech Media Sinergy) berupa sebagian pembayaran hotel bersama tim selama melakukan perjalanan dinas luar negeri ke Paris Prancis sebesar Rp 453.600.000, London Inggris sebesar Rp 167.600.000, dan Amerika Serikat sebesar Rp 404.608.000.

Uang yang diterima Johnny terbilang relatif ”kecil” jika dibandingkan dengan beberapa pihak lain.

Lihat saja, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan disebut mendapat Rp 119 miliar, sementara Muhammad Yusrizki Muliawan yang tidak dijelaskan peran ataupun perusahaan tempatnya bernaung disebut mendapat Rp 50 miliar.

Pihak lain yang juga disebut menerima uang dari proyek pembangunan menara BTS 4G adalah Dirut Bakti Kementerian Kominfo Anang Achmad Latief yang mendapat Rp 5 miliar, tenaga ahli pada Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto yang mendapat Rp 453,6 juta, serta Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama yang mendapat Rp 500 juta.

Jumlah itu belum termasuk konsorsium penyedia infrastruktur yang mendapatkan uang triliunan. Konsorsium perusahaan FiberHome-PT Telkominfra-PT Multi Trans Data (PT MTD) yang mengerjakan Paket 1 dan 2 menerima Rp 2,9 triliun; konsorsium PT Lintas Arta-PT Huawei-PT Surya Energy Indonesia (SEI) yang mengerjakan paket 3 menerima Rp 1,5 triliun; serta konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia yang mengerjakan paket 4 dan 5 menerima Rp 3,5 triliun.

Terafiliasi
Hal yang mengejutkan ternyata sebagian subkontraktor yang terlibat dalam proyek menara BTS Kominfo ternyata terafiliasi dengan pihak BAKTI atau Kominfo.

Dalam dakwaan terungkap perusahaan konsorsium selaku penyedia mensubkontrakan sebagian besar pekerjaan utama kepada pihak lain.

Adapun pekerjaan yang disubkontrakkan adalah pekerjaan pengadaan material, pekerjaan logistik sampai ke site dan jasa implementasi (SITAC, CME, Instalasi, Provisioning, dan Integrasi).

Ada sebagian dari total ratusan subkontraktor yang terafiliasi dengan pihak BAKTI maupun Kementerian Kominfo, antara lain PT Sahabat Makna Sejati. PT Sahabat Makna Sejati menjadi subkontraktor di Paket 1, 2, 3,4, dan 5, dan merupakan perusahaan milik dari kakak Samuel Pangerapan. Samuel merupakan Direktur Jenderal Aptika Kominfo.

Kemudian, PT Mangunjaya Eco Dinamic yang menjadi salah satu subkontraktor di Paket 4 dan 5. Adapun direkturnya adalah Lukas Hutagalung yang merupakan teman sekolah terdakwa Anang Achmad Latif dan Irwan Hermawan. Anang merupakan Direktur Utama BAKTI, sedangkan Irwan Hermawan adalah Komisaris PT Solitechmedia Sinergy.

Lalu, PT Rambinet Digital Network bertindak sebagai subkontraktor (suplier) penyediaan NMS VSAT (PRTG) paket 4 dan 5 dengan PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS). Direktur PT Rambinet Digital Network adalah Yohan Suryanto, salah satu terdakwa dan tenaga ahli dari Human Development Universitas Indonesia untuk proyek BAKTI.

Terakhir, PT Vata Daya Laksana dan PT Visitel merupakan perusahaan milik atau terafiliasi dengan anak-anak dari Muklis Muchtar. Muklis Muchtar merupakan teman Johnny Plate.

Selain bertindak sebagai tenaga ahli yang menyusun Kajian Teknis Pendukung Lastmile Project 2021, Yohan yang juga pemilik PT Rambinet Digital Network, meminjamkan perusahaannya kepada Don Hendri sebagai subkontraktor dari konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) pada paket 4 dan paket 5 untuk pengadaan NMS VSAT berikut Sistem Integratornya senilai Rp 1.751.288.400. Sehingga PT Rambinet Digital Network mendapat untung sebesar Rp 223.608.400.

