PP Postelsiar, antara wacana dan realita

Peraturan Pemerintah (PP) 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar) telah disahkan belum lama ini.

Pasal 14 yang mencantumkan kewajiban kerjasama pemain Over The Top (OTT) dengan operator telekomunikasi ternyata "lenyap"

Dalam Pasal 14 itu dinyatakan, OTT yang menyelenggarakan layanan di Indonesia wajib bekerjasama dengan operator telekomunikasi, jika tak ada kerjasama, maka operator bisa melakukan "pengelolaan trafik" dari layanan tersebut.

Gantinya adalah Pasal 15  yang berbunyi:
(1). Pelaku Usaha baik nasional maupun asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui internet kepada pengguna di wilayah Indonesia dalam melakukan kerja sama usahanya dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan prinsip adil, wajar, dan non-diskriminatif, serta menjaga kualitas layanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2). Kegiatan usaha melalui internet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. substitusi layananTelekomunikasi;
b. platform layanan konten audio dan/atau visual; dan/atau
c. layanan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(3). Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pelaku Usaha yang memenuhi ketentuan kehadiran signifikan berdasarkan:
a. persentase trafik dari trafik domestik yang digunakan;
b. pengguna harian aktif di Indonesia dalam periode tertentu sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau
c. kriteria lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
(4). Ketentuan mengenai kerja sama dengan penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/ atau penyelenggara jasa Telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Pelaku Usaha berupa pemilik dan/atau pengguna akun pada kanal media sosial, kanal platform konten, kanal marketplace, dan jenis kanal lainnya.
(5). Bentuk dan materi kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk yang disepakati oleh para pihak.
(6). Dalam memenuhi kualitas layanan kepada penggunanya dan/atau untuk kepentingan nasional, penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa Telekomunikasi dapat melakukan pengelolaan trafik.

"Lenyapnya" kewajiban kerjasama ini tentu seperti mempertontonkan bedanya antara wacana dan realita.

Dalam berbagai kesempatan, pimpinan negeri ini selalu bicara "kedaulatan digital"

Terbaru,  saat meluncurkan Program Konektivitas Digital 2021 dan Prangko Seri Gerakan Vaksinasi Nasional Covid-19, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (26/2), orang nomor satu di negeri ini bicara soal transformasi digital atau digitalisasi harus menciptakan kedaulatan dan kemandirian digital.

"Transformasi digital merupakan solusi cepat dan strategis untuk membawa Indonesia menuju masa depan. Namun, juga sangat penting menciptakan kedaulatan dan kemandirian digital. Kita harus memastikan transformasi digital jangan hanya menguntungkan pihak luar. Jangan hanya menambah impor. Ini yang selalu saya tekankan. Kedaulatan dan kemandirian digital harus menjadi prinsip penting dalam transformasi digital kita. Transformasi digital harus mendorong TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), pemakaian produk-produk dalam negeri, serta mendorong penguasaan teknologi digital mutakhir oleh semua anak bangsa," kata Presiden Joko Widodo.

Sayangnya, visi yang sangat nasionalis dari Presiden ini seperti tak bisa ditangkap oleh para pembantunya.

Padahal, semua kalangan sudah mengingatkan, PP Postelsiar bisa menjadi senjata untuk menegakkan kedaulatan bangsa di ranah digital.

Entah kenapa para pembuat PP Postelsiar lebih mendengarkan suara Over The Top (OTT) asing ketimbang pemain lokal yang memimpikan sebuah regulasi kuat bagi wajah bisnis digital di masa depan.

@IndoTelko