Mengawal aturan teknis UU Ciptaker

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah menyempurnakan aturan teknis dari Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker).

Dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tengah disiapkan untuk mendukung klaster Teknologi Informasi dan Komuniksi (TIK) di UU Ciptaker yakni  Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Norma Standar Prosedur Kriteria Perizinan Berusaha (RPP NSPK) untuk Bidang Komunikasi dan Informatika, dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (RPP Postelsiar).

RPP NSPK mengatur jenis perizinan berusaha sektor pos, telekomunikasi, penyiaran, dan e-commerce yang disusun berdasarkan analisis perizinan berbasis risiko (Risk Based Approach/RBA), yaitu tingkat risiko usaha rendah, menengah atau tinggi.

RPP Teknis, mengatur hal-hal teknis di sektor pos, telekomunikasi, dan penyiaran dalam mendukung ekonomi digital nasional.

Pemberlakuan kedua RPP tersebut mendorong penyehatan industri pos, telekomunikasi, penyiaran, dan penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik (e-commerce), serta optimalisasi sumber daya terbatas yaitu spektrum frekuensi radio, serta pemanfaatan untuk kepentingan nasional.

Harapan
Banyak kalangan berharap Rancangan Peraturan Pemerintah Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor Postelsiar harus bisa menyikat pola-pola "Makelar Izin" dalam pemanfaatan lisensi dan frekuensi agar Sumber Daya Alam (SDA) terbatas bisa dimaksimalkan untuk pembangunan ekonomi digital.

Praktik yang seolah-olah "sesuai" regulasi tetapi merugikan negara dan publik itu harus dihentikan dengan memasukkan aturan tentang kewajiban pembangunan bagi pemilik lisensi agar tidak ada komitmen yang tidak sama antar operator telekomunikasi.

Kewajiban pembangunan, ini penting diatur agar perizinan yang 'diamanahkan' pada operator telekomunikasi optimal dan tidak ada istilah "makelar izin" dimana setelah dapat izin kemudian dijual kembali, terutama yang mendapat alokasi frekuensi.

Dalam RPP Postelsiar nantinya harus secara detail mengatur isu kewajiban pembangunan jaringan bagi pemilik lisensi dimana Menteri menetapkan kewajiban pembangunan dan/atau layanan yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara telekomunikasi.

Selanjutnya, Menteri melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban pembangunan dan/atau layanan secara periodik.

Menteri mengumumkan dan mempublikasikan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban pembangunan dan/atau layanan setiap penyelenggara telekomunikasi. Nantinya dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, terdapat wilayah pelayanan non-universal yang belum dibangun dan/atau dilayani oleh satu penyelenggara telekomunikasi, Menteri mendistribusikan kewajiban pembangunan dan/atau layanan secara transparan dan merata kepada seluruh penyelenggara telekomunikasi.

Hal lain yang tak boleh dilupakan diaturan teknis adalah perihal memberikan pelindungan bagi konsumen telekomunikasi dengan memberikan aturan kualitas layanan (Quality  of Services/QoS) yang ketat ke penyelenggara layanan.

Kualitas layanan adalah hak konsumen sesuai UU Perlindungan Konsumen untuk mendapatkan layanan yang nyaman, aman dan berkualitas sesuai harga yang dibayarkan.

Selain hak konsumen atau pengguna layanan telekomunikasi yang menjadi kewajiban penyelenggara telekomunikasi, kualitas layanan yang terjamin mendorong masyarakat percaya menggunakan produk telekomunikasi yang akan mendorong belanja masyarakat dimana pada akhirnya akan meningkatkan ekonomi bangsa.

@IndoTelko