Adapun pembagian keuntungannya, yakni Yohan mendapat Rp 53.608.400 yang ada pada rekening PT Rambinet Digital Network dan dipegang oleh Yohan. Suntoro selaku Direktur PT Rambinet Digital Network sebesar Rp 10 juta, dan Don Hendri sebesar Rp 160 juta.

Kesimpulannya, Jaksa penuntut umum mengatakan Plate bersama terdakwa lain merugikan keuangan atau perekonomian negara sekitar Rp 8 triliun.

Nilai ini diperoleh dari Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo 2020-2022. Audit terhadap proyek BAKTI ini dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 6 April 2023.

Kejaksaan Agung mulai mengusut dugaan korupsi proyek menara BTS ini pada Juni 2022. Jaksa menduga nilai proyek yang digarap tiga konsorsium itu digelembungkan lantaran proyek tidak merujuk perkiraan harga barang di pasar. Pemerintah telah menggelontorkan anggaran Rp 10,8 triliun untuk pembangunan 4.200 menara sepanjang 2021-2023. Namun baru ratusan menara BTS yang beroperasi.

Belum Tuntas
Banyak kalangan berpandangan isi dakwaan dari Jaksa belum tuntas karena seperti ada yang menggantung dari dugaan persekongkolan jahat, aturan dan ketentuan yang diterabas, hingga isu pihak-pihak yang menerima uang, termasuk Johnny.

Lihat saja, uang yang diterima Johnny dinilai relatif sangat sedikit jika dibandingkan dengan pihak lainnya, semisal jika dibandingkan dengan Yusrizki yang disebut menerima uang Rp 50 miliar atau Irwan yang disebut menerima sampai Rp 119 miliar.

Sementara peran Yusrizki tidak banyak dijelaskan dalam dakwaan terhadap Johnny karena tidak dijelaskan proses Yusrizki bisa menerima pekerjaan tersebut meski hanya sebagai subkontraktor.

Hal lain yang juga tidak jelas di dalam dakwaan adalah peran Irwan yang tampak memiliki peran sentral, sementara siapa pihak di balik Irwan sama sekali tidak dimuat dalam dakwaan. Selain itu, detail lain yang belum dijelaskan adalah tentang adanya permintaan fee 10% sebagai bentuk komitmen dari penyedia barang dan jasa. Namun, di dalam dakwaan aliran uang tersebut tidak dijelaskan mengarah kepada siapa saja. Padahal, dengan salah satu fungsi dakwaan adalah membuat jelas tindak pidana yang dilakukan.

Hal lain yang belum terkonfirmasi di dakwaan perihal adanya isu “operasi senyap” yang melibatkan beberapa terdakwa dalam upaya meredam kasus tak “meledak” ke permukaan. Isu ini harusnya bisa dikonfirmasi dalam dakwaan karena kabarnya para pemenang proyek diminta “sumbangan” untuk bisa membantu “operasi senyap” tersebut.

Selain itu, publik juga berharap agar penyidik Kejaksaan Agung bisa mengembangkan kasus ini ke pidana korporasi, tidak hanya berhenti pada orang per orang.

Sebab, dalam dakwaan terhadap Johnny, disebutkan bahwa korporasi juga menerima manfaat, tetapi tidak melakukan pencegahan atau malah melakukan pembiaran. Sebab, tanpa menjerat korporasi, dikhawatirkan pemulihan aset atas kerugian keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun tidak akan maksimal.

Johnny Gerard Plate akan menjalani sidang lanjutan pada Selasa (4/7) mendatang. Dalam pembelaan singkatnya, Johnny menyatakan tak melakukan hal yang didakwakan dan akan membuktikan nantinya di persidangan.

Publik tentu penasaran menunggu suara Johnny bernyanyi, merdu atau sumbangkah?

@IndoTelko