Qlue dorong terwujudnya kota inklusif bagi perempuan

JAKARTA (IndoTelko) - Perusahaan penyedia ekosistem smart city terlengkap di Indonesia,  Qlue, mendorong terciptanya kota yang ramah dan inklusif bagi perempuan. Sejalan dengan semangat Qlue dalam mendorong implementasi teknologi demi memberikan rasa aman bagi perempuan untuk beraktivitas. 
 
Menurut President Qlue Maya Arvini, model pembangunan kota Jakarta yang terjadi selama kurun waktu 10 tahun terakhir juga bisa menjadi acuan bagaimana mewujudkan pembangunan kota yang inklusif bagi perempuan. Pembangunan infrastruktur pendukung seperti lampu penerangan hingga rambu lalu lintas juga menjadi aspek yang ikut mempengaruhi rasa aman saat beraktivitas.
 
Pun pembangunan infrastruktur melalui jaringan teknologi informasi menjadi faktor penting dalam memberikan rasa aman. Keberadaan kamera pengawas atau CCTV di ruang publik juga menjadi penting agar dapat memberikan rasa aman maupun tingkat kepercayaan diri bagi perempuan dalam beraktivitas. 
 
Solusi Qlue yang dapat meningkatkan utilitas CCTV melalui teknologi kecerdasan buatan ini juga mampu menganalisis perilaku, mendeteksi penyusup, maupun mengenali wajah sehingga mampu meningkatkan aspek pengawasan di ruang publik. 
 
Aplikasi pelaporan warga yang disediakan oleh Qlue ini sudah digunakan oleh lebih dari 30 kota di Indonesia. Sedangkan, teknologi kecerdasan buatan untuk meningkatkan utilitas kamera CCTV sudah diimplementasikan di kota Minamichita, Jepang.
 
“Faktor edukasi juga penting karena pembangunan kota yang inklusif juga mesti diimbangi pemahaman yang baik dari kaum perempuan, karena tingkat literasi digital perempuan di Indonesia masih berada di angka 59% di 2021 sesuai data Biro Pusat Statistik. Jadi kalau pembangunan suatu kota direncanakan secara baik, tentu akan menjadi kota yang cerdas dan inklusif. Dan saya yakin itu yang akan dilakukan melalui pembangunan ibu kota baru nanti,” ujar Maya.
 
Data pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komnas Perempuan pada 2021, kasus kekerasan pada perempuan justru terjadi lebih banyak di daerah perkotaan. Kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan pada 2021 tercatat sebesar 338.496 kasus dimana angka ini meningkat 50% dari laporan tahun 2020 sebanyak 226.062 kasus yang terverifikasi.  
 
Hasil survei pun menunjukkan untuk kasus kekerasan terhadap perempuan ini lebih banyak terjadi di perkotaan dengan persentase 27.8% dan 23.9% di pedesaan. Data-data ini disampaikan berdasarkan survei pengalaman hidup perempuan nasional 2021 dengan responden perempuan berusia 15-64 tahun yang tersebar di 160 Kabupaten/Kota pilihan pada 12.800 rumah tangga.
 
Menggandeng Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Qlue mengadakan sesi diskusi bertemakan “Mewujudkan Kota Inklusif Bagi Perempuan”. Keberadaan kota yang inklusif terhadap perempuan juga diyakini akan menjadikan kota tersebut sebagai kota yang layak huni dan memiliki taraf hidup yang baik. 
 
Perusahaan ini menawarkan sejumlah solusi yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan dalam menghadirkan sistem pengawasan yang komprehensif sesuai kebutuhan. Solusi bernama QlueUnity tersebut terdiri dari teknologi optimalisasi kamera pengawasan yang dapat meningkatkan utilitas dari kamera CCTV.
 
Teknologi ini dapat mendeteksi gerak-gerik suatu objek yang dianggap mencurigakan di tempat umum. Selain itu, fitur pengenalan wajah juga dapat membantu otoritas terkait untuk memitigasi potensi gangguan keamanan saat kamera CCTV pengawas mendeteksi keberadaan seseorang yang masuk dalam daftar hitam (blacklist). 
 
Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengatakan, syarat kota yang inklusif atau ramah bagi perempuan adalah menjadi kota yang juga peka terhadap kelompok rentan lainnya seperti penyandang disabilitas, lansia, kelompok minoritas, hingga anak-anak. Salah satu kriteria umum kota yang inklusif adalah tidak adanya peraturan daerah yang bersifat diskriminatif pada gender, terutama perempuan.
 
“Kota yang inklusif terhadap perempuan adalah kota yang dapat mengukur pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Jadi kota yang ramah terhadap HAM bukan hanya ramah terhadap perempuan, tetapi juga kelompok rentan lain seperti penyandang disabilitas, lansia, hingga anak-anak. Intinya, kota yang inklusif ini harus merangkul semua kelompok masyarakat, terutama kelompok rentan,” katanya. (ak)