Bara di atas menara Badung

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung kembali menjadi bahan pembicaraan di industri telekomunikasi jelang berakhirnya ramadan 1444 H lalu.

Semua dipicu olah aksi Pemkab Badung yang melakukan pembongkaran terhadap puluhan menara telekomunikasi yang tidak memiliki izin dan dianggap melanggar ketentuan Perda Badung No.18 tahun 2016 tentang Penataan Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu.

Pemkab Badung berencana membongkar 48 menara telekomunikasi. Ditemukenali ada 18 titik menara di Badung yang tidak mengantongi izin, yang awalnya disewakan untuk jaringan fiber optik smart city. Namun seiring berjalan waktu, diduga ada yang ikut mendompleng memasang radio BTS di moncong-moncong menara-menara tersebut.

Pada Senin (10/4) lalu, menara yang dibangun tanpa mengantongi izin dari Pemkab Badung dibongkar oleh Tim Penataan dan Pengawasan Pembangunan Menara Telekomunikasi (TP3MT) Kabupaten Badung.

Kabarnya ada 11 menara milik anggota Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) diantaranya Tower Bersama, Mitratel dan Protelindo, dimana perangkat telekomunikasi milik operator selular yang diturunkan. Dampaknya, jaringan seluler milik Telkomsel, Indosat, XL Axiata dan Smartfren di kawasan Kecamatan kuta selatan (Jimbaran & Nusa Dua), Kecamatan kuta utara (Kawasan Dalung & Canggu), Kecamatan Abiansemal (Kawasan Jagapati & Sibang) mengalami penurunan kualitas layanan.

Bisa dikatakan aksi Pemkab Badung ini “Dejavu” karena tercatat perubuhan infrastruktur telekomunikasi sudah beberapa kali dilakukan oleh pemerintah daerah itu. Pada 2008 dan 2009, Pemkab Badung sempat juga membuat heboh jagat telekomunikasi nasional karena merubuhkan menara yang dianggap tak “mengantongi izin”.

Keputusan merubuhkan menara tak bisa dilepaskan dari adanya keputusan Pemkab Badung meneken perjanjian kerja sama (PKS) pembangunan menara dengan satu pihak yakni PT Bali Towerindo Sentra (BTS). Perjanjian dibuat berdasarkan Peraturan Bupati Badung Nomor 62 Tahun 2006 tentang Penataan dan Pembangunan Infrastruktur Menara Telekomunikasi Terpadu di Kabupaten Badung.

Dalam PKS tersebut terdapat satu butir pasal yang berbunyi bahwa Pemkab Badung tidak akan menerbitkan izin bagi perusahaan lain untuk membangun menara dengan fungsi sejenis. Kemudian setahun berikutnya, terbit Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penataan, Pembangunan, dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu di Kabupaten Badung.

Perda ini semakin menguatkan posisi PKS Pemkab Badung dengan PT Bali Towerindo Sentra. Sebab, dalam pasal 40 disebutkan bahwa PKS yang sudah diteken berdasarkan Perbup Nomor 62 Tahun 2006 masih tetap berlaku sampai masa izin berakhir. Di lain sisi, Menara telekomunikasi eksisting dari entitas lain tidak diperpanjang perizinannya.

Perjanjian Kerja Sama antara Pemkab Badung dengan PT Bali Towerindo Sentra dibuat tahun 2007 dan berlaku hingga 2027.

Dampak dari kesepakatan yang dibuat Pemkab Badung, terjadi hambatan perizinan terhadap menara-menara telekomunikasi yang diajukan oleh beberapa pelaku bisnis menara yang tidak ber-PKS dengan Pemerintah Daerah setempat.

Meskipun telah mengurus IMB/PBG Menara (IMB/PBG = Izin Mendirikan Bangunan/Perizinan Bangunan Gedung) melalui OSS dan sudah mendapatkan bukti pengurusan melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di tingkat lokal (Kabupaten/Kota), namun tidak diproses lebih lanjut oleh petugas perizinan dengan berbagai alasan, salah satunya bahwa Pemerintah Kabupaten Badung masih terikat PKS Eksklusif dengan PT. BTS, setidaknya hingga tahun 2027, saat berakhirnya masa berlaku perjanjian.

Berlawanan
Aturan-aturan di atas berlawanan dengan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dimana salah satu pasalnya menyatakan pemerintah daerah wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam memberikan Izin Mendirikan Bangunan Menara di wilayah administrasinya.

Tak hanya itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU RI) menukil Laporan Tahunan KPPU tahun 2009 terdapat saran pertimbangan terhadap kebijakan menara bersama di Kabupaten Badung dari lembaga tersebut yang menyatakan penataan menara telekomunikasi dengan konsep menara bersama di daerah tersebut jauh dari prinsip- prinsip persaingan usaha yang sehat.

Dalam laporannya KPPU melihat potensi inefisiensi dan persaingan usaha tidak sehat yang didasari kebijakan melalui proses perobohan beberapa menara yang semata-mata didasarkan pada hadirnya perjanjian yang memberikan hak eksklusif terhadap satu pelaku usaha.

KPPU dalam laporan tahun 2009 menyarankan Pemkab Badung memperbaiki substansi pengaturan tentang menara bersama sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan daerah Kabupaten Badung No. 6 Tahun 2008.

Menurut KPPU, beberapa substansi pengaturan yang diperlukan diantaranya menara di lokasi hasil Mapping yang sudah ditempati oleh pelaku usaha eksisting, pengelolaannya harus tetap dapat dilakukan oleh pelaku usaha eksisting, hal ini untuk menghindari terjadinya inefisiensi ekonomi. Mengingat model pengelolaan yang cenderung mengarah ke monopoli /oligopoli, maka Pemerintah Kota sebagai regulator harus melakukan intervensi untuk melindungi hadirnya abuse of monopoly/oligopoly power dari operator menara terhadap operator telekomunikasi.

Beirkutnya, mencabut pasal 10 ayat 2 dan 5 serta pasal 14 dalam perjanjian kerjasama antara pemerintah Kabupaten Badung dengan PT Bali Towerindo Sentra (BTS) karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Hal ini ditujukan agar penambahan titik-titik lokasi menara telekomunikasi bersama tidak secara otomatis akan diberikan kepada PT BTS, tetapi juga dapat diselenggarakan oleh penyedia menara lain selama memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terakhir, menyarankan Pemerintah Kabupaten Badung dapat segera mencabut hak eksklusif PT Bali Towerindo Sentra dan mengijinkan menara telekomunikasi eksisting dan penyedia menara lainnya menjadi pengelola menara telekomunikasi bersama di Kabupaten Badung selama memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Ditengah arus digitalisasi yang kencang, tindakan yang dilakukan Pemkab Badung dengan mematikan perangkat telekomunikasi secara paksa ini berdampak pada potensi gangguan hingga hilangnya layanan telekomunikasi (blank spot) pada area strategis di Kabupaten Badung seperti kawasan pariwisata unggulan, kantor pelayanan publik, pusat perekonomian masyarakat, area perkantoran dan UMKM, sarana pendidikan, hingga titik pelayanan kesehatan.

Pemerintah pusat harus segera turun tangan melakukan mediasi dari kekisruhan ini. Ruang komunikasi dan solusi yang menguntungkan bagi semua pihak harus segera dibuka agar kepentingan masyarakat tidak semakin dirugikan.

Lebih dari itu, citra Kabupaten Badung sebagai etalase pariwisata Indonesia bisa dijaga, karena layanan telekomunikasi salah satu kebutuhan yang penting bagi wisatawan.

@IndoTelko