Investor Indonesia lebih percaya influencer?

JAKARTA (IndoTelko) - Kemajuan teknologi dan media sosial menjadi salah satu faktor pendorong tumbuhnya sektor layanan investasi, termasuk aset kripto di Indonesia.

Perkembangan ini pun menciptakan peluang baru dalam hal pekerjaan dan berbagai hal lainnya, seperti marak muncul influencer di bidang keuangan atau investasi yang lebih dikenal financial influencer.

Survei yang dilakukan oleh Center of Economics and Law Studies (CELIOS) mengungkapkan, investor di Indonesia lebih percaya informasi finansial yang disampaikan oleh influencer sebelum memutuskan untuk berinvestasi.

Financial influencer di media sosial dianggap sebagai sumber informasi yang lebih bisa dipercaya daripada konsultan keuangan dan sumber-sumber lainnya seperti media massa, forum diskusi, hingga YouTube.

Survei CELIOS ini dianggap menarik dan menjadi perhatian untuk regulator hingga pelaku industri dalam memandang bagaimana investor mendapatkan informasi ketika membuat keputusan investasinya, terutama aset kripto yang sedang mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hal ini akan berhubungan dengan edukasi dan perlindungan konsumen untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

VP Corporate Communication Tokocrypto, Rieka Handayani, mengatakan tingginya animo masyarakat, terutama generasi muda dalam berinvestasi aset kripto didorong oleh beberapa faktor, hal terbesar adalah terpengaruh oleh eksposur figur publik atau influencer. Ia menganalogikan perkembangan ini bak pisau bermata dua. Selain berfungsi sebagai sumber informasi dan komunikasi yang menarik, namun juga membawa dampak negatif.

"Melihat peran dan tingkat kepercayaan investor terhadap influencer dalam keputusan berinvestasi menjadi hal yang baik, bila dibarengi dengan konten yang bermanfaat, tepat dan tidak berlebihan dalam melakukan promosi suatu produk aset tertentu, sehingga menimbulkan FOMO (Fear of Missing Out) yang dapat merugikan investor maupun calon investor. Hal ini menjadi perhatian bersama bagi para pelaku industri dan regulator untuk bersama-sama meningkatkan pengawasan dan menciptkan edukasi yang baik untuk masyarakat," kata Rieka.

Tantangan
Misinformasi yang menimbulkan dampak negatif menjadi tantangan industri aset kripto untuk terus tumbuh. Investor diminta untuk tetap melakukan DYOR (Do Your Own Research) atau riset secara mandiri dengan berbagai sumber tepercaya sebelum memutuskan berinvestasi.

"Ada pun tantangan yang harus diperhatikan untuk menjadikan industri kripto ini sehat, yaitu terkait edukasi dan literasi. Saat ini banyak masyarakat belum sepenuhnya memahami investasi aset kripto, seperti cara memulai hingga strategi untuk mendapatkan profit. Di samping itu, sering terjadi penipuan investasi bodong yang berkedok aset kripto, sehingga membuat citra industri ini menjadi negatif," jelas Rieka.

Tokocrypto, sebagai Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang teregulasi Bappebti terus mendorong penguatan edukasi dan literasi. Hal ini diwujudkan dengan berbagai channel edukasi yang tersedia di platform, mulai dari aplikasi Kriptoversity, website TokoNews, TokoScholar, dan semua media sosial.

Menurut Rieka, industri aset kripto di Indonesia masih bisa terus tumbuh. Berkaca dari survei CELIOS kembali, investor di Indonesia lebih banyak menempatkan investasinya pada aset kripto dibandingkan emas. Menariknya, aset kripto baru memasuki pasar Indonesia pada tahun 2009, sementara instrumen investasi lainnya seperti emas telah ada sejak lama.

"Adanya kecanggihan teknologi dan keterbukaan informasi, animo masyarakat untuk memilih kripto sebagai salah satu aset atau alternatif atas instrumen investasi konvensional akan semakin tinggi di waktu mendatang," pungkas Rieka.

Survei CELIOS dilakukan kepada 3.530 responden dari berbagai latar belakang. Mayoritas responden berasal dari pulau Jawa dan Bali sebesar 75,6%, disusul oleh Sumatera sebesar 14,7%.(wn)