Antara ruang digital dan demokrasi

Google baru saja mengeluarkan laporan mengenai permintaan dari pengadilan dan lembaga pemerintah di seluruh dunia untuk menghapus konten dan informasi dari layanan miliknya, seperti Google Search dan YouTube.

Dalam laporan transparansi terbaru, Indonesia ternyata menempati posisi ke-10 sebagai negara dengan volume permintaan penghapusan konten tertinggi dan posisi pertama sebagai negara dengan volume item konten terbanyak.

Google mengatakan bahwa pihaknya meninjau permintaan ini secara cermat untuk menentukan, apakah konten yang menjadi subjek permintaan memang betul-betul melanggar persyaratan hukum setempat tertentu.

"Karena kami menghargai akses ke informasi, kami berupaya meminimalkan penghapusan yang melampaui jangkauan, jika memungkinkan, dengan berupaya mempersempit cakupan tuntutan pemerintah dan memastikan bahwa mereka diizinkan oleh undang-undang yang relevan," kata Google dikutip dari keterangan resminya.

Selama lebih dari satu dekade Google pun telah menerbitkan laporan transparansi tentang Permintaan untuk Penghapusan Konten. Laporan ini hanya mencakup tuntutan yang dibuat oleh pemerintah dan pengadilan.

Selama periode Januari - Juni 2021, tercata ada 362 permintaan penghapusan konten dari Indonesia. Rinciannya, 358 permintaan berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika/Kominfo (254.399 konten yang dihapus), 2 permintaan berdasarkan perintah pengadilan kepada Google (51 konten yang dihapus), 1 permintaan berdasarkan perintah pengadilan kepada pihak ketiga (1 konten yang dihapus), dan 1 permintaan lainnya (10 konten yang dihapus).

Seiring dengan pertumbuhan penggunaan layanan Google, laporan transparansi perusahaan pun menunjukkan peningkatan jumlah permintaan pemerintah untuk penghapusan konten. Peningkatan itu baik dari sisi volume permintaan maupun jumlah butir konten secara individual.

"Laporan transparansi saat ini, yang mencakup periode Januari hingga Juni 2021, menunjukkan volume tertinggi yang pernah kami lihat di kedua pengukuran hingga saat ini," tutur Google.

Adapun permintaan penghapusan konten oleh pihak ketiga swasta, kasus ini ditangani secara terpisah di bawah sistem penghapusan konten yang ditetapkan oleh berbagai pemerintah seperti Digital Millennium Copyright Act (DMCA) di Amerika Serikat atau Hak untuk Dilupakan yang disertakan dalam General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa.

Dinamis
Kominfo berdalih angka permintaan penghapusan konten tersebut bersifat dinamis menyesuaikan kondisi yang ada.

Kondisi itu dipengaruhi dari berbagai macam aspek, seperti tingkat literasi digital hingga jumlah pengguna internet.

Kominfo pun menyatakan terus melakukan berbagai macam upaya untuk menjaga ekosistem digital Indonesia, baik melalui edukasi literasi digital, kolaborasi dengan pengelola platform digital untuk melakukan pemutusan akses terhadap konten yang melanggar perundang-undangan, serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Kominfo mengimbau pada seluruh elemen publik untuk bersama-sama menjaga agar ekosistem digital Indonesia tetap produktif dan kondusif. Apabila masyarakat menemukan konten yang melanggar peraturan perundang-undangan dapat melaporkannya melalui aduankonten@kominfo.go.id atau kanal aduan lain yang tersedia.

Sementara kalangan pro demokrasi menilai melesatnya posisi Indonesia dalam urusan menghapus konten mencerminkan kondisi kebebasan berekspresi di ruang digital makin terancam.

Pemerintah dianggap memiliki kewenangan yang berlebih melalui Kominfo, mulai dulu hingga hilir untuk mengontrol diskusi publik atas nama “menjaga ruang digital”. Dan kekhawatiran itu mendekati kenyataan jika melihat laporan berkala yang dikeluarkan oleh Google di atas.

@IndoTelko