Pemerintah usulkan revisi UU ITE

JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukam), mengusulkan perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ini adalah perubahan kedua terhadap UU ITE. Kali ini pemerintah mengusulkan tujuh perubahan materi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk Perubahan Kedua atas UU ITE.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menjelaskan, RUU untuk perubahan kedua atas UU ITE diajukan sebagai respons yang penuh dinamika dan polemik di tengah masyarakat. Bahkan, merespons terhadap dinamika tersebut, UU ITE sebenarnya telah direvisi pada 2016. Namun, hal tersebut dinilai belum cukup menjawab kebutuhan masyarakat, sehingga dilakukan kini perubahan kedua.

"Revisi tersebut belum dapat menjawab kebutuhan yang ada. Bahkan, implementasi beberapa pasal UU ITE dianggap kerap menimbulkan polemik. Kemudian, UU ITE diusulkan untuk direvisi kembali agar lebih baik," ujarnya.

Sementara itu, tujuh perubahan materi terhadap perubahan kedua UU ITE sebagai berikut. Pertama, perubahan terhadap ketentuan ayat 1, ayat 3, dan ayat 4, pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan dan atau pencemaran nama baik, serta pemerasan dan atau pengancaman dengan merujuk ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kedua, perubahan ketentuan pasal 28, sehingga hanya mengatur ketentuan mengenai berita bohong atau informasi menyesatkan (hoaks) yang menyebabkan kerugian materiil konsumen.

Ketiga, penambahan ketentuan pasal 28 A, di antara pasal 28 dan pasal 29, terkait ketentuan SARA dan pemberitaan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat. Keempat, perubahan ketentuan pasal penjelasan pasal 29, mengenai perundungan (cyber bullying).

Kelima, perubahan ketentuan pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang kain. Keenam, perubahan ketentuan pasal 45 terkait ancaman pidana penjara, dan denda, serta menambah pengaturan mengenai pengecualian pengenaan ketentuan pidana atas pelanggaran kesusilaan dalam pasal 27 ayat 1.

Ketujuh, perubahan ketentuan pasal 45 A, terkait pidana atas pemberitahuan bohong dan informasi menyesatkan yang menimbulkan keonaran di masyarakat.

Pencabutan
Selain perubahan pasal-pas UU ITE tersebut, pasal 622 ayat 1 huruf R, UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP teerdapat ketentuan dalam UU ITE yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pertama, ketentuan pasal 27 ayat 1 mengenai kesusilaan dan ayat 3 mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Kedua, ketentuan pasal 28 ayat 2 mengenai ujaran kebencian berdasarkan SARA. Ketiga, ketentuan pasal 30 mengenai akses ilegal. Keempat, ketentuan pasal 31 mengenai intrsepsi atau penyadapan.

Kelima, ketentuan pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian orang lain. Keenam, ketentuan pasal 45 ayat 1 ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 27 ayat 1 terkait kesusilaan, dan ayat 3 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 27 ayat 3 terkait penghinaan dan pencemaran nama baik.

Ketujuh, ketentuan pasal 45 A ayat 2 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 28 ayat 2 terkait ujaran kebencian berdasarkan SARA.

Kedelapan, ketentuan pasal 46 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 30 terkait akses ilegal. Kesembilan, ketentuan pasal 47 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 31 terkait intersepsi atau penyadapan.

Kesepuluh, ketentuan pasal 51 ayat 2 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran pasal 36 terkait pemberatan hukuman, karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.

"Mengingat usulan rancangan perubahan kedua undang-undang ITE disampaikan sebelum undang-undang KUHP disahkan, perlu dilakukan harmonisasi antara rancangan perubahan kedua undang-undang ITE dengan undang-undang KUHP untuk melakukan penyesuaian terhadap kesepuluh materi tersebut," jelas Johnny

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengungkapkan, pihaknya akan melakukan pembahasan tentang rancangan UU kedua ITE selanjutnya yang akan dijadwalkan pada masa sidang setelah masa reses.

"Kemudian, ada juga Daftar Inventasi Masaalah (DIM) dari fraksi-fraksi disampaikan segera kepada pemerintah setelah dilakukan kompilasi oleh sekterariat yang sekarang sedang dalam proses. Untuk itu, dapat disampaikan pembahasan segera dilakukan setelah masa reses. Mudah-mudahan DIM segera kami kirim, untuk kemudian, bahan untuk rapat selanjutnya," tegas Kharis.(ak)