Tarik menarik posisi lembaga pengawas data di RUU PDP

Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) mulai mengalami tarik menarik isu di parlemen.

Tim Panitia Kerja (Panja) Pemerintah yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama perwakilan pejabat Kementerian/Lembaga terkait dan Tim Panja Komisi I DPR RI telah melakukan konsinyasi pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) pada Selasa 29 Juni 2021 sampai dengan Rabu 30 Juni 2021 di Jakarta.

Tim Panja Pemerintah mengaku terus berupaya menyusun formulasi yang tepat dan akurat terhadap substansi pasal-pasal penting dalam RUU PDP termasuk mengenai kelembagaan penyelenggaraan pelindungan data pribadi, agar pembahasan RUU PDP dapat diselesaikan secepatnya namun tetap dengan kualitas yang tinggi. 

Tim Panja Pemerintah berpandangan bahwa penyelenggaraan pelindungan data pribadi merupakan urusan pemerintahan yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian yang membidangi Komunikasi dan Informatika, yang bertanggung jawab kepada Presiden dalam sistem Pemerintahan Presidensial sebagaimana di Indonesia, dengan pertimbangan:
a. Sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah perlu berperan secara proporsional untuk menjamin dan memenuhi rasa keadilan bagi seluruh masyarakat.
Paket Semangat Kemerdekaan
b. Kehadiran negara melalui peran pemerintah dalam penyelenggaraan pelindungan data pribadi dilaksanakan dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel oleh DPR sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Selain itu, pembahasan terkait isu pelindungan data pribadi di forum internasional dilakukan pemerintah melalui kementerian yang membidangi Tata Kelola Data sebagaimana dipraktikkan di berbagai negara lain.

Lembaga Pengawas
Jika dilihat dari paparan tim Panja, pembahasan soal penempatan lembaga otoritas pengawas data pribadi menjadi salah satu isu krusial.

Pemerintah menginginkan lembagaini di bawah kementerian, sementara Komisi 1 menghendaki lembaga tersebut berada di bawah Presiden.

Lembaga atau badan pengawas data pribadi ini sangat strategis untuk memastikan upaya perlindungan data pribadi bisa berjalan sesuai standar.

Dalam pandangan Komisi I, lembaga ini semestinya ada di bawah presiden untuk memastikan kewengannya kuat dan mampu berjalan lebih independen sebagai lembaga pengawas.

Pertimbangan yang tidak kalah strategis adalah agar lembaga pengawas ini setara dengan standar Internasional.

Selain itu, jika berada di bawah presiden akan membuat lembaga ini bisa mengeluarkan sanksi jika yang terlibat kesalahan nantinya lembaga pemerintah.

Pembentukan lembaga atau badan pengawas ini sangat penting karena banyak rujukan teknis tentang kewajiban pengendali data yang diatur di dalam RUU PDP. Kewajiban ini terkait dengan pengelolaan data pribadi masyarakat yang sangat penting.

Melihat perdebatan ini rasanya kedua belah pihak harus belajar dari sejarah dimana selama ini jika lembaga pengawas berada di bawah kementrian tak pernah efektif dan tegas sehingga harapan masyarakat mendapatkan keadilan susah dipenuhi.

Di sektor telekomunikasi sudah ada contoh shahih, yakni Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang ujungnya dibubarkan karena tidak optimal.

Kompetisi global yang menjadikan pelindungan data (data protection) sebagai standar yang absolut perlu disikapi dengan bijak oleh pemerintah.

Jika pemerintah tak mengakomodasi standar internasional, maka regulasi yang dihasilkan nantinya hanya menjadi setumpuk dokumen tanpa ada marwahnya.

 
@IndoTelko