Tiga jurus Kominfo lawan serangan siber

JAKARTA (IndoTelko) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyiapkan tiga pendekatan dalam menghadapi serangan siber dan menangani konten negatif yang dapat menghambat perkembangan ekonomi digital.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan memaparkan ketiga strategi ini meliputi pendekatan di sisi hulu, tengah, dan hilir.

“Ketiga pendekatan ini diperlukan mengingat pentingnya keamanan siber di era digital dan terwujudnya lingkungan digital yang aman bagi masyarakat, sehingga diperlukan adanya strategi yang komprehensif dalam kultivasi kultur masyarakat yang sadar akan pentingnya literasi keamanan siber,” paparnya.

Dijelaskan, di tingkat hulu, Kementerian Kominfo berfokus pada upaya literasi digital. “Di mana kami bekerja sama dengan lebih dari 110 institusi yang meliputi komunitas, akademisi, lembaga pemerintahan dan sektor privat, untuk melaksanakan program nasional literasi digital melalui Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi,” jelasnya.

Menurutnya, Kominfo, di tingkat menengah, pihaknya berfokus pada serangkaian tindakan preventif, antara lain; memblokir akses dan menurunkan konten yang menjadi sumber penyebaran konten negatif.

“Dalam melaksanakan tugas ini, kami bekerjasama dengan lebih dari 16 kementerian dan lembaga terkait. Untuk proses pemblokiran dan penurunan konten negatif, kami bekerjasama dengan penyelenggara sistem elektronik,” ujarnya.

Sedangkan di tingkat hilir, Dirjen Semuel menjelaskan dukungan Kementerian Kominfo dalam penegakan hukum guna mencegah penyebaran konten negatif yang dapat menimbulkan keresahan dan mengganggu ketertiban umum.

“Dalam hal penerapan tugas ini, kami bermitra dan berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakan Kominfo tengah menyiapkan tata kelola penyelenggaraan sistem elektronik. Mengutip Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 tahun 2020, Dirjen Semuel menjelaskan Kementerian Kominfo mewajibkan semua PSE yang beroperasi di Indonesia baik dari dalam maupun luar negeri untuk mendaftarkan PSE-nya melalui OSS, dengan batas waktu tanggal 31 Desember tahun 2021.

“Apabila batas waktu tidak dipenuhi, maka layanan tidak dapat diakses di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menjaga equal playing field dan memudahkan pengendaliannya,” tuturnya.

Bahkan menurut Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, pihaknya  terus berupaya meningkatkan sistem pengendaliannya. “Jadi bukan hanya menangani konten negatif, tetapi juga melakukan pengendalian terhadap aplikasi-aplikasi yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia,” jelasnya. Saat ini, ruang digital menjadi bagian dari realitas kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Dirjen Semuel menyatakan situasi tersebut membawa dua sisi yang berbeda. Menurutnya, ada sisi positif perkembangan ruang digital ini dengan bukti data dari Google dan Temasek mengenai proyeksi ekonomi digital Indonesia yang akan terus tumbuh dengan nilai potensi mencapai USD124 Miliar pada tahun 2024.

“Besarnya potensi ekonomi digital ini tentunya membutuhkan jaringan konektivitas yang aman, mengingat hal tersebut dapat menjamin kelancaran inovasi bisnis dan eksperimen delivery yang aman bagi pengguna, namun derasnya laju pertukaran data dan informasi ini membawa serta sisi negatif berupa meningkatnya potensi risiko serangan siber yang dapat menghambat perkembangan ekonomi digital,” paparnya.

Namun demikian, pada saat bersamaan, ada potensi serangan siber. Mengutip data Cyber Security Venture pada awal tahun 2021, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo memprediksi serangan siber akan menimbulkan kerugian sebesar US$6 triliun secara global.  

“Apabila hal ini terjadi, angka tersebut akan melebihi GDP Jepang sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia. Ini sebagai aspek strategis yang harus kita kawal dan jaga bersama, baik itu oleh sektor Pemerintah, bisnis maupun masyarakat,” imbuhnya.

Saat ini Indonesia telah memiliki lebih dari 30 peraturan berkaitan dengan data pribadi. “Pemerintah merasa perlu membentuk satu sumber peraturan pelindungan data pribadi yang komprehensif. Hal ini terwujud dalam surat Presiden kepada DPR RI pada bulan Januari 2020 untuk pembahasan RUU PDP. Saat ini pembahasan bersama DPR RI masih berlanjut. Harapannya, bila tidak ada aral melintang RUU ini dapat diundangkan di tahun 2021 sehingga dapat menjadi pedoman bagi Pemerintah, masyarakat, industri, dalam melakukan perindungan data pribadi di Indonesia,” jelasnya.

Sambil menunggu pembahasan RUU PDP, Kominfo pun sedang menyiapkan tata kelola pelaksanaan RUU PDP serta terus aktif dalam mengedukasi masyarakat sebagai subjek data pribadi agar melindungi data pribadi.

“Juga melakukan sosialisasi kepada sektor industri tentang pentingnya menjaga keamanan data data pribadi yang dikendalikannya, serta memastikan data-data itu digunakan sesuai dengan peruntukannya,” paparnya.

Di samping itu, guna menyiapkan kebutuhan SDM terkait pelindungan data pribadi, saat ini Kementerian Kominfo sudah melakukan pendekatan dengan ekosistem untuk menyiapkan pusat pelatihan agar industri dapat memenuhi kebutuhan SDM.

“Selain berfokus pada pelindungan data pribadi Kominfo juga terus berkomitmen pada penanganan konten dan Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik,” jelasnya.(wn)