Serukan percepatan pengembangan pita 2.3GHz

DUBAI, UNI EMIRATE ARAB (IndoTelko) – Frekuensi 2,3 GHz dianggap sebagai frekuensi emas oleh para operator global sejak perkembangan teknologi 4G.  Hal ini bisa dibuktikan dengan frekuensi 2,3 GHz yang menyediakan kapasitas dan jangkauan, yang dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh 5G secara signifikan untuk meningkatkan kinerja 4G yang sudah ada. Secara khusus, bandwidth saluran besar 2,3 GHz sangat selaras untuk mengakomodasi kebutuhan kapasitas 5G. 

Baru-baru ini Huawei menggelar Global Mobile Broadband Forum (MBBF) 2021, yang mengambil tema diskusi “2nd 2.3G Spectrum Roundtable Online Edition”.  Forum ini diselenggarakan oleh Huawei, bersama dengan mitra industrinya GSMA dan Dewan Telekomunikasi SAMENA. Forum ini mengumpulkan operator jaringan seluler, pemimpin industri vertikal, dan mitra ekosistem dari seluruh dunia untuk membahas cara memaksimalkan potensi 5G dan mendorong industri seluler ke depan.

Acara ini dihadiri oleh para pembicara dari berbagai negara seperti Eng. Abdulazis Bin Hussain, CITC Saudi Arabia, Huang Yuhong, China Mobile, Li Nan, GTI, Richard CY Tan, TPG Telecom dan dari Indonesia dihadiri secara virtual oleh Dr. Ir. Ismail MT, Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Akhmad Madces, VP RAN Engineering and Project Telkomsel. 

Pandemi dan krisis kesehatan global, industri di belakang 2,3 GHz tidak menunjukkan tanda-tanda melambat selama setahun terakhir. Justru terlihat makin dipercepat dengan diluncurkannya beberapa smartphone baru yang mendukung jaringan 2,3 GHz. Dengan lebih dari 70 referensi komersial 4G/5G pada 2,3 GHz, telah diperkirakan bahwa lebih banyak operator dan vendor terminal akan menggunakan 2,3 GHz dalam waktu dekat. 

Diskusi ini diikuti oleh berbagai mitra industri global seperti para operator dan vendor terminal untuk menyerukan percepatan alokasi spektrum TDD 2.3GHz (2300-2400 MHz) dengan bandwidth besar TDD yang berdekatan hingga 100 MHz, dengan mengurangi biaya penerapan per bit, dan meningkatkan pengalaman pengguna lintas generasi. Hal ini akan menghilangkan kemungkinan hambatan penggunaan 2.3GHz. 

Industri pun diajak untuk bekerja sama memecahkan masalah koeksistensi jaringan dan meningkatkan ketersediaan spektrum.  Pada diskusi ini juga dipromosikan rantai industri perangkat untuk mewajibkan dukungan frekuensi NR 2.3GHz pada tahun 2022, dan mendukung fitur-fitur utama yang lebih baik seperti EN-DC, agregasi operator, SUL, Peralihan Antena SRS 1T4R/2T4R dan bandwidth saluran 80~100 MHz. 

Dikatakan Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Dr. Ir. Ismail MT,  ketersediaan spektrum frekuensi radio merupakan hal yang penting untuk mengembangkan jaringan 5G di Indonesia dimana saat ini layanan 5G diselenggarakan pada spektrum 2,3Ghz. “Indonesia adalah negara yang sangat luas yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, sehingga sangat sulit untuk menghubungkan seluruh pulau kita dengan serat optik. Untuk menangani jutaan pengguna, dibutuhkan frekuensi dan biaya yang optimal dalam mengembangkan infrastruktur,” katanya.  

Ditambahkan Ismail, frekuensi yang dibutuhkan adalah pita rendah/low band untuk dapat mencakup semua wilayah Indonesia yang sangat luas. Spektrum 2.3Ghz sangat penting untuk mendukung operator seluler menggunakan infrastruktur ini.  “Kami senantiasa mengundang dukungan pengembang solusi TIK dan pelaku industri untuk terus menguatkan komitmennya dalam turut serta mengakselerasi misi ini, sebagaimana yang selama ini telah dikontribusikan oleh Huawei, Telkomsel serta pelaku industri lainnya. Kami menyampaikan apresiasi yang tinggi atas dukungan dan kontribusi tersebut,” ujarnya. 

Sementara itu, VP RAN Engineering and Project Telkomsel, Akhmad Madces mengatakan, Telkomsel akan terus memaksimalkan kapasitas spektrum 2,3Ghz yang dimiliki untuk mendukung inovasi dan pengembangan layanan yang didukung teknologi terbaru. Telkomsel belum lama ini mendapatkan tambahan pita frekuensi 2,3Ghz, yang salah satu pemanfaatannya akan digunakan untuk pengembangan jaringan dan layanan 5G di Indonesia, yang saat ini telah hadir di sembilan kota di Indonesia. 

“Telkomsel berkomitmen untuk terus memperluas cakupan jaringan dan mengembangkan layanan 5G secara terukur dan bertahap. Kami juga berharap layanan 5G Telkomsel ke depannya dapat mendorong akselerasi ekosistem Industri 4.0 guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional di berbagai sektor industri. Terkait dengan penyelenggaraan jaringan, Telkomsel melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, dan Huawei Indonesia merupakan salah satu mitra kami,” jelasnya. 

Di kesempatan yang sama, Chief Technology Officer Huawei Indonesia, Alex Xing mengungkapkan, berkat keberhasilan alokasi dan re-farming spektrum 2.3Ghz, Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengkomersialkan 5G pada semester pertama tahun ini. 5G tidak hanya akan menghadirkan konektivitas yang lebih baik, lebih cepat, lebih kuat ke masyarakat dan rumah tangga Indonesia, tetapi juga memfasilitasi dan mempercepat proses transformasi digital berbagai industri di tanah air. 

“Sebagai mitra strategis, kami sangat bangga dapat mendukung Telkomsel dengan solusi 5G terdepan kami. Ini adalah target bersama kami untuk membangun jaringan berkinerja tinggi dengan pengalaman 5G terbaik yang tiada duanya,” katanya. (sg)