Serangan siber aktif incar alat bayar digital

JAKARTA (IndoTelko) -  Pembayaran digital di Indonesia telah berubah dengan cepat selama beberapa tahun terakhir dan menjadi gaya hidup konsumen sekarang. Di tahun 2020, transaksi e-payment atau pembayaran elektronik di Indonesia meroket hingga 173% sejak 2019. Hal ini adalah imbas dari tren masyarakat Indonesia yang kini semakin menghindari penggunaan tarik tunai ATM dan kartu debit sebagai metode pembayaran utama.

Kemudahan dari pembayaran digital merupakan poin plus bagi konsumen, namun mereka juga harus berhati-hati dalam bertransaksi untuk menghindari kejahatan siber. Menurut laporan terbaru McAfee, COVID-19 Threat Report: July 2020, McAfee Labs menemukan adanya 375 ancaman baru setiap menitnya melalui aplikasi jahat, kampanye phishing, malware, dan lainnya. Selain itu, jumlah serangan siber yang memanfaatkan konten Covid-19 di Indonesia mencapai 88 juta dari bulan Januari hingga April.

“Pelaku kejahatan siber bergerak sangat cepat untuk memanfaatkan pembayaran non-tunai atau cashless dengan menggunakan teknologi dan keterampilan yang canggih untuk menciptakan cara penipuan yang mudah dipercaya. Perkembangan dan penggunaan pembayaran digital memudahkan para penjahat siber untuk menipu pengguna dan mengambil uang mereka. Masyarakat Indonesia perlu mengetahui berbagai tips keamanan bertransaksi secara digital untuk menghindari penipuan,” ujar Head of Southeast Asia Consumer, McAfee Shashwat Khandelwal.

Sebagian besar masyarakat Indonesia yang beradaptasi dengan perubahan digital merupakan sasaran utama penipuan atau kejahatan siber. Tingginya penggunaan teknologi digital yang memiliki peran penting di kehidupan sehari-hari pengguna meningkatkan kemungkinan adanya penipuan dan serangan siber.

Namun bagi pengguna digital baru, informasi mengenai penipuan dan cara mengenali tanda-tanda penipuan masih susah diperoleh.

Generasi yang lebih tua kemungkinan besar merupakan “digital immigrants.” dimana banyak pengguna digital dari generasi ini memiliki kesulitan dalam proses digitalisasi, serta pengertian dasar mengenai aplikasi seluler dan situs online. Untuk memastikan seluruh segmen pengguna dapat bertransisi ke pembayaran non-tunai atau cashless secara aman, harus ada pemahaman yang lebih mengenai risiko keamanan siber.

Jumlah dan kerumitan penipuan akan terus berkembang setiap tahunnya dan semakin memburuk sejak adanya pandemi. Seluruh segmen masyarakat termasuk bisnis hingga penyedia kebutuhan utama, serta pemerintah sedang mempercepat transformasi teknologi untuk memenuhi kebutuhan digital yang sekarang bukan lagi hanya untuk alat hiburan. Maka dari itu, kesadaran dan pengetahuan akan keamanan siber menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia untuk menghindari penipuan, serta menjaga keamanan dalam penggunaan teknologi digital.(ak)