RPP Postelsiar harus atur sanksi komitmen QoS dan pembangunan jaringan

JAKARTA (IndoTelko) - Rancangan Peraturan Pemerintah Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor Postelsiar diminta memuat perihal aturan komitmen menjaga kualitas layanan (Quality of Service/QoS) dan pembangunan jaringan oleh pemilik frekuensi beserta sanksinya.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengungkapkan selama tiga tahun terakhir kiprah Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tidak terdengar dalam mengawasi dan memberikan sanksi.

Jika pemerintah tidak membuat aturan yang tegas dan memberikan sanksi, maka operator telekomunikasi akan berusaha sesuka mereka.

“Fungsi regulator tak hanya membuat regulasi. Tetapi harus mengawasi dan memberikan sanksi ketika operator tak mengikuti aturan yang ada. Dengan disahkannya UU Cipta Kerja dan saat ini sedang disusun RPP turunannya, hal ini dapat dijadikan momentum bagi Kominfo untuk memasukkan aturan yang selama ini belum tertuang dalam UU Telekomunikasi. Karena kita nanti akan berpegangan pada Omnibus Law maka komitmen menjaga kualitas layanan (QoS) dan komitmen pembangunan beserta sanksinya harus dimasukkan secara rinci dalam RPP POSTELSIAR,”terang Agus.

Agus mendukung Kominfo jika nantinya operator yang tidak memenuhi standar QoS dan komitmen pembangunan perpanjangan izin penyelenggaraan pemanfaatan pita frekuensi 800Mhz, 900Mhz dan 1800Mhz ditangguhkan atau dicabut. Jika Kominfo tidak tegas terhadap operator dalam menjalankan aturan, maka akan menghambat perencanaan dan tugas pemerintah di masa mendatang.

“Buktinya kan sudah ada. Izin penyelenggaraan pemanfaatan pita frekuensi 800Mhz, 900Mhz dan 1800Mhz sudah di keluarkan tapi masih ada daerah yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi setelah 10 tahun. Kalau peraturan tidak ada sanksi lebih baik tidak usah dibuat. Karena tidak ada manfaatnya,”ungkap Agus.

Dalam RPP POSTELSIAR di pasal 43, pemerintah sudah memasukkan pengaturan masa berlaku Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) selama 10 tahun. Meski demikian pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mengurangi masa berlaku IPFR.

Pemerintah bahkan dapat mencabut IPFR jika operator telekomunikasi tidak optimal dalam penggunaan spektrum frekuensi, berdasarkan evaluasi dengan memperhatikan pemenuhan terhadap kewajiban yang telah ditetapkan kepada pemegang izin penggunaan spektrum frekuensi radio. Kewajiban tersebut diantaranya adalah penggelaran jaringan telekomunikasi dan kualitas layanan yang diberikan operator telekomunikasi.

Ditambahkannya, selain memberikan sanksi,seharusnya Kominfo juga dapat memberikan reward yang lebih kepada operator yang memenuhi standar QoS dan menjalankan komitmen pembangunan. Pemerintah juga harus memberikan kepastian berbisnis kepada operator yang telah memenuhi standar QoS dan komitmen pembangunan yang akan diatur dalam RPP POSTELSIAR, agar sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja.

“Sebab untuk memenuhi standar QoS dan komitmen pembangunan, operator telekomunikasi harus berinvestasi. Ini berkaitan dengan kepastian investasi. Sehingga kepastian investasi ini yang harus dilindungi oleh Kominfo. Jika tidak ada kepastian investasi operator telekomunikasi juga tidak akan berinvestasi. Sehingga ketegasan dan kepastian itu perlu dituangkan di dalam RPP POSTELSIAR,”terang Agus.

Sebelumnya, pada pertemuan dengan pimpinan seluruh operator telekomunikasi Menkominfo Johnny Gerard Plate mengatakan tengah melakukan evaluasi 10 tahun pertama untuk pemanfaatan pita frekuensi 800Mhz, 900Mhz dan 1800Mhz.

Johnny mengungkapkan masih terdapat 3.435 daerah non komersial yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi. Untuk mempercepat transformasi digital yang tengah dicanangkan Presiden Joko Widodo, Kominfo berencana memasukkan klausul perpanjangan izin penyelenggaraan pemanfaatan pita frekuensi dengan syarat operator memberikan komitmen untuk membangun di 3.435 daerah non komersial tersebut.(tp)