Stafsus milenial dalam pusaran konflik kepentingan

Presiden Joko Widodo kala mengenalkan 7 Staf Khususnya dari kalangan milenial (Foto:Setkab.go.id)

Nama dua staf khusus (Stafsus) milenial dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendadak menjadi perbincangan hangat di media sosial (Medsos) pada pekan ini.

Dua stafsus itu adalah Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Syah Devara. Nama pertama selain menjadi stafsus Presiden merangkap sebagai CEO dari PT Amartha Mikro Fintek (Amartha). Nama kedua masih tercatat sebagai Pendiri dari Ruangguru.

Andi Taufan mendapat sorotan tajam karena tak taat administrasi negara serta kental nuansa melampaui wewenang dengan berani menerbitkan surat berkop Garuda Emas milik Sekretariat Kabinet pada 1 April 2020 dengan Nomor: 003/S-SKP-ATGP/IV/2020, dan dilabel Penting yang bertema Kerjasama Sebagai Relawan Desa Lawan COVID-19. Tujuannya Bapak/Ibu Camat di seluruh wilayah Indonesia. 

Isi surat sebagian berisikan informasi program Relawan Desa Lawan COVID-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, dimana Andi telah menerima komitmen dari Amartha melalui surat tertanggal 30 Maret 2020, untuk dapat berpartisipasi dalam menjalankan program tersebut di area Jawa, Sulawesi dan Sumatera.

Tentu saja banyak pihak mempertanyakan langkah Andi yang dinilai tak saja Maladministrasi dan melampaui wewenang, tetapi juga kental unsur konflik kepentingan yang berpotensi munculnya praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Pasalnya, Amartha adalah perusahaan yang didirikan Andi dimana dirinya masih aktif menjadi CEO. Banyak pihak menilai langkah Amartha ingin masuk sebagai relawan untuk tahapan pertama inisiasi layanan Fintech miliknya ke pasar desa. 

Kontroversi kian terasa karena Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi, mengungkapkan penggunaan anggaran untuk program Relawan Desa Lawan Covid-19 itu sebagian ditanggung kepala desa dan camat.

Wajar saja pengguna Medsos geram karena melihat Andi mencari keuntungan dari jabatannya dimana Amartha mendapat keistimewaan dalam melakukan penetrasi pasar berkedok bantuan sosial.

Sadar telah membuat kesalahan, Andi mencabut surat yang dikirimnya ke seluruh camat dan meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat.

Beda lagi cibiran terhadap Adamas Belva Syah Devara. Belva dengan Ruangguru dianggap mendapat keuntungan dari Program Kartu Prakerja.

Kartu Prakerja adalah salah satu program unggulan Presiden Jokowi yang akan menjangkau 5,6 juta penerima manfaat dengan total anggaran Rp 20 triliun.  

Sasaran program Kartu Prakerja ini adalah para Pekerja, Pencari Kerja, dan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang terdampak oleh pandemi COVID-19. Pemerintah melakukan pendataan melalui Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah, terutama melalui dinas-dinas Ketenagakerjaan, Pariwisata, Koperasi dan UKM, Perindag, dan juga pada sektor-sektor yang terdampak oleh pengurangan mobilitas masyarakat seperti transportasi dan ritel.

Lebih dari 900 pelatihan online dari beragam jenis dan tingkatan, mulai dari pemula sampai tingkat mahir akan tersedia di 8 digital platform yakni Tokopedia, Bukalapak, Skill Academy by Ruangguru, MauBelajarApa, HarukaEdu, PijarMahir, Sekolah.mu dan Sisnaker.  

Belva pun tak tinggal diam dengan menyatakan tak terlibat dalam proses masuknya Skill Academy by Ruangguru di program Kartu Prakerja.

Belva pun menyatakan dari awal, pertanyaan pertama ke Istana sebelum menerima posisi stafsus adalah apakah harus mundur dari perusahaan yang dirintisnya? "Jawaban Istana jelas: TIDAK PERLU. Itu dasar saya menerima tawaran ini," katanya melalui akun Twitter @AdamasBelva miliknya pada (15/4).

Belva mengatakan menurut Istana, ada mekanisme batasan-batasan wewenangnya yang tidak mencakup membuat keputusan. Banyak pekerjaan juga dilakukan secara kolektif. Ini pun juga sudah dijelaskan oleh Istana sejak pengangkatan.

Belva mengaku  sedang konfirmasi ulang ke Istana apakah memang ada konflik kepentingan walaupun saya tidak ikut proses seleksi mitra. "Jika ada, tentu saya siap mundur dari stafsus saat ini juga. Saya tidak mau menyalahi aturan apapun," tegasnya. 

Konflik Kepentingan
Jika merujuk ke Panduan Penanganan Konflik Kepentingan Bagi Penyelenggara Negara yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundangundangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.

Penyelenggara negara dalam hal ini adalah seseorang yang menjabat atau memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi negara dalam wilayah hukum negara dan mempergunakan anggaran yang seluruhnya atau sebagian berasal dari negara, misalnya pejabat negara, pejabat publik, penyelenggara pelayanan publik dan berbagai istilah lainnya yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Termasuk didalamnya semua pejabat yang menyelenggarakan fungsi-fungsi negara baik dalam cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, aparat penegak hukum, organ ekstra struktural (seperti KPK, KPU, Komisi Yudisial, dll), pelaksana pelayanan publik, penilai, pengawas, pimpinan Bank Indonesia, penyelenggara negara di BUMN/BHMN/BLU/BUMD.

Dalam panduan tersebut secara jelas dinyatakan bentuk-bentuk konflik kepentingan seperti:Situasi yang menyebabkan penggunaan asset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/golongan. Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/ instansi dipergunakan untuk kepentingan pribadi/golongan. Perangkapan jabatan di beberapa lembaga/instansi/perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya. Situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan jabatan atau situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan wewenang.

Dalam panduan tersebut juga dinyatakan sumber penyebab konflik kepentingan diantaranya kekuasaan dan kewenangan Penyelenggara Negara yang diperoleh dari peraturan perundangundangan. Perangkapan jabatan, yaitu seorang Penyelenggara Negara menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel. Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh seorang Penyelenggara Negara dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya. 

Jika menelaah panduan yang dibuat KPK terlihat konflik kepentingan adalah sebuah jalan menuju huru-hara. Pertama, mempengaruhi kepentingan publik atau kantor untuk kepentingan keuangan pribadi. Kedua, mempengaruhi pengambilan keputusan yang bertujuan untuk meluluskan kepentingan pribadinya.

Efek dari conflict of interest itu jelas dan nyata membuka peluang KKN.

Sangat disayangkan jika milenial yang diharapkan membawa perubahan ternyata terjebak dalam pusaran konflik kepentingan.

Ini menjadikan alasan bahwa niatnya baik tetapi caranya salah (karena masih milenial) sehingga harap dimaklumi tentu tak bisa diterima begitu saja.

Sebagai pejabat publik tentunya ada bentuk pertanggungjawaban atas kesalahan yang dibuat di ruang publik, agar menjadi pelajaran bagi semua pihak yang mengemban amanah dari rakyat.

@IndoTelko